Suasana malam kian memudar. Perlahan-lahan langit sedikit hitam kebiruan, pertanda gelap akan segera lenyap. Jalanan yang semula sepi, kini di ramaikan oleh para pedagang yang berlalu lalang di jalan untuk mulai menjajakan barang jualan ke pasar.
Saya terbang dengan kedua tangan di depan dada serupa paruh atau moncong ayam, tak lupa dengan kepala yang sejak tadi saya gerakkan ke kiri dan kanan, mengamati sekitar, apakah ada hantu padang pasir seperti tokek dan sebagaimana di lapangan bola gersang ini?
Lapangan ini terasa luas tanpa batas ketika gelap. Seolah-olah pasir ini tak ada ujungnya. Lapangan bola ini terkadang di gunakan untuk acara pasar malam dan sering terinjak-injak, mungkin karena itu rumput tak sudi tumbuh di sekelilingnya.
Usai melewatinya, ada sebuah jalan aspal yang terpotong oleh lapangan. Naik sedikit saja ke atas sana sudah membuat saya sampai di depan gerbang utama sekolah.
Saya menghela napas ketika harus kembali ke tempat ini. Bukan tanpa alasan, kalian sendiri tahu kalau saya di kucilkan oleh mereka semua. Bersama Tante muka gosong lebih menyenangkan, sepertinya.
Saya mulai terbang perlahan melewati gerbang sekolah. Ketika hendak melewati, cahaya aneh kebiruan membuyarkan pandangan. Saya menutup mata dan melindunginya dengan kedua tangan.
"Uuh!! Perih sekali!!" Saya mengeluh.
Bodohnya, saya lupa mengenai jalur pelalu yang di ucapkan oleh Tante muka gosong. Harusnya saya lewat samping sekolah dan tembus ke koperasi. Kenapa juga saya masuk lewat gerbang, memangnya akan ada satpam atau penjaga sekolah yang menyapa seperti biasanya??
Ngomong-ngomong tentang penjaga sekolah...
Bang Wanto!
Benar.. kemungkinan kiyai yang di sebut Tamusong adalah Bang Wanto. Bukan tanpa alasan ia disebut pawang sekolah. Nyatanya setelah menjadi hantu, saya sendiri merasakan kekuatan perlindungan yang ia berikan di setiap pekarangan sekolah, meskipun ia tak menutup akses jalur pelalu, tapi.. bagi hantu itu seperti hadiah khusus darinya. Ia tak bermaksud memenjarakan kami di tempat ini, dan memberikan jalur pelalu sebagai sarana tempat bermain kami ke tempat lain.
Sudah beberapa waktu menjadi hantu, saya tak melihat keberadaannya sama sekali.
Sebelum masuk ke dalam sekolah, saya mengamati sekeliling. Tidak perlu menjauhi para hantu yang membenci saya untuk menghindarinya, cukup merubah suasana hati agar saya tak berada pada frekuensi yang serupa dengan mereka.
Kalau para hantu itu mati karena di bunuh, tentu saja mereka merasa sedih dan kecewa akan jalan hidup mereka. Kalau saya berada dalam kondisi tersebut, saya bisa saja kembali melihat mereka. Lalu, kondisi yang berbanding terbalik dengan mereka adalah...
Merasa senang atas kematian ini.
Memang konyol, tapi untuk apa merutuki hal yang sudah terjadi. Meski kecewa dan marah pun tak akan membuat saya hidup kembali. Jadi, sebaiknya menerima kenyataan yang ada itu hal yang lebih baik.
"Ayoo, bersenang-senang lah dan bernyanyi. Kita harus mensyukuri apa yang terjadi. Syukur aku sembahkan kehadiratmu, tuhaaaaan~" gumam saya sambil celingak-celinguk mengintip ke dalam koperasi.
"Yah, di dalam sini tak ada sisa keripik singkong kah?? Kalau jadi hantu, tak perlu membayar uangnya kan??" gumam saya seorang diri.
"Mana ada hantu kuntilanak yang memakan keripik singkong!" sebuah suara tiba-tiba muncul di belakang, membuat saya terkesiap dan menoleh.
Saya mengernyit, melihat seorang Ibu-ibu yang memakai topi caping dari bambu. Ia membawa pisau sadap yang berbentuk melengkung dengan sedikit lengkungan kecil pula di ujung matanya. Setahu saya, pisau itu di gunakan untuk menyadap pohon karet.
"Petani?" terka saya. Ibu itu hanya terdiam dan melewati saya. Tak perlu bertanya apa alasan seorang petani berada di gedung sekolah, karena sebelumnya, tempat ini adalah lahan karet milik Ayah.
Saya mengernyit selepas ia pergi. Korban Ayah bukan cuma mahasiswi, tapi juga perempuan seperti tadi. Tapi, bukannya Ayah hanya menumbalkan darah perawan?? Memangnya Ibu tadi masih perawan kah??
Apa jangan-jangan... perawan tua??? Apa saya tanyakan saja? Tapi kalau dia tersinggung dan menyambit saya menggunakan pisau sadap, bisa jadi karet saya.
Lebih baik saya berkeliling sekolah untuk mengetahui jalur pelalu yang ada. Kalau sudah tahu rutenya, akan lebih mudah untuk berkeliling dan mengunjungi Tante muka gosong melalui jalur lain dan mengagetinya. Kihihihi...
Saya mulai terbang lurus melewati selasar koperasi. Memang tak terlihat hantu sama sekali kecuali petani tadi. Apakah petani tadi senang menjadi hantu dan mati?? Aneh!! Tapi, frekuensinya berada di titik saya.
Selepas melewati selasar koperasi, kini saya berada di sebuah lapangan yang saya ketahui sebagai lapangan upacara, dimana banyak pohon besar yang tertanam di sana. Lapangan ini besar dan dua kali lipat. Di dataran yang agak tinggi, itu biasa di gunakan untuk upacara. Lalu ada dataran yang tiga kaki lebih rendah dari yang sebelumnya. Tiga anak tangga berada di tengah, dan pohon-pohon pinus berjejer membatasi dataran yang tak sama rata tersebut.
Di atas pohon itu pun bertengger teman-teman baru saya. Yah, tak tahu sih mereka menganggap saya teman atau tidak, tapi gelagat mereka cukup aneh dan janggal. Kalau jadi manusia, tentu saya akan lari terbirit-birit melihatnya. Seram sekali duduk di pohon besar dengan benalu dan lumut yang menutupi pohon serta dahannya, di tambah lagi mereka terlihat mencolok dengan pakaian putih di kegelapan.
Di dataran bawah, tepatnya di depan ruang biologi, ada sebuah pohon beringin yang biasa di gunakan untuk duduk dan bersantai kala istirahat. Pohon beringin itu tampak rindang dan teduh. Di atas sana, seolah menjadi tempat bermain atau nongkrong yang asik di penglihatan saya. Belum lagi akarnya yang menggantung, rasanya ingin naik ke sana dan bergelantungan seperti orang utan.
Pendapat berbeda di rasakan jika saya masih hidup, entah kenapa setelah jadi hantu.. itu seperti tempat wajar yang tak menyeramkan sama sekali di kala gelap.
Tengah sibuk mengamati sekitar, saya mendengar suara tetesan air dari atas. Seperti suara kucuran air teko ke dalam gelas. Saya menunduk ke bawah, melihat linangan air yang menggenang, lalu menengadah ke atas karena meyakini ada pelaku di baliknya.
Ketika mata saya menilik, sesosok wanita berbaju putih tengah berjongkok sambil menatap ke arah saya melalui sel*ngkangannya.
Saya bergidik geli. "Hei!! Kau mengencingi saya?! Memangnya kau kira saya toilet umum!!" bentak saya kesal.
Bukannya merasa bersalah, ia malah terkikik geli melihat raut wajah saya. "Hihihi, lalu kamu mau aku buang air di toilet?? Jangan gila!" Ia malah balas mengatai saya.
Saya mengernyit. "Kenapa memangnya buang air di toilet? Bukankah toilet memang tempat untuk buang air? Entah itu buang air kecil, air sedang atau air besar! Ya itu toilet tempatnya!" balas saya.
Ia terdiam sesaat. "Apa itu buang air sedang? Baru pertama kali aku mendengarnya."
"Haaa? Tak tahu buang air sedang?? Itu kencing sambil kecepirit sedikit." sahut saya.
"Hihihihi, hihihihi.." Ia malah menertawakan penjelasan saya.
"Hidih!! Malah nyinyinyinyi bukannya mikir! Ya sudah, saya mau jadi hantu yang beradab dan kencing di dalam toilet, bukan di muka! Kamu pikir ini akuntansi apa? Pendapatan di terima di muka!!" gerutu saya sambil terbang meninggalkannya.
"Hihihi, biasa hantu baru. Masih merasa jadi manusia." gumamnya pada hantu di sebelahnya, yang tak terlihat oleh mata saya. Beda frekuensi sepertinya.
Saya mengabaikan sambil terbang menuju toilet laki-laki. Kebetulannya jalur pelalu juga mengarah pada tempat ini. Saya juga sudah berapa jam tidak buang air kecil dan besar, setidaknya saya bisa melakukannya di sana kan??
Saya melewati selokan sebesar satu inci dan hendak memasuki pintu toilet. Ketika tangan saya hendak menyentuh dan membuka pintu, tubuh saya malah terdorong dan menerobos masuk begitu saja.
Kaget?? Sedikit sih. Ini hanya perihal kebiasaan saja. Saya sudah terbiasa membuka pintu untuk memasukinya, tidak untuk langsung menembusnya.
Kepala saya masuk setengah ke bagian dalam toilet, menilik sekeliling sebelum masuk ke dalam sana. Tidak akan ada hantu yang mengejutkan jika saya masuk kan?? Saya kan hantu, masa' sih di kejutkan juga??
"Assalam- uph!!" Saya menutup mulut sendiri. Ini kan toilet, kenapa malah memberi salam ketika masuk ke dalam sini?? Aneh-aneh saja. Memangnya akan ada setan yang menjawab, "Waalaikumsalam, silakan dinikmati taiknya."
Bagian dalam toilet tampak gelap, tapi ini bukan hal yang dapat mengganggu pandangan saya. Ini terasa biasa dan menyenangkan. Rasanya mata ini memiliki kemampuan kamera mahal seperti milik Ayah. Kamera apa itu namanya.. Lupa!
Suasana toilet ini bersih. Meski lantainya tak mengkilap tapi terlihat kering, cerminnya ada yang jernih dan juga kotor, seperti kepuh dan tertempel noda jemari. Kenapa kebersihan ini sedikit membuat takut ya??
Apakah ini alasan kenapa tempat kotor itu selalu di hinggapi hantu? Karena mereka menyukai tempat kotor, basah dan bau. Toilet ini lumayan bersih, jadi kelihatan menakutkan untuk di masuki. Tapi beruntungnya, lampu toilet ini di matikan, jadi efek menyeramkan dari kebersihan itu hilang begitu saja.
Setahu saya, kala masih hidup pun, kita tak boleh membiarkan satu ruangan kosong dengan lampu yang di matikan selama tiga hari berturut-turut. Itu bisa di pakai jin sebagai tempat tinggalnya. Seperti rumah kosong yang sudah lama tak di tempati, itu bisa menjadi tempat tinggal mereka.
Sekolah kebanyakannya sih begitu. Sudah malam hari di tinggali dan sepi, beberapa lampunya di matikan pula. Pantas saja sekolah-sekolah di Indonesia itu terkenal angker, di luar negeri tak pernah mematikan lampu sekolahnya di malam hari tuh.
Usai mengomentari dan membandingkan kehidupan manusia dengan hantu, saya beralih ke salah satu bilik toilet yang pintunya tertutup. Saya masuk ke dalam sana secara random dan mengangkat baju partai panjang ini ke atas.
Saya mengeluarkan sebuah benda pusaka kepunyaan laki-laki dan mengarahkannya tepat pada lubang kloset.
Saya menengadah ke atas lalu menatap lubang yang akan menjadi sasaran tembakan saya, ketika melakukannya..
Tiba-tiba saja di dalam sana muncul sebuah kepala yang rambutnya basah karena cairan kental kemerahan. Mata saya terbelalak, melihat kepala tersebut naik perlahan ke atas dan kedua matanya memelotot ke arah saya.
Yang menyeramkan bukan hanya itu saja, tapi karena kepala itu tampak memakan kotoran yang ada di dalam toilet.
"Uph!! Huuekkk!!" Saya memuntahkan sesuatu, dan setiap memuntahkan cairan, maka yang keluar adalah darah. Saya tertunduk, menahan perut saya yang terasa terbalik.
Makhluk itu tertawa dan berkumur menggunakan kotoran tersebut. Ia semakin menjadi-jadi melihat raut jijik dari wajah saya.
"A.. apa-apaan kau?? Kenapa kau.. memakan taik? Tidak ada makanan lain, hah? Kau pasti belum pernah mencoba makan kolak ubi! Itu lebih enak dan bermartabat ketimbang tai!!" gerutu saya dengan tubuh yang gemetaran.
Ia kembali terkekeh. "Bicara apa kau? Semua hantu, memakan kotoran ini. Dan rasanya... nikmat sekali." lanjutnya.
Apa lagi ini...
Tante muka gosong, tolong jelaskan semua ini!! Kau bilang hantu itu memakan darah, tapi kok yang ini makan tai?
"Heh! Kau jangan sembarangan kencing di kepalaku! Aku sudah mati selama ribuan tahun! Anak baru sepertimu harusnya magang dulu dan belajar yang banyak tentang kebiasaan hantu! Dan jangan mencampuri makananku dengan air kencing mu itu!" bentaknya.
Saya terkesiap dan menyimpan benda pusaka saya. Jadi, ini alasan si kuntilanak tadi kencing sembarangan? Karena toilet yang biasa di gunakan manusia untuk buang air kecil, merupakan sumber makanan para hantu. Dan hantu tak boleh buang air kecil di kloset, karena akan bercampur dengan makanan hantu?
"Kenapa kau masih diam di situ?!" bentaknya lagi.
"Galak sekali!! Taik di mulutmu keluar-keluar tuh! Menjijikkan!! Lagi pula kenapa kau bisa makan taik? Kau masuk sampai ke dalam lubang kloset itu?!" keluh saya, mengomentari ulahnya.
Ia terkekeh mendengarnya. "Kau tahu, toilet umum merupakan sarang dan tempat tinggal para hantu, karena apa?" tanyanya. "Karena kebanyakan manusia-manusia itu mengabaikan kebersihan di tempat umum. Kencing tapi tak langsung di siram, atau buang air besar tapi membiarkannya begitu saja." terangnya.
Jadi, dia makan taik karena tidak di siram oleh manusia? Bukan masuk ke dalam lubang dan mengambilnya di septik tank? Berarti benar kata Tante muka gosong, kalau sudah masuk ke dalam penampungan, hantu tak bisa lagi memakannya.
"Terkadang itu bukan karena kesalahan mereka juga." Hantu ini melanjutkan. "Karena para manusia hanya bisa membangun tempat, tapi tidak dengan prasarananya. Maksudnya, mereka membangun toilet, tapi tak menyediakan air dan juga gayung serta sabun di dalamnya. Tentu saja para manusia yang memakai tempat ini tak bisa menjaga kebersihan karena kendala tersebut."
"Makanya, toilet umum merupakan tempat tinggal yang bagus, karena di sertai dengan makanan para hantu. Dan itu sangat menguntungkan bagi kita. Apakah.. kau mau mencoba memakan kotoran manusia?? Cobalah.. kalau cocok, kau bisa keluar dari tempat ini-" Ia menyeringai sambil menatap wajah saya, membuat saya menekuk alis.
"...Dan mengikuti salah satu tubuh manusia yang membuang kotorannya." terangnya sambil terbelalak, hingga bola matanya hampir keluar.
"Kau bisa.. menempel dan tinggal di dalam tubuh manusia jorok itu. Manusia, yang kau makan kotorannya." ucapnya lagi.
"Apa-apaan kau ini?" gerutu saya, tak paham dengan ucapannya.
.......
.......
.......
.......
...Bersambung......
.
.
.
Note :
"Kebersihan adalah sebagai dari iman."
Jangan lupa jaga kebersihan ya Kunations, karena setan menyukai tempat-tempat yang jorok dan kotor, terlebih lagi kamar mandi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Apri Liani
lagi makan pisang goreng dan pas baca part ini.. kebayang ga noh jadi seberapa mualnya gue
2023-10-16
0
Candra Candra
sy juga paling takut kalo lewat sekolahan berasa bgt gelap tapi kaya ada yg liatin..hihhh seremmmm
2022-05-27
3
Ucci Gibran
🤣🤣🤣🤣
2022-05-21
2