Saya mengangguk-anggukkan kepala menatapnya. Sengaja untuk melihat reaksi apa yang akan ia tunjukkan. Meskipun berpikiran buruk, baik hantu maupun manusia selalu menilai seseorang dari wujudnya. Tapi, kenapa terlalu sulit bagi saya untuk mempercayai seseorang??
Sebenarnya, apakah Tamusong ini baik atau menyimpan sesuatu dari niat baiknya. Dan kenapa harus bersama saya? Kenapa harus saya yang ia pilih untuk tinggal bersama ke suatu tempat yang bisa dijadikan tempat pulang? Apakah sebegitu cintanya ia pada anak lelakinya? Tapi, apakah benar dia memang punya anak? Atau itu hanya adik yang di anggapnya anak sendiri? Seperti Yuk Arsya?
"Heh bocah ubah! Kenapa kau senyum-senyum begitu? Kau sedang meledekku ya?" terkanya.
"Tak ada. Kenapa kau selalu mencurigai Saya sih Tante? Memangnya muka Saya ini seperti muka-muka yang senang meledek orang lain?" keluh saya.
Ia mendatarkan wajah dan masih menahan pandangannya. "Ya, wajahmu memang seperti itu." balasnya.
"Curigaan sekali! Saya hanya takjub saja mendengarnya. Jadi, para hantu memiliki kekuatan dasar yang harus di kuasai agar bisa mengendalikan kekuatan yang lebih hebat lagi? Saya telah berhasil melewati tahap pertama, tapi untuk tahap menyerupai manusia.. saya belum pernah mencobanya. Apakah saya bisa mencobanya sekarang?? Sekalian unjuk kebolehan, saya rasa kekuatan hantu itu mudah sekali di kendalikan." ujar saya berlagak. Padahal kala pertama kali menjadi hantu, saya terbang bagaikan jeli yang di lempar ke dinding, saking sulitnya mengendalikan hal itu.
Ia terkesiap mendengar ucapan saya. "Kau mau meniru wajah siapa memangnya?"
"Bebas memilih ya?? Tadinya saya pikir ada kriteria khusus.. Apa saya juga bisa bebas merasuki manusia? Mana ya manusia yang lewat?" gumam saya sambil celingak-celinguk ke kanan-kiri, membuat Tante muka gosong mengernyit sebal.
"Heh! Mana bisa merasuki seseorang yang lewat. Kau pikir semudah itu?! Apa kau tak mendengar syarat merasuki manusia yang sudah ku jelaskan tadi? Hah?! Sudah berbusa mulutku kau buat, malah tak mau dengarkan sama sekali ucapanku itu!" keluhnya kesal. Ia selalu jengkel melihat saya, memang sumbu pendek.
"Iya dengar! Bercanda saja kok itu. Kenapa galak sekali sih, seperti Ibu tiri saja!!" gerutu saya dengan bibir yang mengerucut.
Ia menyipitkan mata menatap saya. "Lagipula kau ini ada-ada saja. Tahap dasar kedua saja belum pernah kau lakukan, langsung mau masuk ke tahap ketiga segala. Kau kira ilmu itu bisa melompat-lompat? Ikuti prosedurnya!" ujarnya.
"Halah!! Rumit sekali ilmumu! Ilmu itu fleksibel loh Tante! Kau tak harus mengikuti rumus mutlak kalau bisa menciptakan rumus sendiri yang lebih mudah dan menghasilkan jawaban yang sama. Jadi tak ada istilah lompat-lompatan begitu! Oh saya tahu!" Saya menatap sinis ke arahnya. "Jangan mentang-mentang Tante ini Poci, jadi seenaknya saja mengajari orang melompat-lompat begitu?"
"Yang mau melompat-lompat tahap itu kamu!!" bentaknya lagi. "Yang maha esa, tolong hamba.. saya sediiiih sekali menghadapi bocah ini." gumamnya sembari menengadah ke langit. "Hah, untung saja aku hanya bertemu denganmu di malam hari. Kalau bertemu dua puluh empat jam, bisa mati berkali-kali aku saking stresnya!" keluhnya sambil menghela napas panjang, dan kembali menatap saya.
"Kalau tak boleh melompat-lompat, ayo ajari saya bagaimana cara menguasai tahap dasar kedua? Itu, hantu yang menyerupai manusia, kan?" tanya saya lagi.
Ia mengangguk kan kepalanya. "Ya, kau harus menguasai ilmu untuk menyerupai manusia. Kau bisa memulainya besok pagi."
Tubuh saya langsung lemas ketika mendengarnya. "Haaaah! Lama sekali? Kenapa harus besok pagi? Kenapa tidak sekarang saja?" gerutu saya sambil merengek.
"Kau ini banyak protes sekali! Ikuti saja apa yang ku katakan. Untuk menyerupai manusia, maka kau harus mengenali mereka dulu. Lihat wajahnya, kenali dan hafalkan ciri-cirinya. Kau harus menyimpan hal tersebut diingatanmu." Ia mulai menerangkan.
"Pilih salah seorang siswa atau siapapun yang ada di sekolah. Kau harus selalu berada di dekatnya dan melihatnya dalam waktu tertentu. Lihat siapa saja temannya, apa saja kebiasaannya, cara berdiri dan berjalannya. Di mana tempat favoritnya. Ikuti semua itu."
Saya terdiam dan menyimak. Jadi, kalau ada hantu yang menyerupai manusia, artinya hantu itu sudah berada cukup lama di dekatnya. Lumayan merinding juga sih kalau saya jadi manusia. Di mana saya berada, saya tak tahu ternyata ada makhluk lain yang memperhatikan lekat-lekat. Jangan-jangan, hantu tipe ini bisa mengetahui aib saya??
Gawat! Waktu itu saya pernah ke toko jualan kacang bersama Ayuk. Ayuk membeli kacang merah dan saya sibuk mengupil. Setelah itu upilnya saya tempel ke salah satu kacang merah yang di jual. Ini berbahaya!!! Saya sampai shalat tobat karena merasa berdosa kalau upil itu sampai di jadikan bubur kacang oleh orang lain.
"Setelah merasa yakin, kau bisa mulai mencontoh apa yang mereka lakukan." Tamusong kembali menjelaskan, membuat keresahan saya hilang sesaat. "Dan tunjukan itu pada orang terdekatnya. Jika orang terdekat itu merasa takut, artinya kau berhasil melakukan hal tersebut. Berarti, tahap ilmu dasarmu naik satu tingkat." jelasnya.
Semakin lama berbicara, Tamusong mulai menunjukkan kecerdasannya. Meski di awal pertemuan ia terlihat bod*h karena tak pandai menjelaskan sesuatu, tapi semakin kesini, ia terlihat seperti Tante guru sungguhan. Cerdas dan menaw-, ah, tak jadi. Dia tak menawan, dia gosong.
"Mm, oke! Saya paham sekali. Tapi, kalau melakukannya sekarang sebagai percobaan, apakah bisa?? Boleh saja kan?" Ia langsung menoyor kepala saya, membuat saya mengernyit kesal karena ulahnya. "Aduuuh!! Jangan main kepala dong! Mengesalkan sekali!"
"Kau juga mengesalkan! Kan sudah ku jelaskan tadi, katanya kau mengerti, tapi masih saja mau mencobanya sekarang, mana bisa di lakukan!!" pekiknya.
Saya menutup telinga saking bisingnya, tak lupa ikut berteriak untuk membalas suara besarnya. "Aduuuh!! Di dekatmu bisa membuat saya menjadi orang utan!! Jangan berteriak-teriak, bicara biasa saja sudah saya dengarkan kok!" keluh saya, sambil melepaskan kedua tangan dari telinga.
"Buktinya apa? Kau tak mendengar penjelasan ku kan?" sanggahnya. Benar-benar ya, dia suka sekali menimpali saya dalam hal berdebat.
"Makanya saya bilang pada Tamusong, jangan marah-marah dulu. Coba diam dan dengarkan! Saya beritahu pada Tante ya, lebih baik disuruh bicara karena selalu diam, daripada di suruh diam karena banyak bicara!" Ia terdiam sambil memiringkan bibirnya, selepas mendengar ucapan saya.
"Ya sudah, aku akan diam. Lalu cepat jelaskan, bagaimana kau bisa menyerupai manusia kalau kau tak pernah melihat mereka terlebih dahulu? Mengikuti prosedur saja belum tentu bisa berjalan sesuai yang diinginkan, apalagi kalau kau asal-asalan tanpa mengikuti arahan ku. Memangnya bisa kau lakukan?" tanyanya.
Saya mendengkus sambil melipat kaki di udara. "Ya mudah saja sih untuk di lakukan. Cukup dengan meniru wajah orang yang saya kenal semasa hidup. Bukankah itu menjadi jalan pintas?" Ia mengerjap mendengarnya.
"Saya sudah mengenal dan mengetahui mereka terlebih dahulu, jadi tahap peniruannya akan lebih mudah ketimbang baru mempelajari hal baru pada orang baru. Tak lucu kan, kalau mencoba meniru wajah seseorang, tapi malah gagal. Belum sempat menakuti manusia, mereka sudah tahu lebih dulu kalau saya ini setan. Jadi kan ketakutannya tak keren!"
Tamusong mengernyit sambil melirikkan matanya ke atas. "Mm, meniru wajah orang yang kau kenal semasa hidup??" gumamnya, seolah-olah itu baru terpikirkan olehnya. "Benar juga ya, sama sekali tak terpikirkan olehku kala mencobanya. Kalau meniru wajah orang yang kau kenal, tentu keberhasilannya lebih besar lagi. Kau sudah hafal wajahnya, gaya bicaranya, gaya berjalannya, suaranya, sifatnya, dan hal-hal yang mungkin tak di ketahui hantu lain dalam jangka waktu satu minggu. Benar juga ya." Ia masih terus bergumam. "Memangnya wajah siapa yang ingin sekali kau tiru?" tanyanya sambil kembali menatap saya.
Saya ikut mengernyit sambil melirikkan mata ke atas. Bukan bermaksud untuk meniru gayanya tadi, tapi saya juga sedang berpikir untuk meniru wajah seseorang.
"Mm, enaknya wajah siapa ya?? Kalau wajah Ayuk saya, bagaimana? Dia cantik loh, apa Tante ingin melihatnya juga??" Tamusong langsung menggelengkan kepalanya, sambil menatap saya dengan malas. "Atau.. wajah Mbak Ina?? Dia ART saya yang baik hati, wajah dia boleh kah?" lanjut saya, dan Tamusong tetap memberikan wajah serupa, tanpa berniat untuk mengubahnya.
"Kenapa harus perempuan? Itu sulit tahu! Bagusnya sih, laki-laki harus meniru wajah laki-laki juga." potongnya.
"Memangnya kenapa?" protes saya.
"Tidak kenapa-kenapa sih Kuno, hanya saja ada perbedaan sikap antara lelaki dan perempuan kan. Kalau aku, sebagai wanita lalu kau suruh menyerupai laki-laki, biasanya aku akan berubah menjadi lelaki yang genit. Kalau kau ingin berubah menyerupai perempuan, sikapmu pasti tetap seperti laki-laki. Yang berubah hanya wajahnya saja."
"Kalau menyerupai dan langsung ketahuan manusia, apa bedanya dengan dirimu yang muncul dengan wujud hantu asli. Membuang-buang tenaga saja kan? Makanya aku menyuruhmu mengamati dan meniru, agar tak ada yang menyadari kalau kau bukanlah orang yang asli, melainkan hantu. Kau harus menunjukkan perbedaan itu sedikit demi sedikit. Kalau sudah ada kedekatan intens dengan calon korban, baru tunjukkan wujud aslimu padanya. Pasti dia akan kencing di celana! Tapi ingat, lebih mudah lagi kalau satu gender di bandingkan gender yang berbeda. Mengerti, kan?" terangnya panjang lebar, tak lupa menyelipkan pertanyaan di ujung kalimatnya.
Saya membesarkan kedua mata, hingga mata bulat saya terlihat sempurna. "Woaaaaah!! Sepertinya seru juga! Boleh boleh!! Kalau begitu saya harus meniru wajah seorang lelaki ya??"
"Mm, tapi wajah siapa ya?? Wajah siapa yang harus di tiru?" gumam saya seorang diri, sambil mengusap dagu dengan jempol serta telunjuk.
Saya berpikir keras, memilah wajah lelaki yang muncul berkali-kali di pandangan saya. Entah kenapa, beberapa orang terlihat samar dan tak terlalu jelas. Apakah karena saya tak setiap hari bertemu dengan mereka?? Wajah lelaki mana ya?? Yang mana??
Tiba-tiba saja wajah orang itu terbayang di ingatan. Saya tak banyak circle pertemanan, jadi orang yang saya lihat hanya itu itu saja. Kalau di suruh meniru wajah seorang lelaki, maka wajah yang terpikirkan dengan sangat-sangat jelas hanya wajah orang itu.
"Ck, tidak jadi!" tukas saya sambil melipat tangan ke depan dada. Tak lupa dengan menggembungkan pipi dan menyipitkan mata.
Tamusong langsung menatap cepat ke arah saya, sedikit bingung kelihatannya. "Kau ngambek, ya? Kenapa tak jadi? Bukankah tadi kau terlihat bersemangat sekali dan memaksaku untuk meniru wajah seseorang sekarang juga? Ayo!! Menyerupai manusia yang kau kenal. Aku akan memberikan penilaiannya!" pintanya. "Kau jangan membuat aku tak sabaran begini ya!" lanjutnya memaksa.
"Kenapa juga sekarang malah Tamusong yang memaksa?!" keluh saya.
"Aku sudah menyetujui permintaanmu, jadi kau tak boleh membatalkannya! Tadi merengek-rengek mau meniru, sekarang tiba-tiba saja tak mau. Memang mirip seperti anak kecil yang cepat bosan! Ayo cepatlah! Aku ingin lihat perubahanmu!" paksanya lagi.
"Ck, yasudah kalau begitu. Jangan menyesal ya kalau melihat wajah manusia menjengkelkan ini." gerutu saya, sambil memejam mata untuk membayangkan wajahnya.
"Cepat lakukan!" desak Tamusong. Saya masih diam dan membayangkan wajahnya. "Mana? Lama sekali!" keluhnya, dan saya masih tetap diam untuk mencoba membayangkannya meski dengan sedikit kerutan di dahi.
"Oii, Kuno.. ay-"
"DIAAAAAAM!!" pekik saya kesal, sambil melotot menatapnya. "Mana bisa konsentrasi kalau Tamusong seberisik ini! Diam lah dulu, saya ingin membayangkan wajahnya itu." protes saya.
Tamusong mendadak diam dan mengatup bibirnya dengan rapat. Ia mengembangkan bibirnya, seolah memang sengaja berisik agar saya kesal dan berteriak. Saya mendengkus sambil menutup mata.
Perlahan namun pasti, lekukan mata dalam mulai terukir. Alis tegas serta rambut berwarna blonde mulai terdeskripsi. Tubuh tinggi besar nan kekarnya mulai tergambarkan. Kulit putih kemerahannya mulai mewarnai sekujur tubuhnya. Ya, semua itu terpampang jelas di ingatan saya.
Dia adalah orang yang saya cinta sekaligus benci. Dan dugaan kalian semua tepat. Dia adalah.
.
.......
^^^.^^^
Ayah saya sendiri!
Bzzzt... Bzzzzt ..
Samar-samar tubuh saya bergoyang bagikan gelombang air laut. Wujud makhluk pendek berkulit putih mulai mengubah tubuh kecilnya menjadi tinggi, dan wajah imut perlahan berubah menjadi wajah tegas dan berwibawa. Rambut putih berubah kuning keemasan, begitu juga dengan alis dan bulu-bulu lainnya. Tangan kecil kini mengubah masa ototnya menjadi kekar dan besar.
Tak ada hal aneh yang saya rasakan, kecuali membesar dengan cara spontan, seperti balon kecil yang diisi angin menjadi mengembang.
Saya membuka mata, melihat sesosok hantu pocong yang berdiri di hadapan saya. Ia terdiam, terlebih ketika mata kami bertemu pandang.
Kedua alisnya terangkat, bibirnya menganga, dan wajahnya seperti terkejut akan sesuatu. Saya dapat melihatnya mulai mematung, tak ada pergerakan sedikitpun kala saya berhasil menyerupai seorang manusia dengan menggunakan sedikit tenaga dan juga konsentrasi yang tinggi.
Ia mengerjap dan menggelengkan kepalanya berulang-ulang, memastikan apakah apa yang ia lihat kini benar atau tidak.
"Tamusong, bagaimana? Saya berubah kan? Apakah saya masih terlihat seperti Adam Suganda?" tanya saya lagi.
"Kau..." Ia bergumam, dengan mulut yang menganga dan sedikit bergetar.
"Barend Otte?" ujarnya, membuat saya terbelalak.
.......
.......
.......
.......
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Aliz
waduh kunn😂
2023-04-29
0
Erni Linda
jorok banget sih lo kun😡
2022-06-04
3
Candra Candra
hantu aja ngadepin si kun tobat ya..somplak emang tuh hantu cebol albino
2022-05-28
3