Tante muka gosong yang awalnya duduk di pinggir kuburan kini beranjak. Ia menoleh, menatap saya yang berada di belakangnya.
"Mau jalan-jalan atau berkeliling dulu? Mumpung masih gelap, kalau adzan subuh sudah berkumandang, kau harus cepat kembali ke tempat kematianmu." ujarnya, sembari melompat tanpa menoleh ke arah saya.
Saya pun terbang, mengikutinya dari belakang. Jalan perkuburan tidak rata, banyak bebatuan, tanah kuning yang menggunung, sampah daun kering yang tebal dan rerumputan yang berduri. Meski berada di tengah keramaian manusia, yang namanya kuburan tetaplah kuburan. Sepi dan.. mengerikan bagi manusia.
Beberapa hantu yang tadinya menyeramkan, kini muncul dalam wujud yang lumayan bersahabat. Mungkin karena emosi yang ada di hati saya sudah mulai terkontrol dengan baik karena mendapatkan seorang teman yang mau menerima kehadiran saya.
Sebelumnya kan saya ketakutan karena di kejar wanita-wanita terbang. Di tambah lagi jalan pelalu terarah menuju kuburan. Tentu saja sifat manusia saya masih muncul, yaitu rasa was-was akan munculnya hantu. Dan lagi sekarang saya memang bisa melihat kehadiran mereka.
Seorang hantu perempuan cantik menatap kami dari kejauhan. Ia menunggu kehadiran kami lalu melambaikan tangannya. Dari kejauhan ia tampak normal, seperti manusia pada umumnya. Baju panjang berwarna putih yang ia kenakan sampai menyentuh tanah saking panjangnya. Sedikit kotor, tak putih sempurna, seperti terkena noda tanah kuburan. Tak ada yang aneh darinya. Kami pun datang menghampiri.
"Wah, dari mana Tante dapat anak seganteng ini?" tanyanya dengan suara falset yang begitu lembut, sembari sedikit cekikikan tak jelas dan menggoyangkan rambutnya ke kiri dan kanan.
"Dia muncul sendiri. Lari dari gedung sekolah karena di bully hantu." terang Tamusong.
Hantu perempuan dengan wajah pucat dan lingkar mata hitam ini menilik lekat ke arah saya. "Anak ganteng, siapa yang bunuh kamu? Umurmu berapa?? Coba kalau mati sedikit lebih dewasa, pasti ku jadikan pacar." ujarnya gamblang. Saya membalas tatapannya dengan datar.
"Memangnya kalau dewasa, saya mau jadi pacarmu?" timpal saya. Ia terkejut, lalu kembali terkikik hingga pundaknya naik turun.
"Bocah kurang ajar ternyata." komennya santai lalu berbalik memunggungi saya. Ia mengibaskan rambut panjangnya ke depan, membuat sesuatu yang memerah tampak di belakang tubuhnya.
Saya terkesiap, ketika ada sebuah lubang besar di punggungnya. Tidak hanya itu, kerangka dan organ bagian dalamnya terlihat memerah, di lumuri darah kental dan sedikit menghitam. Saya menggeliat geli ketika melihat ulat belatung sebesar jempol kaki merayap di sekitar lubang dan berjatuhan di tanah kuburan yang berwarna kuning dan sedikit gembur ini.
Saya menutup hidung, karena baunya sangat busuk. Tak sampai di situ saja, ada hal lain yang mengejutkan juga. Kalau tadi saya terkejut dengan sundel bolong, kali ini saya terkejut dengan seorang wanita yang rambutnya berantakan dan baru saja lewat. Ia berjalan tanpa mengenakan baju atasan.
Gunungnya itu menggelendot sampai ke bawah pusarnya. Wajahnya seram dan rambutnya kribo. Ketika ia berjalan, maka benda itu berdoeng-doeng ke kiri dan kekanan, seirama dengan lemak di sekitar pinggulnya yang bergelambir.
"Gyaaaaaaah!!! Nenek, pakai beha doang!!!" pekik saya reflek, membuat semua hantu di kuburan ini menoleh serentak ke arah saya.
Tante muka gosong kembali membungkam mulut saya dengan wajah panik, sembari membalas tatapan si nenek tak tau malu tadi. "Dia ini hantu gila, jadi abaikan saja!" ucapnya sembari tersenyum, lalu membalas tatapan sinis saya dengan sengit. "Kau mau mati kena tampar t*te hah?!" geramnya.
"Kan sudah mati, kenapa juga di tanya begitu?" balas saya cuek.
Ia langsung membawa saya menuju ke tempat yang lumayan sepi dari hantu. Yaa, mungkin saja dia takut saya melihat sesuatu yang berbau delapan belas ke atas. Tapi ngomong-ngomong tentang bau, si nenek tanpa beha tadi juga baunya busuk. Mereka semua bau, tapi kenapa Tante muka gosong bau bunga ya?? Bukan bau singkong bakar?
"Nah, kita ngobrol di sini saja! Kau ini anak aneh! Bisa-bisanya perkataan yang seharusnya kau ucapkan dalam hati, malah kau keluarkan dengan suara lantang begitu. Hantu juga ada perasaannya, kalau mereka tersinggung bagaimana?" gerutunya.
Dia seperti Mba Ina. Sering menasehati saya perihal perasaan seseorang. "Saya memang kurang peka tentang hal yang seperti itu." sahut saya datar.
"Kurang peka atau kurang ajar? Itu beda tahu!" keluhnya.
"Lalu sekarang bagaimana? Tamusong mau membuka les tata Krama dan adab perhantuan di sini? Saya mau menjadi muridnya." ucap saya seenaknya.
Ia menghela napas panjang. "Kau mau bayar pakai apa memangnya? Punya uang? Tidak kan."
"Halah!! Memangnya kalau punya uang, Tamusong bisa belanja ke toko? Yang ada, semua manusia yang melihat akan berteriak.. Toloooong, setan pocong!! Begitu." Ia terdiam. Ingin menolak pernyataan itu tapi sayangnya itu benar.
"Ya sudah. Diam dan duduk saja di sini. Kau menyusahkan sekali!" suaranya kali ini terdengar lemah.
Saya duduk di dekatnya. Terdiam menatap lurus ke arah depan, tanpa adanya objek khusus yang ingin di tatap. Tiba-tiba saja saya merasakan hal yang tidak enak, dan...
Tuuuuuuuut...
Tante muka gosong langsung menoleh ke arah saya sambil mencondongkan tubuhnya ke belakang. Ia menutup hidung dengan tangannya yang keluar dari kafan. "Kau kentut ya?! Kan tadi sudah di suruh diam, malah pant*tmu lagi yang bersuara."
"Apasih!! Tidak bau juga!! Kentut mana bisa di tahan!! Tadi saya sudah mencoba menahannya, jadinya tetap keluar kan!! Saya kira juga setan tak bisa kentut, tapi ternyata masih bisa!"
Ia terlihat kesal tapi malah tertawa. "Tentu masih bisa. Kita masih bisa lapar, masih bisa makan, buang air besar dan kecil."
Saya meringis mendengarnya. "Serius?"
"Iya!!"
"Ada toilet khusus hantu??" tanya saya polos.
"Ber*k saja di kepala manusia. Sah-sah saja kalau otaknya kotor. Kencing setan juga bisa membuat kulit manusia gatal-gatal, itu bagus untuk pelakor gatal yang suka merebut suami orang! Tapi sejauh ini, tempat buang air favorit setan sih di tempat tidur manusia."
Saya meringis, sedikit sebal mendengar kejorokannya. Pantas saja Islam mengajarkan manusia untuk membersihkan tempat tidur dan melibasnya dengan sapu lidi atau kain sebelum kita tidur. Ternyata ada tai Tamusong toh.
"Oh ya Tamusong, sejak tadi ada hal aneh yang sedikit mengganjal di hati saya."
"Memangnya kau punya hati?" timpalnya, seolah meledek.
"Punya lah! Tapi tidak berfungsi." Saya malah membenarkan.
"Pertanyaan apa, Kuno?"
"Mm, Tamusong kan bilang, kita bisa menyadari atau membedakan bau manusia melalui darahnya. Darah manusia dan setan pun berbeda. Manusia beraroma lezat, sedangkan setan baunya macam tai sapi."
Tamusong mengernyit sebal mendengarnya. "Tai sapi kau bilang?" rutuknya.
Saya malah mengabaikan dan memilih melanjutkan pertanyaan. "Tapi, kenapa yaa.. Tamusong itu tak ada bau tainya? Saya cium, aromanya wangi-wangi saja. Seperti... bunga kemuning." lanjut saya cepat.
Tamusong langsung tersenyum bangga mendengarnya. "Kahaha!! Itu lah kehebatan setan vegetarian."
Saya ikut tertawa melihatnya tertawa. "Haaaah?? Kihihihi, aneh sekali melihat wajahmu tertawa."
"Kau ini memang tidak sopan!! Bisa-bisanya di obrolan serius, kau malah menilai wajah orang!! Dasar mandang fisik!! Haduh, sabar Nini.. kau tidak boleh memukuli anak kecil." gumamnya sambil mengusap dadanya sendiri.
Saya mengedip lambat menatapnya, dengan kedua mata yang sengaja saya lebarkan agar pupilnya membesar. "Setan vegetarian?? Seperti manusia saja ya??"
Ia kembali tersenyum dengan lubang hidung yang kembang kempis. "Itu istilah yang ku buat. Soalnya aku tidak mau memakan darah hewan ataupun manusia. Itu susah di dapat meskipun nanti perutmu memang terisi dengan mantap. Kau akan kenyang kalau makan darah, tapi tetap saja lebih baik memakan bunga-bungaan. Selain aroma tubuhmu akan tercium wangi, memakan bunga tak akan menjadikanmu jin kafir."
Saya terbang naik turun saking senangnya mendengar perkataan itu. "Jadi, kalau makan bunga, saya bisa menjadi jin muslim?"
Tiba-tiba saja raut wajah Tamusong berubah. Sebelumnya ia tampak senang, sekarang terlihat sedikit sendu. "Yah, bagaimana mengatakannya padamu yaa.."
Saya mengerjap, mengerti kalau apa yang saya harapkan tadi tidak akan terwujud.
"Yang membuat saya iri pada manusia adalah, semua manusia yang terlahir ke dunia, akan beragama Islam ketika lahir. Lalu kemudian mereka akan mengikuti agama orang tuanya. Berbeda dengan kita.." Saya mengernyit dalam.
"Meski kita pernah Islam ketika hidup, tapi ketika mati..." suaranya tertahan, seolah tak sanggup untuk mengatakannya.
"Kita semua akan terlahir sebagai kafir."
Deg!!
Jantung saya terjeda, meskipun tak ada fungsinya. Tapi rasanya tetap sama. Seolah kaget dan detakannya bergemuruh.
"Kenapa begitu?"
Ia kembali terdiam. Memberi jeda untuk menarik napas dalam, meskipun kami tak bernapas sungguhan.
"Orang yang telah mati, akan di hidupkan kembali di akhirat ketika kiamat terjadi. Tapi jika kita di hidupkan dalam keadaan gentayangan sebelum kiamat terjadi, artinya ada hal yang bersifat duniawi yang tak kita relakan ketika mati. Kau tahu, tuhan itu..." Ia menjeda kalimatnya sesaat.
Saya berinisiatif untuk melanjutkan. "Membenci seseorang yang terlalu condong kepada dunia ketimbang akhirat, makanya.. secara tidak langsung, kita telah menjadi kafir karena lebih mementingkan duniawi ketimbang akhirat?" terka saya, dan itu cukup membuat Tamusong merasa takjub.
"Cerdas sekali kau ini." timpalnya sambil berdecak kagum. "Itu benar. Makanya, saya merasa itu sangat tak adil." ujar Tamusong, terlihat sangat hancur dan sedih. "Hidup ini tak pernah adil, mati pun juga begitu. Tak ada keadilan sama sekali. Kenapa.. Kenapa semua orang ataupun hantu harus merasakan ketidakadilan??" suaranya sedikit gemetaran, dan wajahnya pun menampakkan kekecewaan.
Saya terdiam, tak tahu bagaimana caranya menghibur sesosok hantu. "Hidup itu memang selalu tak adil bagi semua orang ataupun hantu." Saya mulai berujar, membuat Tamusong menoleh datar. "Tapi, bukankah itu jadi adil?" perkataan saya membuat Tamusong terkesiap. Kedua matanya terbelalak sebentar, lalu kembali seperti keadaan normalnya.
"Kau ini, anak yang mengejutkan. Sayang sekali mati padahal masih muda. Kau ini cerdas, kalau hidup sampai dewasa, pasti akan lebih cerdas dan bijak lagi." ucapnya sembari tersenyum.
"Kalau bertemu lagi denganmu ketika kita sama-sama masih hidup, tentu aku akan sangat bahagia. Sangat-sangat bahagia." tatapannya sendu dan kosong, tapi seperti ada kerinduan di dalamnya.
Sebenarnya saya penasaran dengan apa yang telah membuatnya mati dan gentayangan. Tapi melihat semua ini, saya jadi mengerti.. ternyata ada hal di dunia yang tak ia relakan pergi.
Yaitu, tidak rela kalau ia sudah mati.
Ia menoleh ke arah saya ketika saya tiba-tiba menjadi diam. "Kenapa kau tiba-tiba diam begitu?" tanyanya.
Saya hanya menggelengkan kepala. "Tidak ada. Pantas saja saya tak bisa menyebut nama tuhan ketika sudah mati. Rasanya seperti kesakitan dan panas. Ternyata karena saya sekarang adalah jin kafir." ucap saya sambil menundukkan kepala, menatap kedua kaki saya yang terbang dalam keadaan bersila.
"Itu terasa menyakitkan ya, padahal semasa hidup.. saya selalu menyebut namaNya. Tapi ketika saya tak bisa menyebutNya, itu terasa sampai ke lubuk hati sakitnya."
"Dan apakah nanti, ketika seseorang membaca Ayat suci Alquran ataupun ayat kursi, saya akan kepanasan seperti setan-setan pada umumnya?" tanya saya.
"Ya.. kau, akan merasakan hal itu." sahutnya.
Yah, sekarang saya mengerti. Apa itu yang di katakan orang-orang mengenai patah hati. Saya di larang membaca ayat yang sejak hidup selalu saya ingat dan hafalkan. Rasanya, menyakitkan sekali.
"Kau akan ketakutan dan kepanasan jika mendengar ayat suci Al-Quran, menyebut nama tuhan, dan mendengarkan adzan." terangnya. Kami berdua terdiam, membiarkan riuh hantu kuburan meramaikan suasana yang ada.
Ia beranjak sambil menengadah ke atas langit. "Kalau begitu, sebaiknya kau kembali ke gedung sekolah sebelum adzan subuh berbunyi. Kalau tidak, kau akan merasakan kesakitan. Di ruang sana, kedap suara bukan??"
Saya tidak mengangguk ataupun menggeleng. Sepertinya saya memang tak mendengarkan suara adzan selama di sekolah, atau karena para siswa memang belum bersekolah?
"Baiklah, kalau begitu saya akan kembali ke gedung sekolah itu lagi." ucap saya seraya terbang dan hendak berlalu.
"Kuno..." Ia memanggil, membuat saya berbalik. "Saya akan menceritakan hal yang menyenangkan lagi malam nanti, jadi.."
"Ku mohon, kembalilah." lanjutnya, membuat saya terkesiap ketika melihat secercah harapan dan keinginan di dalam matanya. Saya terdiam sesaat, menatapnya, lalu mengangguk seraya pergi.
"Saya kan tak punya teman, tentu saya akan kembali untuk meracaumu. Kenapa kau terlihat seperti akan saya tinggalkan selama-lamanya?" tanya saya, sambil memberikan punggung kepadanya.
Tak ada sahutan darinya. Jadi.. saya memilih pergi, dan berlalu dari hadapannya.
.......
.......
.......
.......
...Bersambung......
.
.
.
Note author..
tadi ada salah satu Kunations yang nanya mengenai terlahir sebagai kafir itu ada dalil atau enggak, okeee.. aku mau bahas ini, takut banyak yang salah arti dan yang sebenarnya.
jawabannya ini yaaa
Jangan sampe salah paham guys, aku ngeri2 sedep ini wkwkwk
yang jadi jin kafir itu adalah roh yang gentayangan.. udah mati gitu, tapi balik lagi ke dunia manusia, bukan ke alam kubur.
Meski mereka Islam semasa hidup, tapi karena gentayangan dan berada di tempat yang salah, mereka menjadi jin kafir karena menentang kodrat yang ada. Tak mengikhlaskan kematian dan masih memikirkan dunia..
CMIW 🙀
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Elly Julia
jawaban yg cerdas dr author mngenai jin kafir
2024-02-06
0
Aliz
setan bisa kentut ya😂
2023-04-28
0
setianto67
Kan udah mati min, mati 2x emang bisa
2022-08-17
1