007. Tempat Tinggal Baru Ibu

Minggu siang yang cukup terik, Dul sudah menghabiskan air putih bergelas-gelas. Matahari luar biasa terik dan atap rumah mbahnya yang berplafon rendah seakan ikut memanggangnya di dalam. Ia kembali menunduk di atas buku gambar. Sedikit lagi dan pekerjaan rumahnya akan selesai siang itu. Hanya dua tugas. Matematika penambahan sederhana dan menggambar bertema bebas. Dul menggambar langit biru dengan sebuah pesawat kecil yang melintas di angkasa.

Suara pintu pagar kayu membuatnya mengangkat wajah. “Ibu datang,” gumam Dul sendirian. Hempasan bertenaga dan terburu-buru di pagar kayu itu sudah ciri khas ibunya. Mbah Wedok sedang tidur siang dan Mbah Lanang berada di warung yang merupakan rumah keduanya.

“Dul, lagi apa?”

Wajah ibunya muncul dari pintu yang tak terkunci. “Menggambar. Ibu mau ke mana?” tanya Dul yang sedikit curiga karena ibunya berpakaian lebih rapi. Tiba-tiba selera menggambarnya pun menguap karena keinginan ikut sang ibu muncul. Tak peduli ke mana, yang penting ia bisa ikut.

“Ibu mau ke tempat Mbok Jum. Pagi tadi Ibu enggak mulung karena ada kerjaan bantu-bantu masak di tempat catering. Pulangnya dibawain lauk dan sayur lumayan banyak. Ibu tinggalin di sini buat makan malam kamu dan Mbah.”

Dul mengamati ibunya yang langsung pergi ke dapur dengan sebuah bungkusan di tangan. Ia langsung menunduk dan menyelesaikan pekerjaannya. Beberapa menit kembali berkutat dengan kertas gambar, Dul kembali menoleh saat ibunya mendekat.

"Gambar apa?” Dijah duduk dan menunduk di atas coretan tangan anaknya. “Bagus, Dul. Ternyata kamu punya bakat menggambar juga. Ayo, diterusin. Ibu mau ngajak kamu ke tempat Mbok Jum nganter sebagian lauk. Terus dari sana Ibu mau ajak kamu ke tempat kos Ibu yang baru. Tetangga Ibu ramah-ramah. Ada yang punya anak seumuran kamu. Tapi dia belum sekolah.”

“Mau—mau. Mau ikut,” seru Dul.

“Ayo selesaikan tugasnya dulu,” pinta Dijah.

Dul cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya. Ibunya mengeluarkan ponsel kecilnya dari dalam tas dan mengetik sebentar lalu kembali memperhatikannya mewarnai langit.

Selesai dengan pekerjaannya Dul berganti pakaian bepergian. Celana panjang, kaus oblong, topi dan sepasang sepatu yang dipakainya ke semua tempat. Walau matahari menyengat, ia meninggalkan rumah mbahnya dengan hati berbunga-bunga. Setengah hari itu akan dihabiskannya bersama sang ibu.

Sebelum hari itu, Dul sudah pernah diajak menemui Mbok Jum. Wanita tua yang dinilainya lebih ‘jago’ membuat ibunya bicara daripada Mbah Wedok. Berkali-kali ibunya mengatakan kalau Mbok Jum adalah ibu yang baik, tapi dikecewakan anak-anaknya. Berbanding terbalik dengan ibunya yang sering merasa dikecewakan orang tuanya.

Entahlah … Dul merasa masih banyak belum mengerti dengan ungkapan-ungkapan orang dewasa yang dinilainya sebagai bentuk kekecewaan. Yang ia tahu tiap diajak ibunya ke tempat Mbok Jum, bahwa wanita itu sangat ramah dan memperlakukannya seperti kerabat dekat. Bahkan ibunya terlihat nyaman duduk di depan rumah reyot Mbok Jum yang berdinding papan ala kadar dan ditambal karung di sekelilingnya.

“Apa ini enggak kebanyakan, Jah? Aku cuma berdua sama suamiku,” kata Mbok Jum saat membuka bungkusan yang dibawa Dijah.

“Ya, buat besok pagi. Bisa dipanasin. Kompor minyak tanah masih ada isinya, kan? Kalau enggak ada biar aku belikan ke warung. Mumpung aku lagi di sini. Jadi suami Mbok enggak ditinggal-tinggal kelamaan kalau Mbok ke warung.”

Mbok Jum mengibaskan tangannya. “Masih ada. Nanti kalau minyak tanahnya enggak cukup, aku panasi di terik matahari aja,” seloroh Mbok Jum, terkekeh-kekeh.

Dul ikut tersenyum saat melihat ibunya tertawa kecil mendengar candaan Mbok Jum. Percakapan soal isu-isu penggusuran mewarnai beberapa menit waktu mereka di sana. Dul duduk di depan rumah Mbok Jum seraya melihat gunungan sampah di depannya. Berbagai sampah dengan berbagai aroma yang setiap hari dikais ibunya. Beberapa remaja juga terlihat mendekati sampah dan berjalan di pinggirannya.

Panas … bau … kotor … Ibuku memang hebat.

“Kami pamit sekarang, ya, Mbok. Aku mau bawa Dul ke kos-kosan baruku. Yang aku ceritakan sama Mbok tempo hari,” ujar Dijah, bangkit dari sehelai kardus yang sejak tadi dijadikannya alas duduk.

“Monggo, Jah ….” Mbok Jum ikut berdiri di ambang pintu. “Doain suamiku cepat sembuh, ya, Jah. Katanya kepingin bantuin aku cari nafkah. Udah bosen tiduran aja,” ujar Mbok Jum.

“Selalu aku doain, Mbok,” sahut Dijah.

Pandangan Mbok Jum beralih pada Dul. “Dul yang selalu banyak diam dengerin ibunya. Anaknya peka ini. Pasti besarnya nanti jadi laki-laki ganteng yang peduli dan perhatian. Jaga ibumu, ya, Dul. Rajin belajarnya,” pesan Mbok Jum.

Perkataan Mbok Jum itu terngiang-ngiang di telinga Dul. Sedikit bangga karena pujian wanita itu. Terutama kalimat Mbok Jum yang berucap optimis bahwa ia akan menjadi laki-laki ganteng yang peduli dan perhatian saat besar nanti. Saat digandeng ibunya menjauhi pemukiman kumuh itu, Dul merasa lebih gagah. Ia melangkahkan kakinya lebih tegap.

Dengan menumpangi angkot selama tak lebih dari sepuluh menit, Dul digandeng ibunya menyeberangi jalan raya yang lebar. Tepat di sebuah mal yang sering dipandanginya, Dul mengikuti langkah kaki ibunya masuk ke sebuah jalan dan lurus menuju sebuah gang yang terletak di sisi kanan. Gang itu tidak lebar. Hanya bisa dilalui dua motor. Di sini kanan ada tembok tinggi dari bangunan ruko yang berada di depan, dan sisi kirinya rimbunan semak dan pepohonan yang memenuhi sebuah rumah yang sudah lama tak ditinggali.

“Nama kos-kosannya aneh, Dul.”

“Memangnya apa?”

“Kandang ayam.”

“Banyak ayamnya?”

“Malah enggak ada. Kalau ketemu temen Ibu jangan kaget, ya.”

“Kenapa?”

“Suaranya keras-keras.”

Dul mengangguk. Kalau hanya suara keras, rasanya ia sudah kenyang mendengar teriakan bapaknya. Bahkan isi teriakannya selalu disertai makian dan hinaan melecehkan ibunya. Ia sendiri merasa yakin, tak ada hal apa pun lagi di dunia ini yang akan mengejutkannya lagi.

Mereka memasuki pagar dan kaki Dul langsung menginjak halaman yang cukup luas. Bangunan itu berbentuk huruf U yang terbuka ke depan. Kanan kirinya ada kamar saling berhadapan. Di sudut kanan dekat pagar, sebuah pohon jambu air tumbuh rimbun dan membuat teduh bagian sudut itu.

Tiga orang wanita duduk di depan teras dan ibunya menggandengnya ke arah sana. Seorang wanita terlihat paling muda duduk menghadap halaman. Seorang lagi bertubuh lebih pendek dari ibunya dengan rambut berwarna merah menyala yang mengingatkannya akan tokoh kartun kesatria wanita yang jago memanah. Dan satunya lagi seorang wanita bertubuh tegap dengan raut wajah keras.

“Eh, itu Mbak Dijah bawa anaknya!”

Wanita yang paling muda itu ternyata menyadari kedatangan mereka lebih dulu. Lalu, seorangnya lagi yang berambut merah bertanya namanya.

“Ini anakku, Mak. Namanya Dul. Ayo, duduk di sini.”

Dul diminta ibunya duduk di pangkuan. Sore itu ia akan menghabiskan waktu dengan bergelayut di pelukan ibunya. Hanya duduk di teras dan berbincang-bincang bersama teman ibunya. Namun, Dul merasa sangat bahagia karena bertemu dengan orang-orang baik lainnya yang hidup di dekat wanita yang melahirkannya.

To Be Continued

Terpopuler

Comments

☠⏤͟͟͞R_𝐀𝖙𝖎𝖓🦋𝐙⃝🦜

☠⏤͟͟͞R_𝐀𝖙𝖎𝖓🦋𝐙⃝🦜

Bahagianya Dul yg sederhana😭

2024-04-15

0

Farni hana

Farni hana

itu pasti Asti, Tini dan Mak Robin.. tp aku salfok sma kata2 wajahnya yg keras, bukan cuma mukanya Dul, rambutnya jg keras🤣🤣🤣

2024-02-04

2

M akhwan Firjatullah

M akhwan Firjatullah

astaga geng kandang ayam...Tini Suketi..

2023-12-17

2

lihat semua
Episodes
1 001. Ingatan Seorang Anak
2 002. Salah Satu Kenangan Indah
3 003. TK Impian
4 004. Alasan Membenci
5 005. Sebuah Pengertian Baru
6 006. Doa Bersama
7 007. Tempat Tinggal Baru Ibu
8 008. Kepercayaan Dari Ibu
9 009. Seorang Anak Yang Jatuh Hati
10 010. Pahit dan Manis
11 011. Cita-Cita Dul
12 012. Obrolan dengan Pria Gagah
13 013. Kebencian yang Mengakar
14 014. Sosok Idola Baru
15 015. Pelajaran Baru dari Ibu
16 016. Ibu Pahlawan Abadi
17 017. Perjuangan Liburan
18 018. Soal Cita-Cita
19 019. Kehilangan
20 020. Yang Mengakar Seumur Hidup
21 021. Kehilangan
22 022. Rindu Ibu
23 023. Percakapan Pria
24 024. Makna Ucapan
25 025. Kepergian Mbah Lanang
26 026. Hunian Baru
27 027. Kunjungan Pertama Kali
28 028. Pria dengan Pesona
29 029. Sesekali Boleh Salah
30 030. Lengkap Sudah
31 031. Di Tengah Keluarga
32 032. Bisa Baper
33 033. Kekhawatiran
34 034. Akhir Kesakitan
35 035. Datang dan Pergi
36 036. Kehilangan Kedua
37 037. Beranjak Remaja
38 038. Mengenal Heru
39 039. Kenyataan yang Mendekat
40 040. Terhenyak
41 041. Keputusasaan
42 042. Semua Ada Saatnya
43 043. Cari Kawan
44 044. Menyusul Dul
45 045. Menginginkan Pengakuan
46 046. Siapa Aku Sebenarnya
47 047. Tangis yang Pecah
48 048. Sebuah Pemikiran
49 049. Cara Memaafkan
50 050. Berdamai
51 051. Memang Anak Ibu
52 052. Bertemu Masa Lalu
53 053. Mulai Melangkah
54 054. Perpisahan
55 055. Sanubari Seorang Anak
56 056. Hati ke Hati
57 057. Hari Baru
58 058. Soal Cita-cita
59 059. Dari Selembar Foto
60 060. Akhir Surat Panjang
61 061. Semua Pasti Sempurna
62 062. Nama Paling Gagah
63 063. Sebuah Pertimbangan
64 064. Kontemplasi Rasa
65 065. Kembali Melangkah
66 066. Hidup Tetap Berjalan
67 067. Kejutan Untuk Ibu
68 068. Surprise
69 069. Hal-Hal Sederhana
70 070. Kesenangan Bersama
71 071. Keriaan Sehari
72 072. Kado Anak-anak
73 073. Awal Baru Lagi
74 074. Kesadaran Masa Remaja
75 075. Menunggu Esok
76 076. Putih Abu-abu
77 077. Merangkai Hari
78 078. Menunggu Jemputan
79 079. Kesadaran Yang Pertama
80 080. Sebuah Saran
81 081. Di Antara Sahabat
82 082. Percakapan Pertama
83 083. Langkah Berikutnya
84 084. Hari Itu Hari Raya
85 085. Salah Gerakan
86 086. Upacara Susulan
87 087. Tentang Seseorang
88 088. Kisah Lama Jangan Usai
89 089. Kabar Dari Annisa
90 090. Dukacita
91 091. Cerita Annisa
92 092. Cerita Annisa (2)
93 093. Akan Kuingat Selalu
94 094. Sebuah Proses
95 095. Berbaikan
96 096. Perpisahan Lagi
97 097. Wujud Kekecewaan
98 098. Duel Abdullah
99 099. Setelah Duel
100 100. Isi Hati
101 101. Wawancara
102 102. Sepotong Pesan
103 103. Sampai Jumpa Lagi
104 104. Di Bawah Sebatang Pohon
105 105. Sudah Pria Dewasa
106 106. Perjuangan Itu Dimulai
107 107. Menjelang Dewasa
108 108. Sedih Sebelum Senang
109 109. Harus Bangun
110 110. Keberangkatan
111 111. Malam Sidang Pantukhir
112 112. Hasil Doa dan Air Mata
113 113. Pelukan Untuk Ayah
114 114. Ayah Baik-baik Saja
115 115. Kunjungan Kawan
116 PENGUMUMAN GIVEAWAY
117 116. Ngalor-Ngidul Rencana
118 117. Kilas Masa Depan
119 118. Perpisahan dan Pertemuan
120 119. Sambal Perwira
121 120. Annisa
122 121. Hidup Harus Tetap Berjalan
123 122. Pelukan Rindu
124 123. Untung Masih Wangi
125 124. Salah Bicara
126 125. Kencan Keluarga
127 126. Percikan Masa Lalu
128 127. Di Ayunan Besi
129 128. Ardhya Garini
130 129. Harus Melangkah
131 130. Perlahan Ke Masa Depan
132 131. Pria Belum Laku
133 132. Jomblo Paling Berkualitas
134 133. Kejutan dari Sermatutar
135 134. Adhi Makayasa untuk Ayah
136 135. Selamat Dari Ayah
137 136. Go Public
138 137. Kenalin
139 PENGUMUMAN PEMENANG GIVEAWAY
140 138. Kenangan Muda
141 139. Terkejut dan Mengejutkan
142 140. Perkenalan Tak Disengaja
143 141. Seseorang Yang Muncul di Ingatan
144 142. Badai Kecil
145 143. Afirmasi Positif
146 144. Bukan Karena Jarak
147 145. Semacam Patah Hati
148 146. Bagaimana Hubungan Kita
149 147. Bala Bantuan
150 148. Finding Annisa
151 149. Generasi Berbeda
152 150. Percakapan Dua Generasi
153 151. Pembatalan Janji
154 152. Setelah Sekian Lama
155 153. Entah Itu Perpisahan
156 154. Malam Yang Meyakinkan
157 155. Bukan Kisah Sederhana
158 156. Dari Cerpen 'ANAK IBU' (1)
159 157. Dari Cerpen 'ANAK IBU' (2)
160 158. Percakapan Sebelum Hidangan
161 159. Omongan Ringan Yang Berisi
162 160. Dukungan Seluruh Keluarga
163 161. Hari Bahagia Itu
164 162. Buket Bunga Dari Pria Berseragam
165 163. Sebelum Paragraf Berikutnya
166 164. Waktu Tiga Minggu
167 165. Untaian Restu
168 166. Hari Bahagia Itu
169 167. Kisah Di Dalam Kisah
170 168. Kesan-kesan Mereka
171 169. Cerita Satu Persatu
172 170. Di Mata Para Sahabat
173 171. Peringatan Dari Tini
174 172. Pertemuan Itu
175 173. Sebagaimana Seharusnya
176 174. Pelukan Tiga Generasi
177 Pemenang Komentar Terbaik
Episodes

Updated 177 Episodes

1
001. Ingatan Seorang Anak
2
002. Salah Satu Kenangan Indah
3
003. TK Impian
4
004. Alasan Membenci
5
005. Sebuah Pengertian Baru
6
006. Doa Bersama
7
007. Tempat Tinggal Baru Ibu
8
008. Kepercayaan Dari Ibu
9
009. Seorang Anak Yang Jatuh Hati
10
010. Pahit dan Manis
11
011. Cita-Cita Dul
12
012. Obrolan dengan Pria Gagah
13
013. Kebencian yang Mengakar
14
014. Sosok Idola Baru
15
015. Pelajaran Baru dari Ibu
16
016. Ibu Pahlawan Abadi
17
017. Perjuangan Liburan
18
018. Soal Cita-Cita
19
019. Kehilangan
20
020. Yang Mengakar Seumur Hidup
21
021. Kehilangan
22
022. Rindu Ibu
23
023. Percakapan Pria
24
024. Makna Ucapan
25
025. Kepergian Mbah Lanang
26
026. Hunian Baru
27
027. Kunjungan Pertama Kali
28
028. Pria dengan Pesona
29
029. Sesekali Boleh Salah
30
030. Lengkap Sudah
31
031. Di Tengah Keluarga
32
032. Bisa Baper
33
033. Kekhawatiran
34
034. Akhir Kesakitan
35
035. Datang dan Pergi
36
036. Kehilangan Kedua
37
037. Beranjak Remaja
38
038. Mengenal Heru
39
039. Kenyataan yang Mendekat
40
040. Terhenyak
41
041. Keputusasaan
42
042. Semua Ada Saatnya
43
043. Cari Kawan
44
044. Menyusul Dul
45
045. Menginginkan Pengakuan
46
046. Siapa Aku Sebenarnya
47
047. Tangis yang Pecah
48
048. Sebuah Pemikiran
49
049. Cara Memaafkan
50
050. Berdamai
51
051. Memang Anak Ibu
52
052. Bertemu Masa Lalu
53
053. Mulai Melangkah
54
054. Perpisahan
55
055. Sanubari Seorang Anak
56
056. Hati ke Hati
57
057. Hari Baru
58
058. Soal Cita-cita
59
059. Dari Selembar Foto
60
060. Akhir Surat Panjang
61
061. Semua Pasti Sempurna
62
062. Nama Paling Gagah
63
063. Sebuah Pertimbangan
64
064. Kontemplasi Rasa
65
065. Kembali Melangkah
66
066. Hidup Tetap Berjalan
67
067. Kejutan Untuk Ibu
68
068. Surprise
69
069. Hal-Hal Sederhana
70
070. Kesenangan Bersama
71
071. Keriaan Sehari
72
072. Kado Anak-anak
73
073. Awal Baru Lagi
74
074. Kesadaran Masa Remaja
75
075. Menunggu Esok
76
076. Putih Abu-abu
77
077. Merangkai Hari
78
078. Menunggu Jemputan
79
079. Kesadaran Yang Pertama
80
080. Sebuah Saran
81
081. Di Antara Sahabat
82
082. Percakapan Pertama
83
083. Langkah Berikutnya
84
084. Hari Itu Hari Raya
85
085. Salah Gerakan
86
086. Upacara Susulan
87
087. Tentang Seseorang
88
088. Kisah Lama Jangan Usai
89
089. Kabar Dari Annisa
90
090. Dukacita
91
091. Cerita Annisa
92
092. Cerita Annisa (2)
93
093. Akan Kuingat Selalu
94
094. Sebuah Proses
95
095. Berbaikan
96
096. Perpisahan Lagi
97
097. Wujud Kekecewaan
98
098. Duel Abdullah
99
099. Setelah Duel
100
100. Isi Hati
101
101. Wawancara
102
102. Sepotong Pesan
103
103. Sampai Jumpa Lagi
104
104. Di Bawah Sebatang Pohon
105
105. Sudah Pria Dewasa
106
106. Perjuangan Itu Dimulai
107
107. Menjelang Dewasa
108
108. Sedih Sebelum Senang
109
109. Harus Bangun
110
110. Keberangkatan
111
111. Malam Sidang Pantukhir
112
112. Hasil Doa dan Air Mata
113
113. Pelukan Untuk Ayah
114
114. Ayah Baik-baik Saja
115
115. Kunjungan Kawan
116
PENGUMUMAN GIVEAWAY
117
116. Ngalor-Ngidul Rencana
118
117. Kilas Masa Depan
119
118. Perpisahan dan Pertemuan
120
119. Sambal Perwira
121
120. Annisa
122
121. Hidup Harus Tetap Berjalan
123
122. Pelukan Rindu
124
123. Untung Masih Wangi
125
124. Salah Bicara
126
125. Kencan Keluarga
127
126. Percikan Masa Lalu
128
127. Di Ayunan Besi
129
128. Ardhya Garini
130
129. Harus Melangkah
131
130. Perlahan Ke Masa Depan
132
131. Pria Belum Laku
133
132. Jomblo Paling Berkualitas
134
133. Kejutan dari Sermatutar
135
134. Adhi Makayasa untuk Ayah
136
135. Selamat Dari Ayah
137
136. Go Public
138
137. Kenalin
139
PENGUMUMAN PEMENANG GIVEAWAY
140
138. Kenangan Muda
141
139. Terkejut dan Mengejutkan
142
140. Perkenalan Tak Disengaja
143
141. Seseorang Yang Muncul di Ingatan
144
142. Badai Kecil
145
143. Afirmasi Positif
146
144. Bukan Karena Jarak
147
145. Semacam Patah Hati
148
146. Bagaimana Hubungan Kita
149
147. Bala Bantuan
150
148. Finding Annisa
151
149. Generasi Berbeda
152
150. Percakapan Dua Generasi
153
151. Pembatalan Janji
154
152. Setelah Sekian Lama
155
153. Entah Itu Perpisahan
156
154. Malam Yang Meyakinkan
157
155. Bukan Kisah Sederhana
158
156. Dari Cerpen 'ANAK IBU' (1)
159
157. Dari Cerpen 'ANAK IBU' (2)
160
158. Percakapan Sebelum Hidangan
161
159. Omongan Ringan Yang Berisi
162
160. Dukungan Seluruh Keluarga
163
161. Hari Bahagia Itu
164
162. Buket Bunga Dari Pria Berseragam
165
163. Sebelum Paragraf Berikutnya
166
164. Waktu Tiga Minggu
167
165. Untaian Restu
168
166. Hari Bahagia Itu
169
167. Kisah Di Dalam Kisah
170
168. Kesan-kesan Mereka
171
169. Cerita Satu Persatu
172
170. Di Mata Para Sahabat
173
171. Peringatan Dari Tini
174
172. Pertemuan Itu
175
173. Sebagaimana Seharusnya
176
174. Pelukan Tiga Generasi
177
Pemenang Komentar Terbaik

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!