Desiran angin malam menyibakkan rambut saya, tapi tidak dengan rambutnya yang tertutupi kain kafan. Ia menatap sendu, tatapannya penuh arti.. seperti orang yang sedang mencintai.
Saya mengunyah, berusaha mengabaikan tatapan mengganggunya, tapi tetap saja.. saya yang penasaran kembali menatap ke arahnya. Benar saja, ia masih menahan pandangan matanya pada saya.
"Hm, oke Tante. Sekarang kau menakuti saya." Saya mengeluh.
Ia mengerjapkan kedua matanya, bak kelilipan pasir. Tak lupa dengan gelengan kepala yang seolah berusaha menyadarkan dirinya sendiri dari lamunan.
"Kau bicara aneh? Anggap apa?? Melupakan apa? Apakah kita pernah bertemu sebelumnya? Atau kita pernah saling mengenal semasa hidup?? Saya rasa, saya tak pernah punya teman Tante-tante." tutur saya, membuatnya terlihat sedih.
"Apa kau mendengar ucapan dan perkataanku tadi?" Ia malah membalas dengan pertanyaan aneh.
"Hah? Ya dengar lah! Jarakmu hanya beberapa kaki dari saya. Saya tak mendengar, kalau jaraknya dari Bangka ke Jawa!" balas saya jengkel.
Ia mendengkus, tak merasa lucu karena saya memang tak sedang melucu. Saya sedang jengkel. "Bagus kalau kau mendengarnya. Dan ku harap, dia juga bisa mendengarkan sebagaimana kau mendengarkan aku." kali ini giliran saya yang mengerjap.
Terasa.. kenapa kata-katanya itu terasa sekali?? Hati ini, seperti bergetar mendengarnya. "Dia.. siapa yang Tante maksud?"
Ia tersenyum tipis. "Anakku.." singkatnya. Kami terdiam bersama, dan saya membiarkan beberapa helai bunga melati terbang di terpa angin. "Aku berharap sekali, kalau anakku yang masih hidup itu bisa mendengar ucapan ku sebagaimana kau mendengarnya. Aku ingin melihat bagaimana ekspresinya. Senang, ataukah merasa sedih?" lanjutnya.
Saya menatap lekat ke arahnya. Saya tak suka berada dalam kondisi ini. Hal yang menyedihkan itu terasa memalukan. Saya malu untuk mengeluarkan air mata di depan orang lain sebenarnya. Jadi, sebaiknya saya menghentikan ocehan kesedihan Tamusong sekarang juga.
"Mm, maaf Tante, kalau saya menggangu suasana." Ia terdiam, tapi merespons ucapan saya dengan lirikannya. "Tapi coba lihat, bulu hidungmu ada yang keluar tuh.." ujar saya, membuat ekspresinya berubah seketika.
Entah kenapa, setiap bicara dengan seseorang, saya selalu fokus dengan wajah ketimbang percakapannya. Dan bulu hidung, upil ataupun belek, pasti akan dengan cepat menarik perhatian saya. Apa lagi sisa cabe di mulut dan alis lidi yang menukik bagaikan celurit.
"Kau ini tak bisa mengikuti kesedihan orang lain ya? Bisa-bisanya melihat hal semacam itu dalam situasi sesedih ini!!" pekiknya, membuat saya menutup kedua telinga.
"Aaah! Ampun deh! Kalau Tante mengadzan di masjid, sepertinya tak perlu memakai toa masjid. Sudah kedengaran satu komplek!" tukas saya, kesal. Ia suka sekali berteriak, benar-benar mengusik pendengaran.
"Lagipula, Tante selalu bercerita tentang anak. Suami Tante bagaimana? Apa Tante tak merindukannya juga? Sepertinya, anak Tante baik-baik saja bersamanya. Anggap saja begitu agar Tante tak terlalu sedih. Jujur saja ya, sebenarnya saya rada geli melihat wajah sedih Tante. Seperti, tak cocok saj-"
"Woi bocah uban!! Kau belum pernah makan batu nisan hah?!" Ia memekik, membuat kalimat saya terhenti seketika. "Memangnya siapa yang meminta kau berkata jujur, hah?!" lanjutnya.
"Apasih! Saya kan cuma kasih saran saja. Kalau di luar negeri, orang yang memberi kritik dan saran itu di bayar loh!! Di Indonesia saja, kalau mengkritik dan memberi saran malah di hujat. Mana galak sekali seperti anjing rabies."
"KAUU!!" Ia kembali marah. Entah kenapa, saya suka sekali tiap melihatnya naik darah. Ia mengusap dadanya sambil menghela napas, berusaha menjadi sabar menghadapi setiap ocehan saya yang tidak penting.
"Ngomong-ngomong tentang suami. Suami Tante siapa sih?" tanya saya, mengalihkan pembicaraan. Sejauh ini, ia hanya terlihat mencintai anaknya yang katanya mirip saya, tapi jarang sekali bercerita tentang suaminya. Apakah hubungan mereka ada masalah? Seharusnya, suami istri itu saling mencintai kan? Apalagi ia pergi dalam keadaan meninggal dunia, pasti itu menjadi luka bagi suaminya. Tapi, kenapa ia terkesan seakan-akan suaminya sudah melupakannya begitu saja?
"Suami?" Ia mengulang, terdiam sejenak untuk berpikir. Senyum tipis terukir di bibir hitamnya yang merekah. Matanya yang sebenarnya indah terlihat berbinar, hanya saja tertutup oleh wajahnya yang gosong.
Sepertinya dugaan saya salah ya?? Dari sorot matanya, ia.. sungguh-sungguh mencintai suaminya??
Ia mengembangkan senyum yang awalnya tipis, sedikit mendengkus pelan lalu kembali menatap saya. "Suami yang mana?" tanyanya, membuat saya mengernyit, hampir jatuh terbalik dari atas keranda.
"Pertanyaan macam apa itu?!" kini giliran saya yang membentak.
Ia menatap sinis ke arah saya. "Suamiku ada dua, lalu suami yang mana yang ingin kau tanyakan?" tanyanya lagi, dan kali ini ia berhasil membuat saya terjungkal betulan.
Saya langsung beranjak dan terbatuk mendengarnya. Baru saja berpikiran baik tentangnya, langsung di patahkan begitu saja. Mengesalkan sekali.
"Kau ini mengoleksi lelaki ya? Kok suaminya ada dua?!" protes saya.
"Terus kenapa kau yang protes?!" balasnya.
"Ya sudah. Pertanyaannya saya ulang. Suami yang telah menghamili Tante dan merupakan Ayah dari anak kesayangan Tante itu, siapa namanya?" pertanyaan saya malah jadi panjang gara-gara ulahnya.
"Bapak anakku, ya??" Ia terdiam, dan saya yakin kalau jawabannya pasti lebih buruk daripada dugaan. "Mereka kolaborasi sih. Dua bapak, menjadi satu anak."
"Tidaaaaaaak!!" Saya menjerit histeris, bak jari yang sedang terjepit pintu. "Baaaapaaakmu salto belakang pakai behaaa!!!" pekik saya kesal. Benar kan apa yang telah saya duga. Jawabannya pasti di luar jangkauan anak-anak.
"Tante dengar ya. Maaf nih kalau tersinggung. Tapi, apakah semasa hidup, Tante ini seorang l*nte? Anaknya pakai bin rame-rame?? Jadi karena hal itu, Tante kena adzab, kuburnya banyak daki, dan tidak di terima bumi?"
Plaaak!!
Ia langsung menampar wajah saya, lagi. "Hahaha, tak tersinggung bapakmu ****** sapi!! Aku tersinggung mendengar perkataan mu itu! Bisa-bisanya kau berpikiran begitu!!" gerutunya.
Saya mengusap wajah saya sendiri. "Baru kali ini kena tampar pocong, mana yang nampar pocong gosong pula." gerutu saya.
"Lalu untuk apa kau menanyakan masa laluku? Aku saja sudah melupakannya." tukasnya.
"Kan yang pertama kali memancing obrolan itu Tante sendiri. Malah menyalahkan orang lain. Saya sumpahi, sebelah kaki Tante menginjak tai. Jadi melompatnya pincang-pincang." balas saya lagi.
"Kau ini, suka sekali bicara tai! Mau ku suapi pakai tai melatimu? Biar ada sensasi coklat-coklat pait?"
Saya memasamkan wajah. Ternyata dia lebih jorok ketimbang saya ketika membahas masalah tai. Tapi, sepertinya ada yang sedikit aneh. "Tante bilang.. saya suka bicara mengenai tai?? Bukankah saya jarang mengatakan hal itu pada Tante? Kenapa bisa menyebut sering sekali?" tanya saya, heran.
Ia terkesiap, terbelalak, mengerjap cepat lalu menggelengkan kepalanya. Gelagatnya mendadak aneh. Ya, Tante ini aneh sekali.
"Ah! Banyak omong kamu! Cepat habiskan makananmu, setelah itu aku akan mengajari pengenalan padamu mengenai kekuatan yang di miliki oleh para hantu. Kau harus menyimak dengan baik. Nanti di akhir pengajaran, aku akan mengajukan pertanyaan padamu."
"Penguasaan ilmu hantu ini bisa membuatmu mengendalikan kekuatan dengan baik, tidak seperti asal mengeluarkan saja sampai menarik perhatian hantu lain dan juga manusia sakti." ucapnya dengan wajah ketus.
Saya mengeratkan gigi. "Seperti guru galak saja! Tapi tak apa, saya suka kok di beri pertanyaan." timpal saya sambil meraup semua melati dan melahapnya sekaligus.
"Sudah habis? Apa kau ingin ku jelaskan sedikit mengenai kekuatan yang dimiliki para hantu?" tanyanya. Saya mengangguk sembari mengunyah makanan. "Jadi begini, dalam pelajaran tentu saja kau mengetahui mengenai pelajaran dasar bukan?? Sama halnya dengan para hantu. Hantu ini memiliki kekuatan dasar, dalam artian.. semua manusia yang menjadi hantu, pasti memiliki kemampuan tersebut."
"Apakah contohnya seperti terbang dan tak terlihat?" terka saya. Tamusong menganggukkan kepalanya.
"Nah, kau benar. Semua hantu pasti bisa terbang dan tak terlihat. Itulah yang di sebut kemampuan dasar. Tapi tidak hanya itu saja, ada banyak kekuatan dasar yang dimiliki para hantu."
"Yang pertama adalah terbang, menghilang, menembus benda padat, merayap di atap dan juga dinding, membuat manusia takut dan merinding. Semua itu adalah kekuatan wajib. Jadi semua hantu harus memiliki semuanya tanpa terkecuali."
"Yang kedua adalah dapat menyerupai manusia atau makhluk lain. Ini adalah tahap dasar yang lebih tinggi dari yang pertama. Menyerupai yang ku maksud adalah dalam artian untuk menakuti manusia."
"Misalnya di suatu daerah, ada yang baru saja meninggal. Hantu bisa menyerupai orang yang meninggal tersebut dan berkeliling desa untuk menakuti orang-orang yang mengenalnya. Atau, kau bisa menakuti manusia yang sedang sendiri di rumah dengan menyerupai orang yang ada di rumah tersebut."
"Syaratnya cukup sederhana. Kau cukup melihat dan membayangkan wajah orang yang ingin kau tiru. Tapi, itu harus berlangsung paling lambat satu Minggu untuk pengenalan wajah. Tidak lucu kan, kalau kau menyerupai manusia tapi dengan sedikit kecatatan atau ada perbedaan."
"Lalu yang ketiga adalah, tahap dasar yang paling tinggi." Ia terdiam, hanya untuk melihat bagaimana raut wajah saya sekarang.
"Apa itu?"
Ia mendengkus senyum. "Tahap ini, adalah merasuki jiwa manusia." ucapnya. Saya tiba-tiba saja merinding mendengarnya.
"Merasuki jiwa manusia?" Saya mengulanginya.
"Ya. Tahap ini cukup rumit, dimana kau harus menemukan kecocokan pada sesuatu yang ingin kau rasuki. Momen dan juga situasi sangat di perhitungkan. Pikiran dan juga jiwa manusia perlu di pertimbangkan agar kau berhasil masuk."
Saya memiringkan kepala sedikit. "Momen apa yang perlu di pertimbangkan itu?"
Tamusong mengeluarkan tangannya, lalu mengangkat satu jarinya. "Satu, momen dan situasi di mana manusia itu hanya sendiri. Sendiri di sini tak harus benar-benar sendiri. Tapi kita berbicara tentang jiwanya. Merasa kalut, sedih, tak mempercayai seseorang, khayalan yang terlalu tinggi dan selalu ketakutan."
Ia mengangkat dua jarinya. "Dua, dia harus merasa sangat ketakutan, entah itu karena situasi yang sengaja kau ciptakan, atau dia memang takut pada cerita-cerita seram yang sengaja di cari atau di dengar."
Ia melanjutkan mengangkat jari ketiganya. "Tiga, dia berada di tempat yang angker, atau daerah kekuasaan para makhluk halus."
"Dan yang terakhir.." Ia mulai menurunkan tangannya. "Jiwanya harus kosong, dalam artian.. suka atau selalu melamun."
"Yang terakhir adalah kesempatan emas, dan kita paling cepat merasuki jiwa mereka." terangnya.
Saya menganggukkan kepala. Cukup jelas dan sangat detil. Seperti masuk di dunia fantasi saja ya dunia perhantuan ini. Mirip seperti novel terbaru yang sangat suka saya baca. Harry Raya naik sekuter. Alias Harry Potter.
"Intinya, kau harus menguasai ketiga kekuatan ini dulu. Baru kau bisa mengendalikan kekuatanmu. Nanti, resapan energi dari ketakutan manusia, tak akan membuatmu merasa sakit lagi, melainkan merasa nyaman. Kau harus kuat, lebih kuat daripada manusia sakti dan juga para hantu yang terkenal." lanjutan ucapannya membuat saya mengernyit bingung.
"Tante selalu berkata mengenai harus menjadi kuat dari para hantu. Memangnya kenapa harus melakukan itu? Bukankah menjadi kuat agar tak di ganggu saja sudah cukup?" protes saya, membuatnya menatap sengit ke arah saya.
"Itu memang sudah cukup bagimu. Tapi, kau akan merasa itu perlu ketika sudah lama menjadi hantu. Kau harus tau, kita menjadi seperti ini tidak dalam jangka waktu satu atau dua hari. Tapi selamanya.. Selama-lamanya.."
"Kau tak bisa lari dan bersembunyi, atau menghalau frekuensi, karena di sudut mana pun, terisi oleh para hantu. Apalagi manusia sakti, mereka bisa menangkap dan menyimpanmu di dalam botol sebagai koleksi. Jadi, lebih baik menjadi kuat untuk melindungi diri sendiri."
"Targetku cuma satu, dan aku ingin mencapainya bersamamu."
Saya menyipitkan mata ke arahnya. "Hah? Memangnya apa itu?"
"Hidup di suatu tempat yang damai, tanpa di ganggu oleh siapapun. Tapi meski terasingkan, nama kita terkenal di seluruh penjuru. Sebagaimana Nyi Roro kidul yang terkenal di pantai selatan, aku juga ingin kita terkenal dan hidup di satu tempat saja, sebagai sesuatu yang di sebut jalan untuk pulang." tukasnya lagi.
.......
.......
.......
.......
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Elly Julia
mksh thor komen aq dbca sm km lope"deh buat authorny❤️❤️
2024-02-14
0
Elly Julia
aku ko heran y ko authorny bs bnr"tau tentang perhantuan? observasi dmn y dy?🤭bs nyambung bgtu bnr" penulis jenius
2024-02-13
0
Aliz
Bisa aja ya balesnya kuun😂
2023-04-29
0