Ingatan Dul soal liburan dipenuhi dengan berenang di hotel. Di perjalanan, Bara memintanya memilih berenang di hotel lebih dulu apa bermain lebih dulu. Dul masih ingat betapa gaduh pikirannya saat itu. Membayangkan kata hotel dan taman bermain.
Sepengetahuannya hotel adalah bangunan besar tempat orang-orang kaya boleh makan dan tidur sepuasnya. Lalu mendengar kata berenang membuat kekhawatiran baru baginya. Ia tak memiliki pakaian renang. Sewaktu ke pasar kemarin, ibunya tak ada mengatakan soal berenang. Dan kekhawatiran kecil itu sirna karena Bara mengatakan telah membeli pakaian renang untuknya.
Sisa perjalanan itu diingatnya dengan jalanan yang mulai menanjak. Ia yang mulai berbaring di jok tengah dan memakai bantal kecil yang seolah sudah dipersiapkan untuknya.
Dul kembali memperoleh kesadarannya saat menyentuh ranjang putih bersih dan empuk. Bara berguling di sebelahnya dan ikut mendekap bantal. Ibunya sempat bersungut soal ia yang sudah digendong jauh-jauh, tapi langsung membuka mata setibanya di kamar hotel.
“Ibunya ngomel aja. Padahal bukan ibunya yang gendong.”
Om Bara gendong aku?
Merasa tak pernah digendong oleh siapa pun di usia kesadarannya itu, Dul langsung menatap wajah Bara di sebelahnya. Kali itu, ia lebih puas melihat wajah Bara dari dekat. Ganteng. Tak ada alasan untuk tak merasa bangga saat bersama pria itu.
“Om Bara tidurnya di mana?” Dul masih menatap Bara yang tersenyum-senyum memandang ia dan ibunya bergantian.
"Di sebelah," jawab Bara.
"Kok, enggak sama-sama Ibu?" tanya Dul lagi.
"Om mau banget .... Tapi Ibu Dul galak," jawab Bara.
Ibu memang keliatan galak. Tapi Ibu enggak galak …. Ibu memang kayak gitu.
"Jangan galak, Bu. Kasian Om Bara."
Jangan sampai Bara menganggap ibunya galak. Pria itu harus tahu kalau ibunya terlihat dingin, tapi wanita yang melahirkannya itu sangat hangat.
Dul bergulung mendekap bantal hotel. Memandang ibunya yang sedang mempersiapkan makan siang untuk Bara di kotak-kotak bekal yang berwarna macam-macam campur aduk. Kotak-kotak bekal itu didapat dari hadiah berbelanja. Tutupnya sering kendur dan ibunya harus mengeratkan dengan beberapa karet.
Bara sudah berpindah ke kursi di belakang meja kerja. Pria itu menatap wajah ibunya dengan cermat. Nyaris tanpa berkedip. Melihat bagaimana tangan ibunya dengan cekatan menambahkan lauk ke sebuah kotak nasi dan menyodorkannya.
"Masakan kamu enak, Jah. Aku suka masakan rumah. Makanya jarang makan di luar,” ucap Bara.
Om Bara suka masakan Ibu. Aku juga suka. Masakan Ibu memang enak. Aku dan Om Bara punya selera yang sama.
Tak lama ia sudah berada dalam gandengan tangan Bara menuju kolam renang. Satu bahu pria itu tersampir ransel yang isinya sangat berharga. Pasti kamera, pikir Dul. Dan tebakannya itu benar. Sebelum mereka berenang, Bara terlihat mengajarkan ibunya cara menggunakan kamera besar dan terlihat berat itu.
“Aku enggak bisa berenang,” ucap Dul saat ia dan Bara berdiri di antara kolam renang dewasa dan anak-anak. Sedikit ngeri membayangkan tubuhnya berada di air yang dalam.
“Semua orang pasti awalnya enggak bisa. Semuanya pernah jadi pemula. Apalagi cita-cita kamu jadi pilot, kan? Syarat untuk jadi pilot itu salah satunya wajib bisa berenang. Gimana? Tetap mau jadi pilot?”
Dul mengangguk. “Masih, Om.”
Bara masih menggenggam tangannya dan menatap wajahnya lekat-lekat. Tak pernah memikirkan soal hal yang dikatakan Bara sebelumnya soal sebegitu pentingnya berenang. Wajah Dul terlihat sedikit bimbang dan pandangannya berpindah pada air kolam yang biru dan terlihat dasarnya.
“Atau … gini aja, deh. Dul, kan, anak laki-laki. Bakal gede dan jadi pria dewasa. Pria dewasa itu bakal makin keren kalau bisa berenang. Kayak Om gini. Om keren, enggak?”
“Keren banget …,” jawab Dul spontan.
“Nah, bagus. Dul juga harus bilang itu ke Ibu. Om Bara keren. Jangan lupa.”
“Iya. Bakal bilang ke Ibu kalau Om Bara keren,” balas Dul.
“Mantap. Ayo, sekarang kita berenang.”
Menjelang sore itu Dul berlatih teknik dasar renang. Meluncur. Berkali-kali mencoba meluncur dengan posisi badan lurus. Mengatasi ketakutannya saat berada di dalam air dengan memikirkan kalau ada Bara yang akan menolongnya. Pria itu terus merentangkan tangan dan menyerukan kata-kata yang sama.
“Ayo, Dul. Kamu bisa. Ada Om di sini. Om enggak akan ke mana-mana sampai kamu bisa. Kalau Dul bisa berenang karena Om Bara, Dul akan jadi murid pertama yang bikin Om bangga.”
Rentangan tangan pria itu di kejauhan membuatnya percaya kalau ia memang tidak akan ditinggalkan di kolam itu. Dul mencoba lagi dan lagi. Napasnya terengah tapi ia bangga karena mulai bisa mengangkat tubuhnya sesudah meluncur dengan jarak yang cukup jauh.
“Aku harus belajar berapa lama biar bisa berenang kayak Om?” Dul berpegangan di tepi kolam dengan napas terengah-engah. Bara mengajaknya langsung berenang di kolam yang dasarnya bahkan belum bisa ia jejak dengan kakinya.
Bara menelengkan kepala untuk berpikir. “Memang enggak bisa cuma sekali. Harus berkali-kali. Harus sering-sering belajarnya. Om bisa ngajarin kamu renang dengan rutin. Itu semua tergantung Ibu kamu.”
“Kenapa gitu?” tanya Dul. Bara membantu mengusap wajahnya dengan senyum penuh arti yang saat itu ia tak paham artinya.
“Ibu kamu harus mau sering-sering nemenin. Sering-sering ketemu Om. Untuk itu, Om serahkan semuanya pada usaha Dul. Begini sederhananya ….” Bara berdiri menghadap Dul dan pandangannya sejenak menatap Dijah di kejauhan. Lalu tatapannya kembali pada Dul masih dengan senyum terkulum. Pria itu mengangkat satu jari telunjuknya dan sebelah tangannya membuat angka dua dengan jari.
“Yang dua ini adalah Dul dan Ibu. Yang satu ini Om Bara,” ucap Bara. “Kita masih berada di tempat yang terpisah. Tapi … Om bisa masuk ke jari yang sebelah sini. Kita jadi bertiga. Kalau kita udah ada di tempat yang sama, kita pasti bakal sering sama-sama. Gimana? Dul paham?” Bara mengacungkan tiga jarinya pada Dul.
“Kita bertiga?” tanya Dul.
Bara mengangguk mantap. “Kita bertiga bisa seperti tiga jari ini. Berdiri berdekatan dan rapat di tempat yang sama. Dan kalau kita bisa sama-sama, nantinya kita bisa menambah satu jari lagi. Lalu … satu jari lagi. Kita bisa berjumlah empat atau lima. Sampai semua jari itu menjadi kuat dan bertenaga kalau dikepalkan. Seperti ini.” Bara menggenggam tangannya di depan Dul. “Kalau kita sama-sama, kita bakal kuat.”
Dul mengangguk-angguk seraya menatap kepalan tangan Bara. Analogi sederhana itu menambah kekayaan pengetahuan tentang pentingnya bersama-sama. Mereka akan menjadi kuat jika tetap bersama.
“Om mau kalau kamu merasa jadi anak yang beruntung punya ibu seperti Ibu kamu. Ibu Dul itu luar biasa. Om liat sendiri bagaimana luar biasanya Ibu Dul.” Bara tersenyum seraya menaikkan rambut yang menutupi dahi Dul.
“Tapi aku sekarang udah merasa beruntung. Ada temenku namanya Jaja tinggal di gang sebelah. Sering ditinggal ibunya. Ibunya jalan-jalan terus naik motor sama temennya. Jaja gemuk banget sampai sering pipis di celana dan enggak ganti baju. Jaja mandi sendiri, makan sendiri. Ibunya jarang keliatan. Aku udah merasa beruntung punya ibu kayak Ibu. Makanya aku mau bawa Ibu jalan-jalan pakai pesawatku.”
“Om makin percaya kalau kamu memang bakal jadi pilot. Ayo, kita berenang lagi.”
Pemahaman sederhana Dul sudah mengambil kesimpulan paling cepat dan mudah. Bara adalah pria yang menyukai ibunya. Bara mau mereka bertiga bisa bersama-sama. Bara memintanya untuk meyakinkan sang ibu untuk hal itu.
Semoga Ibu mau. Aku mau terus sama-sama Om Bara.
To Be Continued
*PS. *
DUL ini adalah novel SPIN OFF ya .... Bukan novel SEKUEL. Jadi, ceritanya bukan cerita sambungan PENGAKUAN DIJAH. Novel SPIN OFF adalah novel yang bisa dibaca terpisah tanpa membaca novel sebelumnya. Jadi, buat yang mau cerita ekspres kehidupan DUL langsung happy, bisa ditahan dulu komennya. Bagi sebagian orang perjuangan untuk sukses itu tidak penting. Bagi saya yang memulai semuanya dari nol, mental ini sangat penting dan berguna. Dan juga ... Author tetap nahkoda dalam setiap ceritanya. juskelapa akan tetap menjaga kualitas dan kekhasan dalam tiap cerita di platform mana pun. Terima kasih buat Boeboo cerdas yang sudah memotivasi bahwa DUL juga berhak punya cerita. ❤️❤️
Info terbaru :
Dalam rapat penerimaan prajurit TNI Tahun Anggaran 2022 Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menghapus sejumlah syarat dalam proses penerimaan prajurit, baik taruna, perwira, bintara, hingga tamtama. Tes renang dan akademik dihapus dalam seleksi penerimaan TNI hingga keturunan anggota PKI boleh mengikuti seleksi.
Sumber artikel CNN Indonesia "Seleksi TNI: Tes Renang-Akademik Dihapus, Keturunan PKI Bisa Daftar" selengkapnya di sini: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220331074611-12-778235/seleksi-tni-tes-renang-akademik-dihapus-keturunan-pki-bisa-daftar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 177 Episodes
Comments
jumirah slavina
Aku sih sebagai pembaca baru'mu...
semua novel'mu yg sudah Ku baca bagus semua...
cerita sehari² yg terjadi d'sekitar kita..
bahasa'y simpel mudah d'cerna...
Tini Suketi keren.. ngocol abis..
trs baca Dijah juga keren...
2 novel itu., alami bgt.. itu memang sering terjadi d'sekitar'ku.. mungkin jg d'sekitar kalian...
semangat berkarya Otor 🥰
2025-02-08
2
Teh Mbak Sri
Setuju banget dg PS dari Othor...
Proses itu yg terpenting...
Hasilnya adalah bonus..
🙏👍🙏👍🔝🔝🙏
2025-01-09
1
zi
spin off smpe anak dul jg ok gass 🤣🤣🤣🤣
2025-03-04
1