Menembusnya??

Wajah Tante ini seketika berubah. Pandangan yang mulanya kosong, kini berkilat-kilat seolah apa yang saya katakan memang benar adanya. Rambutnya yang tergerai bergelombang tersibak angin, ruangan ini aneh dan sedikit dingin.

Ia tersenyum, meski saya masih bingung perihal ia yang tiba-tiba bisa melihat dan berkomunikasi dengan saya.

Namun si*lnya, bukan hanya hal itu yang harus di perhitungkan, tapi bagaimana saya bisa berbicara asal dan berjanji pada seseorang, sementara saya sendiri pun tak tahu bisa menyanggupinya atau tidak.

Ini lah yang saya benci. Terlalu larut dalam perasaan seseorang akan menjebak saya sendiri. Tak pernah berempati, sekalinya berempati, malah menyusahkan diri sendiri. Dan lagi, itu adalah sebuah janji. Bagaimana saya bisa menepatinya??

"Kalau benar, Tante akan sangat senang. Tante menantikan kabar darimu. Tante akan menunggu janjimu untuk menghentikan kasus menyeramkan ini." timpalnya.

Saya tertegun tapi tercekat ludah sendiri mendengarnya. Bagaimana bisa saya yang tak mempercayai perkataan saya, malah ia begitu mempercayainya??

"Tante akan mengingat wajahmu, dan menantikan kehadiranmu. Itu pasti.. Janji itu, pasti kan??" tanyanya mempertegas.

Belum sempat mengangguk, saya mendengar suara dari luar tempat ini. Bising dan berdengung. Memanggil nama seseorang yang saya sendiri pun tak tahu.

"Bu.. Ibu?? Kenapa kau tertidur di sini?"

"Ibu.."

Saya mendongak, mendengar suara yang bergema di antara langit-langit berwarna hitam. Berusaha mencari di mana letaknya.

"Apa ini Ibu yang di cari anaknya? Anak sulungnya berada di kantor polisi untuk mencarinya. Dia lari dari rumah dan ke kantor polisi. Berbicara dan bertanya mengenai Yeni, lalu menghilang, tepat setelah anak sulungnya datang."

Suaranya terdengar jelas, kadang samar. Tapi saya bisa tahu apa yang mereka ucapkan. Letaknya ada di luar ruangan.

"Ya.. sepertinya memang Ibu ini. Bangunkan dia."

Tepat setelah mereka mengatakannya, saya merasa ruangan ini menjadi samar. Perlahan tapi pasti, tempat ini seakan mulai menghilang.

"Ibu.."

"Ibu..."

Perlahan-lahan, tubuh.. mm maksud saya roh ini tersedot oleh sesuatu ke sebuah arah. Mirip seperti tersedot ke pusaran angin yang menelan seisi ruangan. Saya tak paham dan berusaha melawan arah arus yang menyedot, tapi semakin berusaha, saya malah makin terhisap pada satu titik.

Tak hanya tersedot, saya berputar-putar, bagaikan air kotor yang keluar melalui lubang saluran pembuangan.

"Arggh!! Tante.. tol-" Saya terhenti, ketika melihat ruangan gelap ini mendadak sirna. Tak ada lagi Tante-tante yang mencari anaknya. Itu semua lenyap dan raib. Kebingungan ini membuat tubuh saya terpaku, dan dengan mudah terhisap oleh titik tersebut.

Buuuum!!

Lagi-lagi roh ini terpental, keluar dalam dimensi aneh yang membuat saya bisa terlihat oleh manusia. Saya terbaring di atas udara, dan meringis menahan lelah.

Mata saya mengerjap ketika suasana di sekitar perlahan berubah. Bukan berubah, lebih tepatnya.. saya kembali lagi ke ruang seni bersama dengan Tante dan beberapa orang polisi.

Saya melihat si Tante tertidur di depan lemari dan para polisi berusaha membangunkannya. Tante itu terkesiap usai tubuhnya di guncang, dan sepertinya saya paham alasan bisa bicara padanya.

Tante itu terbangun dan melirik sekeliling. Tatapan matanya kembali kosong tapi terdapat secercah harapan, mungkinkah karena pertemuan kami tadi??

Di dalam mimpi??

"Mana?? Mana anak tampan berambut putih itu?? Tadi dia disini? Dia di sini kan? Aku lupa menanyakan namanya." Ia berbicara dengan cepat dan penuh napsu, membuat para polisi saling melirik satu sama lain.

"Apa yang Ibu katakan? Anak tampan apa?" tanya salah seorang polisi muda tanpa perut buncit, ia menunduk dan menatap heran ke arah si Tante.

"Ada! Tadi saya ketemu sama anak tampan!! Begini dia.." Si Tante mengambil aba-aba untuk mulai mendeskripsikan. "Rambutnya putih.. kulitnya juga, tubuhnya mungil, bibirnya mungil dan hidungnya mancung. Mukanya kecil, tampan.. tampan sekali. Dia terbang, tidak menapak. Dia bilang akan cari anak saya. Dia bilang akan cari pelaku pembunuhan Yeni. Begitu katanya, dia berjanji. Sudah berjanji! Hehe.." Ia tersenyum sambil mengusap air matanya.

"Ibu ini mengalami gangguan jiwa, kah?"

Saya terkesiap ketika mendengar sebuah suara, gamang, dan tak ada seorang pun di tempat ini yang membuka mulutnya. Suara.. hati manusia kah??

"Maaf Ibu, tidak ada anak yang seperti itu. Tidak ada." Sang polisi berusaha menyadarkan si Tante, padahal dia tak sedang meracau meski kelihatannya memang seperti orang gila.

"Aduh apaan sih!!" Si Tante menepis tangan polisi yang berusaha menepuk pundaknya.

"Ada kok!! Saya sudah lihat sendiri, yang saya liat itu beneran kok! Apa kalian menganggap saya gila atau pembohong? Itu nyata sekali, wajahnya nyata sekali!!" Tante ini masih bersikeras dengan ucapannya.

"Anaknya itu putih, rambutnya juga, tampan, mungil, dia juga terbang.. pakai baju putih, celana pendek." Ia semakin memperjelas wujud saya, membuat saya meringis malu.

"Maaf, Bu. Sepertinya Ibu harus-"

"Tunggu dulu." Seorang polisi berkulit hitam kecoklatan memotong ucapan temannya. "Kayaknya gue kenal deh sama ciri-ciri yang di ucapin si Ibu." bisiknya, tapi saya bisa mendengarnya. Ia menatap si Tante dengan wajah serius. "Maaf, Bu. Apa anak tampan yang Ibu lihat itu..."

"Matanya hijau?" lanjutnya. Si Tante terkesiap dan mengangguk cepat.

"Ya! Benar! Itu dia!! Dia anaknya. Matanya hijau dan indah." Si Tante membenarkan.

Para polisi saling melirik, kemudian bergidik dan mengusap tengkuk mereka masing-masing.

"Kok, gue jadi merinding?" bisik polisi kepada temannya.

"Kenapa merinding? Karena ciri-cirinya sama kayak anak laki-laki yang hilang itu?"

"Iya! Dan lagi, dia mimpiin tuh anak pas pingsan di ruangan ini. Apa jangan-jangan, itu setannya si anak albino itu lagi?"

"HEH PUSAR TOKEK!! TIDAK SOPAN!!" pekik saya kesal. "Kalian membicarakan seseorang di hadapan orangnya sendiri!"

Para polisi menelan ludah. "Kayaknya udah mau Maghrib deh. Kita harus keluar dari sekolah ini sebelum langit gelap. Ayo, Bu.. ikut kami." rayu si polisi sambil berusaha menjangkau tangan si Tante.

Lagi-lagi Tante ini menepis tangan para polisi. "Tidak! Kalian kenal anak tadi? Di mana dia sekarang?? Pertemukan saya dengannya lagi!" pintanya memaksa.

Para polisi menggelengkan kepala. "Maaf, Bu. Kami memang tahu anak albino yang Ibu maksud. Tapi sayangnya, dia juga menjadi salah satu korban yang meninggal malam tadi."

Mulut sang Tante menganga, seolah tak mempercayai perkataan para polisi. "Me.. Meninggal? Tapi, tapi dia berjanji pada saya untuk menemukan pembunuh Yeni."

"Iya, paham.. Kami paham sekali. Anak itu sudah meninggalkan banyak bukti yang mengarah pada satu orang. Dan sekarang Ibu harus menyerahkan tugas itu pada kami. Percaya pada kami, karena kami.. sedang menyelidiki orang tersebut."

Saya terkesiap senang mendengar ucapannya. Benarkah mereka mengetahui bukti-bukti yang saya tinggalkan?? Dan apakah satu orang itu, mereka duga sebagai Ayah??

Usai membujuk sang Tante, mereka pun pergi meninggalkan saya, dengan mematikan lampu terlebih dahulu. Ketika menjadi manusia, ruangan gelap dan sunyi bisa menjadi hal yang menakutkan, tapi entah kenapa.. sekarang itu terasa sangat menyenangkan, hingga dada saya berdebar meskipun tak ada jantungnya.

Krieeet, tup!

Suara deritan pintu yang tertutup. Mereka pergi tanpa meninggalkan apa-apa. Tapi, saya menemukan hal menarik ketika menjadi hantu. Selain bisa saling melihat menggunakan frekuensi sesama hantu, kami pun bisa mendengar batin manusia, dan...

Bisa masuk ke dalam mimpi mereka untuk berkomunikasi. Sama seperti yang saya alami pada si Tante tadi. Berarti, saya memungkinkan untuk mendatangi mimpi Yuk Arsya, bertemu dan mengucapkan salam perpisahan padanya.

Persoalan Ayah yang merupakan iblis, sepertinya para polisi telah menemukan bukti yang saya tinggalkan, dan kemungkinannya mereka sedang menyelidiki Ayah sekarang.

Berarti, saya tak berdusta. Saya berhasil membongkar kedoknya. Lihat Tante, saya menepati janji saya dengan cepat. Kihihihi....

Sekarang, saya tinggal menunggu langit gelap dan malam. Berikutnya, bagaimana cara saya untuk menemui Yuk Arsya dalam mimpi??

Saya bisa masuk ke dalam mimpi si Tante karena suatu sebab. Dan apakah sebab itu, karena saya bisa memahami perasaannya?? Dan dia berada di dekat saya, satu ruangan dengan saya.

Apakah ini bisa di pergunakan untuk seseorang yang jauh dan tak saya ketahui keberadaannya? Seperti Yuk Arsya?

Tak ada salahnya di coba. Tinggal menunggu malam larut, karena itu adalah waktu untuk para manusia tidur. Terpaksa malam ini saya harus begadang.

Kira-kira, pekerjaan apa yang harus saya lakukan dalam kesendirian ini?? Semasa hidup, saya telah terbiasa dalam situasi ini, saya mengisi kekosongan waktu dan hati dengan melukis.

Kebetulan sekali, saya kan ada di ruangan seni. Di sini banyak kanvas dan juga kuas. Tapi, tak ada cat air.

Apa pakai ludah saja?? Kihihihi.. Jorok!

Saya mulai mondar-mandir mengelilingi ruang seni. Entah kenapa, jika menjadi manusia itu adalah suatu kebiasaan aneh, tapi sekarang.. ini terasa begitu menyenangkan.

Jadi, apa yang di lakukan hantu itu aneh? Sepertinya sekarang saya tahu kenapa mereka melakukannya.

Mungkin saja, mereka sedang belajar terbang dan mengendalikan wujud rohnya. Saya juga harus belajar menyentuh barang-barang dan berdiri dengan kedua kaki saya di atas lantai.

Saya mulai menambah masa volume tubuh, bermaksud agar kedua kaki saya menapak utuh. Memang bisa saya lakukan, tapi rasanya melelahkan dan butuh tenaga yang besar.

Bila saya umpamakan, ini seperti mengapung di dalam air, dan kalian berusaha untuk menginjak lantai dasar di kolam renang. Bisa, tapi sulit dan lelah.

Jadi, pada akhirnya saya memilih mengambang saja. Tak ada yang melihat juga. Hantu yang berpura-pura menjadi manusia tak ada untungnya. Jadi untuk apa saya lakukan.

Saya menoleh sekeliling ruangan yang gelap, namun terasa terang di mata saya. Masih berantakan dan tak di rapikan sama sekali. Saya suka beres-beres, apa kalau saya bersihkan.. maka ini masih di hitung sebagai pahala oleh Tuhan yang maha esa??

"Oke!! Mari jadi setan baik, saatnya bersih-bersih."

Saya mulai bernyanyi kecil sambil menyentuh sebuah kanvas di lantai. Sulit sekali, rasanya gamang. Sama seperti menyentuh air. Bisa di pegang, tapi tak bisa di genggam.

"Ternyata susah juga ya jadi hantu. Apa saya harus mondar-mandir lagi di sekeliling ruang seni?? Tapi jujur, itu mengasyikkan sekali. Siapa juga yang butuh teman. Saya tak mau berteman dengan wanita-wanita tadi. Mereka bau pinggiran jempol kaki." Saya merutuki, padahal sebenarnya itu berlawanan dengan apa yang saya rasakan.

Puas mondar-mandir, saya menatap ke arah jam dinding. Sudah pukul sepuluh malam. Apakah Yuk Arsya sudah tidur?? Tapi, bagaimana cara memahami perasaannya? Saya harus masuk ke mimpinya melalui jalur itu kan??

Saya memejamkan mata, berusaha merasakan kesedihan yang Yuk Arsya alami, sama seperti saya berempati pada Tante-tante tadi.

Tiba-tiba saja yang muncul dalam ingatan saya adalah..

"Gyaaaaaaah!! Kenapa saya membayangkan tokek cosplay menjadi kambing?? Tidaaaaaaak!!" pekik saya, benar-benar berisik.

"Ayo Adam, konsentrasi! Konsentrasi!! Pikirkan wajah Ayukmu yang sedang sedih."

Saya memejamkan mata lagi, berusaha memikirkan wajah sedih Yuk Arsya. "Gyaaaaaaah!! Kenapa tiba-tiba saja muncul wajahnya yang sedang sibuk mengupil? Tidaaaaaaak!!!" Saya mengusal kepala dan mengacak-acak rambut.

"Ini ternyata lebih susah dari pada yang seharusnya. Memang manusia tak berempati dan tak punya hati macam saya ini bagaimana bisa membayangkan wajah orang yang sedang bersedih! Dasar kutil!! Harusnya semasa hidup kamu berteman dengan orang, bukan dengan cangcorang!!"

"Argggh!!!!" Saya memekik sambil terbang sembarang saking frustasinya.

Ketika melakukan hal ini, tiba-tiba saja keseimbangan saya menghilang dan saya kesulitan untuk mengontrol diri sendiri serta tubuh saya.

Saya terpental seperti kue Jongkong yang di lempar ke tembok. Dan kali ini, kepala saya mengarah tepat pada satu titik, yaitu pintu. Ketika hendak menabrak pintu. Saya memejamkan mata, karena tahu.. sebentar lagi kepala saya akan benjol dengan lampu kelap-kelip di keningnya.

Meski jadi hantu, terhantam benda padat itu menyakitkan. Lebih tepatnya, terhantam oleh benda transparan yang terasa padat. Pembatas tak berakhlak yang mengurung roh saya di tempat menyebalkan ini.

Puas berprasangka buruk berdasarkan pengalaman siang tadi, saya di kejutkan oleh hal yang bertolak belakang.

Jujur ini membingungkan, tapi yang terjadi malah sebaliknya...

Zuuuummm...

Saya melihat sendiri, bagaimana tubuh saya menembus dan melewati pintu tebal yang tertutup rapat.

Saya umpamakan lagi sebagai air. Rasanya seperti terjun bebas dari daratan yang tinggi, ke dalam air yang bergelombang pasang. Ya, rasanya kurang lebih seperti itu.

Akhirnya... Akhirnya saya berhasil keluar dari dalam ruang seni.

Tapi, kenapa ini bisa terjadi?

.......

.......

.......

.......

...Bersambung......

Terpopuler

Comments

Ira Resdiana

Ira Resdiana

gustiii... udh pernah nge bau in pinggiran jempol kaki ya Kun /Facepalm//Tongue//Chuckle/

2024-11-04

0

Ira Resdiana

Ira Resdiana

/Hammer/ selalu nya.. analogi nya ga jauh² dari kloset dan teman²nya

2024-11-04

0

Ayr daf

Ayr daf

sejauh ini, ini yang paling jauh🤣

2023-08-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!