Anak Albino

Ia merasa senang atas perbuatan yang saya lakukan. Tapi.. kenapa saya sedikit curiga kepadanya?? Sebenarnya saya adalah orang yang tak pernah mempercayai orang lain, selain diri saya sendiri. Jadi, selalu terselip rasa curiga dari setiap orang yang berusaha mendekati saya.

Saya mengamati tingkah dan gerak-geriknya. Ia bilang kalau saya akan di tertawakan hantu lain kalau berbuat baik. Hantu itu tak pernah berbuat baik. Jadi, bukankah itu berlaku pada dirinya sendiri juga?

Dia telah berbuat baik pada saya, padahal sebelumnya kami tak saling mengenal satu sama lain. Di dalam gedung sekolah, ada beberapa hantu yang saya temukan, tapi tak ada di antara mereka yang berniat membantu saya seperti Tamusong ini.

Jadi, apakah ada hal terselubung yang hendak ia lakukan sebenarnya? Bukankah dengan menemani dan mengajari saya, sama saja halnya dengan melakukan sebuah kebaikan?

Tante ini sepertinya tak bisa di anggap remeh. Saya rasa dia berniat untuk memperalat saya atau semacamnya. Tapi, apa tujuannya?

Saya memandangnya tak berkedip. Raut wajahnya berubah ketika menatap wajah saya. Ya, itu adalah raut wajah khawatir. Sepertinya memang ada hal yang ia sembunyikan.

"Hoi Kuno! Kenapa kau menatapku begitu? Apa yang sedang kau pikirkan? Kau mencurigai aku akan sesuatu?" tanyanya marah, seolah merasa tersinggung dengan perbuatan saya barusan.

"Apasih? Saya kan punya mata, ya terserah saya dong mau melihatmu atau tidak." balas saya. "Selanjutnya kau ingin memberikan saya misi apa lagi?"

Ia terdiam, masih menilik dan menatap saya dengan hati-hati. "Kau baru melakukan dua hal saja. Lalu apalagi yang lainnya? Kertasmu terlihat panjang."

Saya mengendikan bahu. "Sudah habis."

Ia terkejut mendengarnya. "Kalau sudah habis, kenapa kau membawa kertas sepanjang itu?!" bentaknya kesal.

"Ya siapa tahu mau mencatat amal jariyah mu."

"Jariyah embahmu!!" umpatnya lagi. Ia menghela napas panjang, berusaha memaklumi ulah saya. Saya pun sengaja bertingkah demikian untuk melihat sejauh mana ia sabar dengan tingkah saya.

"Ya sudah, berikutnya aku akan mengajarimu bagaimana caranya setan menakuti manusia. Kalau kau berhasil di takuti, maka derajatmu akan naik satu tingkat di mata para hantu." ujarnya.

Saya menyipitkan mata menatapnya. "Memangnya ada bukti kalau saya di takuti? Kalau tak ada bukti, meski berhasil menakuti pun tetap tak akan di percaya oleh para hantu, kan?" protes saya.

Ia mengeluarkan tangan hanya untuk menepuk jidatnya. "Ah! Kau ini! Memangnya kau kira ini dunia manusia?? Tentu gaib akan menyadari kekuatan gaib dari sosok lain. Semakin kuat energi yang kau miliki, artinya kau semakin kuat di antara yang lain."

"Tidak hanya itu. Menakuti manusia bisa membuat namamu terangkat. Apalagi kalau mereka menceritakan tentang kisah seramnya mengenai dirimu. Dan yang paling menakjubkan, jika mereka sampai menyebut namamu berulang-ulang dengan rasa ketakutan. Kau akan terangkat berkali-kali lipat di mata hantu lainnya." terangnya panjang lebar.

"Memangnya, ketika manusia menceritakan sesuatu mengenai hantu, kita bisa mendengar dan mengetahuinya? Masa' dia lebih canggih dari telepon rumah sih?" gerutu saya lagi.

"Sudah ku bilang kan kalau kau jangan mencampur-adukkan dunia manusia dan dunia gaib. Kalau kau ingin bukti, sebaiknya kau lakukan saja sendiri. Karena ketika namamu di sebut, maka kau akan mendapatkan transfer energi dari manusia. Rasa takut mereka membuatmu bertambah kuat." terangnya lagi.

Saya menilik setiap perkataan yang ia ucapkan. "Apakah itu berlaku sebaliknya?" Ia terdiam dan tak menjawab. "Kalau rasa takut mereka membuat saya bertambah kuat, maka rasa berani mereka membuat saya melemah. Benar kan?" terka saya.

Tamusong melongo hingga membuat mulutnya menganga. "Kritis sekali pemikiranmu ini. Tak di sangka kau bisa berpikiran sampai sejauh itu."

"Tante saja yang pikirannya seperti sumbu pendek. Cepat marah lagi." tukas saya, membuatnya menatap sinis ke arah saya. "Sudah berumur tua, matinya juga sudah lama. Masa' sih tak bisa menarik kesimpulan dengan mudah?" lanjut saya meremehnya.

Ia mendehem. "Kau jangan sombong begitu. Meski kau mati sudah beratus tahun pun, pikiran dan otakmu masih tetap berada di level kematianmu. Sama seperti ukuran tubuhmu."

Saya terkesiap mendengarnya. "Jadi, maksud Tante.. selamanya saya akan tetap berumur enam belas tahun? Begitu juga dengan sifat dan pemikirannya?"

Ia mengangguk dengan wajah layu. Saya terdiam sesaat, berpikir sejenak kemudian...

"Yeaaaaay!!" Ia terperanjat kaget. "Artinya saya tak bertambah tua! Tetap muda dan berkulit pantat bayi." Tante muka gosong terkejut mendengar ucapan saya yang di luar jangkauannya.

"Kenapa kau senang begitu, Kuno?" tanyanya heran.

Saya menilik, menatapnya dengan menyipitkan mata. "Tentu saja saya senang. Setahu saya, umur seperti saya ini sungguh menyenangkan. Berani mengambil resiko, mental dan keberaniannya di acungi jempol. Saya muda dan bertenaga. Pikiran saya kreatif dan imajinatif. Dan lagi..."

"Saya tak perlu bekerja dan mencari pekerjaan. Atau meneruskan perusahaan Ayah. Tidak makan pun tak apa, tak akan mati kelaparan karena memang sudah mati dari sananya. Lalu, apa lagi yang tak membuat saya senang??" tanya saya, membuatnya menggelengkan kepala dan menyerah.

"Terserah mu lah Kuno! Ayo ikut aku, sekarang kita cari manusia. Aku akan mengajarimu bagaimana cara menakuti mereka." ucapnya sambil beranjak dan melompat-lompat menggunakan kakinya.

Saya terbang menyusul, menatapnya dengan bibir yang tersenyum lebar dan terkatup. Ia menyadari tatapan saya dan kembali membentak. "Apa?! Kau mau meledek karena bisa terbang dan aku melompat-lompat?" terkanya dengan amarah.

"Yah, setidaknya kalau setan ada lomba loncat karung ketika tujuh belasan. Tante lah yang menjadi juaranya." ucap saya santai sambil meninggalkannya di belakang.

"Kau kira pocong cuma aku saja?! Kalau setan ikut lomba loncat karung, tentu semua isi pesertanya adalah pocong tahu!!" serunya, membuat saya berbalik dan menjulurkan lidah ke arahnya.

Kami menunggu di tepi jalan, tepatnya di depan kuburan. Saya menoleh sekeliling, sejak tadi tak ada yang lewat kecuali mobil dan motor yang ngebut. Ternyata mengupgrade kekuatan itu serumit ini. Tapi harus tetap saya lakukan demi melindungi diri dari perburuan manusia sakti dan juga setan yang mau adu mekanik.

"Mana Tante, tak ada orang yang lewat?!" keluh saya.

Ia menghela napas dengan posisi khas para pocong, tangan yang di lipat ke depan dada. "Ck! Jangan berisik! Tunggu saja sebentar lagi." ujarnya.

Saya duduk di antara pembatas trotoar yang menutupi bandar besar. Setiap lewat, para pengendara membunyikan klakson atau sekedar memainkan lampu. Mereka semua ngebut, menjengkelkan. Saya kan juga mau ikut naik motor.

"Tamusooooong.. Malas ah menunggu. Ayo kita pilih manusia secara acak. Lagi pula kau tak mengajari saya mengenai kriteria manusia yang harus di takuti, kan? Ayolaaaaah!!" rengek saya.

"Hei Kuno!" Ia membentak sambil berbalik menatap saya, membuat saya terkesiap dan jatuh terjungkal ke dalam bandar besar dengan kepala yang mendarat duluan serta kaki yang terangkat ke atas.

"Aduuuh! Ini ya yang dinamakan kaki di kepala, kepala di kaki?" keluh saya sambil mengusap kepala saya dengan cepat. "Lagian kenapa sih harus mengejutkan orang begitu?!" keluh saya lagi.

Ia menyipitkan matanya. "Orang? Dasar tak tahu diri!" balasnya.

"Kita tak boleh sembarang menakuti manusia, atau kau mau di hukum oleh yang maha kuasa?" tanyanya, dan saya hanya terdiam untuk menyimak. "Kita hanya mengganggu mereka yang melakukan kesalahan."

"Misalnya?" timpal saya.

"Misalnya, manusia yang tak pernah shalat, maka kita boleh mengganggu dengan menempel atau menakutinya. Lalu, manusia yang melawan kedua orang tuanya. Kita bisa membuatnya selalu si*l dan bersedih. Itu akan terus terjadi sebelum dia meminta maaf pada orang tuanya."

"Manusia yang kikir dan pelit, tidak mau bersedekah. Mereka akan kita goda dengan melakukan hal keji untuk mendapatkan apa yang ia inginkan."

"Lalu manusia jorok dan yang melanggar pantangan. Serta manusia yang sangat penakut, atau yang terlalu berani hingga takabur. Semua orang-orang seperti itu bisa kita pilih untuk di ganggu." terangnya.

"Tapi kau harus ingat satu hal." lanjutnya.

Saya mengernyit. "Apa itu?"

"Jangan sekali-kali mendekati manusia Sholeh atau Sholehah. Karena hukumanmu, akan sangat menyakitkan jika berani mendekati mereka. Apalagi kaum kita ini, tak boleh menyukai manusia. Dalam kata lain jatuh cinta pada mereka. Itu sama sekali tidak boleh di lakukan. Mengerti?!" Saya menguap usai ia bercerita. "Woi!! Kau dengar tidak sih?!" bentaknya lagi.

"Dengar tuh." sahut saya santai, sambil mengorek telinga. "Kalau begitu, ayo kita tunggu manusia yang melanggar pantangan itu." ucap saya semangat.

Baru saja mengucapakan kalimat tersebut, tiba-tiba saja ada seorang manusia yang menaiki motor dalam kondisi ugal-ugalan. Ia ngebut, bahkan tak memakai helm dan tak menggunakan lampu motor.

Saya menyeringai, ketika sasaran yang di maksud telah berada di depan mata. Dengan cepat saya terbang, bahkan tak menunggu aba-aba dari Tante muka gosong.

Saya berada di tengah jalan, membiarkan lelaki itu melesat cepat ke arah saya. Ketika ia telah berada di jarak yang sangat dekat...

Saya menguatkan energi, membuat gumpalan emosi yang berasal dari jiwa manusia. Saya sedang berusaha mencari frekuensi mereka, agar wujud saya bisa terlihat dan...

Zuuuummm...

Ia terkesiap, beradu pandang dengan saya. Sepertinya wujud saya tampak di matanya. Ia terbelalak, melihat sesosok benda berwarna putih yang terbang di tengah jalan. Wujud saya terlihat setengah, bagian atasnya saja dan bagian bawahnya transparan.

Ia yang terkejut menarik rem yang ada di tangannya dan...

Gesekan ban pada aspal terdengar jelas. Remnya begitu pakem hingga berhenti berputar dengan cepat. Gaya gravitasi berlaku, ia terpental dan meloncat dari atas motor dan jatuh di pinggir jalan, tepatnya di depan kuburan.

"Kihihihi, lihat tante!! Dia terbang dengan gaya!" ujar saya senang.

"Terbang dengan gaya apanya? Itu namanya jatuh tahu!!" sahutnya.

"Kihihihi, kihihihi... lucu sekali dia terbang.." saya masih terkikik.

"Huuuu.." suara si pemabuk ini terdengar. Ia melebarkan kedua matanya menatap saya. "Su.. su.. suara kuntilanak..." jeritnya melengking.

"Kihihihi... dia ketakutan? Dia ketakutan, tante! Serunya!!" seru saya lagi.

Entah kenapa, ada suatu sensasi berbeda yang saya rasakan kala menakutinya. Rasanya senang, lucu, dan menggelitik, apalagi ketika ia benar-benar terkejut dan gemetar ketakutan.

Pria mabuk ini tak dapat bergerak usai jatuh dari motor. Linangan air mengalir di bawahnya. Tadinya saya pikir dia sedang terluka, ternyata...

"Kihihihi, dia ngompol, Tante!!" pekik saya sambil tertawa keras.

Usai jatuh, beberapa orang pengendara yang lewat berhenti. Mereka melihat keadaan si pria dan menyadari kalau dia sedang mabuk. Si*lnya lagi, si pria mabuk itu ternyata di temukan oleh seorang polisi, yang saya tahu adalah salah seorang dari pengungkap kasus saya kemarin.

"Wah, bau arak! Mabuk ternyata!" ujar si polisi pada temannya.

"Gimana ini? Di amankan dulu. Ada luka tidak?" tanya polisi yang satunya.

Si pria mabuk masih melebarkan pandangannya dan menoleh sekeliling, seolah sedang mencari barang yang hilang.

"Mana.. Mana anak tadi?" tanya si pria, membuat para polisi yang sedang mengangkat motornya pun menoleh.

"Apa katamu? Anakmu hilang?" tanya mereka.

Si pria mabuk menggeleng dengan cepat. "Bukan.. bukan anakku. Bukan!" jawabnya. "Ta.. tapi, anak albino, yang terbang dengan mengenakan baju putih." lanjutnya.

Perkataannya ini membuat kedua polisi ini saling berpandangan. Saya merasa kalau tubuh mereka gamang, usai merinding dan menggeliatkan tubuhnya.

"Si*lan nih orang mabuk! Ngomongnya ngaco! Mana ada anak albino di sini!"

"Pasti karena mabuk parah, jadi berhalusinasi." balas temannya.

Si pria menggelengkan kepalanya dengan kuat. "Enggak, pak!! Saya gak terlalu mabuk! Kalian polisi, kan?? Saya jatuh bukan karena mabuk! Tapi..."

"Karena ada sosok anak albino berbaju putih yang tiba-tiba muncul di tengah jalan ini." ucap si pria mabuk.

Masyarakat di sekitar kejadian mulai keluar dan melihat. Mereka pun mulai berbisik usai si pria mabuk menyebutkan anak albino berbaju putih.

"Eh, pak.. Anak albino yang kau maksud, matanya hijau kah?" tanya salah seorang dari mereka.

Pria itu melongo, lalu kemudian mengangguk. "K.. kau tau darimana?" tanyanya.

Salah satu dari mereka tadi mengeluarkan sebuah kertas dan menunjukkannya ke arah polisi dan si pria mabuk. "Anaknya, yang ini bukan?" tanyanya memastikan.

Si pria mabuk mengangguk dengan mantap. "Ya.. benar.. ini anaknya." sahutnya.

"Yang benar?"

Si pria kembali mengangguk yakin. "Ya, dia yang ku lihat." ucapnya lagi.

Para masyarakat menelan ludah sambil mengusap tengkuk masing-masing. "I.. ini kan anak yang hilang Jumat kemarin. Katanya sih, dia udah meninggal. Apa jangan-jangan.."

"Hantunya ada di sini?" ujar mereka dengan perasaan yang terselimuti rasa takut.

Dan seketika itu juga, baju yang saya kenakan.. perlahan menyala.. bak tersorot lampu yang begitu terang. Tante muka gosong tersenyum menatapnya.

"Kekuatan baru, telah muncul. Kau merasakannya?" tukasnya.

.......

.......

.......

.......

...Bersambung......

Terpopuler

Comments

Laila Nia

Laila Nia

yg ditakutin 1 org yg merinding 1 kampung😁😁😁

2023-03-27

2

Candra Candra

Candra Candra

naik kelas kamu kun

2022-05-27

3

azra

azra

level up ya kun?😅

2022-05-09

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!