Niat Baik di Balik Niat Buruk

*Tamusong POV

Malam telah tiba, suara adzan Maghrib sudah berkumandang beberapa waktu lalu. Tak terlihat tanda-tanda kehadiran makhluk berambut putih itu. Apakah ia datang ke sini, atau justru menghindariku?

Berhasilkah ia menakuti manusia, atau malah sibuk dalam kedukaannya?

Rasa iri dan juga kecemburuan, tak akan membawa hantu hidup kembali. Selamanya kami akan bergentayangan di bumi, sebelum kami sendiri mengikhlaskan apa yang telah terjadi di dunia sebelum kami mati.

Tapi sekali lagi ku katakan, ikhlas itu adalah suatu hal yang sulit. Bahkan alasan ku masih bergentayangan di bumi, adalah karena tak mengikhlaskan kematian yang telah terjadi.

Aku ingin kembali ke bumi, tapi tempatku bukan disini lagi. Malahan yang terjadi, aku masih tetap di bumi, tapi dalam keadaan manusia setelah mati.

Menyedihkan!

Kehidupan ku menyedihkan. Mati pun juga sama. Aku terpuruk dalam situasi dan kondisi yang tak bisa ku terima. Bahkan aku berbohong pada semua hantu yang ku temui mengenai bagaimana aku bisa mati.

Gosong, terlahir sebagai pocong? Ya, aku tak seburuk itu ketika hidup. Tapi ketika mati, kulit mulus, wajah cantik dan umur muda itu tak ada artinya sama sekali. Kau akan terlihat buruk rupa di pandangan manusia.

Aku memandang lurus, menatap ke depan tanpa ujung. Gedung sekolah SMA yang angker itu telah menyalakan lampu di dekat gerbangnya sebelum Maghrib. Tampak megah memang di mata manusia, tapi sungguh suram di mata para hantu. Tak bercahaya sama sekali.

Kecuali anak itu. Di antara aura berwana kelabu, hanya Adam yang terlihat berwarna biru kehijauan dan memiliki titik putih di sekitarnya. Dia itu seperti sesuatu yang baik namun busuk. Di antara pertengahan jin kafir dan juga muslim.

Dari apa yang ku ketahui selama mati, warna biru menandakan individu yang kuat dan tenang, cenderung mencari hiburan di tempat yang tidak diketahui orang lain, memiliki kemampuan memahami sesuatu tanpa dipelajari, disiplin ilmu yang melibatkan interaksi dengan manusia.

Lalu aura hijau akan muncul pada sosok yang sedang dalam masa penyembuhan atau kesehatannya sangat baik, serta menunjukkan keseimbangan sempurna antara kesehatan tubuh, keamanan mental, hubungan pribadi, dan pandangan emosional.

Kemudian, titik putih yang jernih dan cemerlang hanya ada pada sosok yang telah mengembangkan kesadaran spiritual dengan kuat, seperti konselor kehidupan, guru dan lainnya.

Seharusnya, anak dengan aura seperti itu tak layak mati kemudian gentayangan. Ia pasti memiliki tempat terbaik di sisi sang pencipta, tapi kenyataannya tidak seperti itu. Aku pun sempat di buat kaget dengan paras bidadarinya, serta bau langka yang ia miliki.

Bau manusia yang terlahir kembali.

Membuatku semakin yakin, kalau dia adalah orangnya. Aku tak akan menyia-nyiakan anak itu. Anak itu harus jadi milikku dan tak boleh jatuh ke tangan hantu lain. Tidak boleh ada yang tahu dan mendekatinya kecuali aku.

Kalau aku memilikinya, tentu saja aku bisa mewujudkan impianku. Membawanya ke istana para hantu yang tak ada manusianya di sekitar kami. Damai dan menyenangkan. Tidak perlu merasa takut dan khawatir pada manusia-manusia khusus.

Adam, akan ku jadikan sahabat istimewa yang membuat para hantu bertekuk lutut kepada kami. Meski aku tahu, tak akan semudah itu merawat hantu yang baru saja mati.

"Waah, bulu hidungmu makin panjang saja, Tante."

Aku tersentak kaget mendengar suara serak yang tiba-tiba. Pikiranku yang berlayar jauh kini kembali dalam keadaan terpaksa. Ia terbang dengan kaki yang bersila, sambil menatapku dengan kedua mata polosnya yang berwarna hijau indah.

Ia mengedip, membuat bulu mata lentik yang berwarna putih naik turun. Bisa-bisanya hantu yang mati lebih dulu terkejut dengan anak yang matinya belum sampai seumur jagung.

"Kau!! Kenapa muncul tiba-tiba begitu?" keluhku.

Ia mengerucutkan bibir dan memicing menatapku. "Apa sih! Saya tadi sudah terbang dari jauh dan melihat Tamusong. Mengejutkan dari mananya sih?" gerutunya. "Tante saja yang melamun, pasti mau cari suami!" lanjutnya. Menjengkelkan memang anak ini.

"Kalau begitu ceritakan, apa hal baik yang kau lakukan hari ini?" tanyaku tanpa basa-basi.

"Oh, sebentar, biar saya baca di kertas dulu." ujarnya sambil mengeluarkan selembar kertas dari saku celananya.

Aku terkesiap melihat tingkahnya. "Hei!! Kau bawa itu di saku celanamu?" Ia mengangguk. "Dimana kau mendapatkan benda itu?"

Ia mendengkus. "Hidih! Norak sekali! Namanya juga di sekolah, pasti banyak lah kertas dan juga pena di sana." sahutnya seenaknya.

"Yang ku maksud bukan itu! Tapi kau tak boleh mengambil benda-benda manusia dan membawanya sesuka hatimu. Apalagi sampai di kantongi segala!" gerutu ku.

"Memangnya kenapa?"

"Memangnya kenapa, memangnya kenapa.. kau itu tak terlihat di mata manusia, kalau kau mengantongi benda manusia dan membawanya, tentu itu akan terlihat terbang di mata manusia. Kau ini paham tidak sih!!" bentakku kesal, membuatnya menutup kedua telinga.

"Aduh, sampai copot congek saya. Pantas saja tadi ada orang yang jatuh tiba-tiba ketika saya menyebrang jalan. Ternyata karena melihat kertas terbang ya? Kihihihi." Ia malah menertawakan tingkah anehnya.

"Bisa-bisanya kau begitu! Cepat katakan, apa yang sudah kau lakukan hari ini. Ada kemajuan kah dalam menakuti manusia?" tanyaku, tak sabaran.

"Oke!! Oke!! Tunggu dulu." sahutnya semangat, sambil mulai membuka kertas yang ada di tangannya. "Hmm, ini.. tadi saya mengganggu manusia dengan cara seperti ini..."

*Kun Flashback

Pintu ruangan ini terbuka, menampakan Ibu Desti yang datang dengan membawa peralatan lukisnya. Ia berjalan masuk diikuti oleh murid-muridnya.

Mereka memasuki tempat ini dan duduk sambil membawa sesuatu di kantong kresek hitam. Saya mengernyit kala mereka tiba-tiba mengelilingi satu tempat, yang merupakan tempat yang selalu saya duduki di jam pelajaran.

Wajah Bu Desti sayu, ia menatap lirih ke arah murid-muridnya. "Kita berdoa untuk almarhum Adam Suganda yang telah meninggal akibat peristiwa Jum'at Kliwon." ucapnya dengan suara yang bergetar. Ia benar-benar sedih, saya bisa merasakannya.

"Semoga amal ibadah dan kebaikan Adam di terima di sisi Allah dan keluarganya di tabahkan hatinya." ucapnya lagi. "Berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing, di mulai." pintanya, diikuti oleh para muridnya yang menundukkan pandangan.

Selepas berdoa, mereka menaburkan bunga di kursi saya. Entah kenapa, rasanya seperti melihat dirimu sendiri di sumpahi banyak orang agar cepat menghilang dari bumi. Padahal sebenarnya, saya memang sungguh-sungguh telah mati.

Seperti biasa, meninggalnya seseorang hanya menyisakan sebuah nama. Lambat laun, mereka akan melupakan kita dengan cepat dan menjalani kehidupan mereka seperti biasanya. Sama seperti yang dikatakan Tamusong tempo hari.

Kelas di mulai, dan tak ada seorang pun di antara mereka yang membicarakan mengenai saya lagi. Semuanya usai begitu doa selesai di bacakan.

Bu Desti memberikan mereka tugas untuk melukis apa saja yang mereka kehendaki. Setelah itu, Ibu guru ini kembali duduk merenung dan menatap beberapa lukisan hasil karya saya yang selalu ia pajang.

Ia mengernyit, dan di dalam hatinya terdengar suara. "Kenapa posisi lukisannya berubah? Apakah ada yang memindahkannya? Dan lagi.." Ia menatap lukisan terakhir yang saya buat. "Adam melukis Menumbing di akhir hidupnya. Lukisan dengan ketelitian sempurna. Dia memang anak luar biasa." batinnya dalam hati.

Ia benar-benar menyukai saya, entah itu secara langsung atau tersembunyi. Saya pikir, ia hanya pencitraan saja pada Ayah dan Yuk Arsya, ternyata dugaan saya salah.

Di antara sibuknya para siswa melukis, ada seorang siswa yang terlihat grasak-grusuk sendiri. Kedua tangannya berada di bawah meja dan matanya menatap awas ke arah Bu Desti.

"Bu! Lihat deh dia itu! Kayaknya nahan boker." gumam saya. Dan benar saja, Ibu Desti langsung menoleh ke arahnya dan menyadari pergerakannya. Heh? Padahal kan tidak kedengaran, insting wanita ini memang luar biasa ya.

"Danu! Ngapain kamu grasak-grusuk dari tadi? Udah selesai lukisannya?" tanya Bu Desti, membuat si Danu terkesiap dan kalang kabut, di tambah lagi teman-teman sekelasnya menoleh ke arah sejurus.

"B.. Belum, Bu."

"Terus kenapa gak bisa diem sih?" keluh Bu Desti lagi.

"A.. Anu Bu. Izin ke toilet. Udah kebelet." pintanya.

"Yasudah! Sana cepetan!"

Si Danu langsung beranjak dari tempat duduknya seraya membatin. "Mampus gue! PR Matematika belum di kerjain lagi. Kalau ketahuan ngerjain PR sama Bu Desti, pasti bakalan di hukum. Terus, di kasih tahu lagi sama Pak Muklis. Tapi kalau gak di bikin, mampus gue di tangan Pak Muklis." gumamnya seraya berjalan meninggalkan ruang seni.

"Ooh, ternyata si bodoh itu tak bikin PR toh." saya terbang menuju ke mejanya.

*End Of Flashback

.........

*Tamusong POV

"Lalu?" tanyaku penasaran.

"Ya saya kerjakan PR-nya sampai selesai." sahutnya polos dan terdengar menyebalkan. Saya terkesiap mendengar jawabannya.

"Hei bocah! Apanya yang mengganggu manusia, kau itu justru membantunya tahu!! Seharusnya aku memang mengajarimu dengan detil. Jadi hantu yang baik itu bagaimana." keluhku kesal, dan di balas tatapan santai oleh wajah lucunya.

"Membantu apanya?? Secara klise, itu memang terlihat membantu. Tapi sebenarnya saya membuatnya menjadi bodoh kan?" Aku mengernyit mendengar ucapannya karena tak mengerti. "Dengar, kalau saya membiarkan dia mengerjakan PR-nya sendiri. Nanti dia bisa mengerti dan tambah pintar, meskipun ia tetap melakukan kecurangan dengan mengerjakannya di sekolah, tapi artinya ia tetap mengerjakannya sendiri. Tapi jika saya yang mengerjakannya, ia akan merasa lega. Padahal sebenarnya saya sedang membuatnya bodoh dan juga malas. Dia akan merasakan kebodohannya ketika ujian tiba, dia tak akan mengerti apa-apa."

"Terlebih lagi, tadi dia ketakutan ketika tak ada seorang pun yang tahu mengenai buku PR matematikanya dan siapa yang mengerjakannya."

"Secara tak langsung, saya telah memperburuk akhlak mengenai kejujurannya, PR yang harusnya di kerjakan di rumah malah di kerjakan di sekolah. Dan saya pun membuat dia takut dengan PR yang tiba-tiba saja selesai, padahal tak ada yang mengerjakannya."

"Meski tak mengisyarakatkan langsung, tapi pikirannya langsung tertuju pada saya. Dia tahu saya dulunya adalah murid pintar. Jadi tadi dia langsung menerka-nerka kalau si hantu Adam yang telah mengerjakannya. Kihihi, hebat kan?" ucapnya bangga.

Sebenarnya yang dia lakukan adalah hal baik bagi manusia, tapi buruk bagi hantu. Tapi, mendengar alasannya tadi, sepertinya tersirat keburukan dari hal baik yang ia lakukan.

Dan, bisa-bisanya ia berpikiran seperti itu. Arah pikirannya tak bisa di tebak sama sekali. Kalau tak ia jelaskan, mungkin aku juga tak akan mengerti.

Mengagumkan juga bocah uban ini.

"Oke, kalau alasannya begitu. Masih bisa di terima. Selanjutnya, kebaikan hantu apa lagi yang kau lakukan? Ku lihat kau membuat catatan, jadi tak mungkin kan kalau cuma satu hal saja yang kau lakukan." ucapku sambil menatapnya yang masih memasang wajah bangga tadi.

"Selanjutnya ya?? Masih sama sih, bedanya.. yang tadi itu tugas membuat PR matematika. Lalu yang kali ini adalah tugas melukis di atas kanvas." terangnya sambil mencongkel hidung.

"Lalu, apalagi yang kau lakukan? Membantunya membuat gambar." terka ku asal.

"Ya." sahutnya datar.

Aku langsung menggarukkan kepala mendengarnya. "Bisa gila aku kalau muridnya kamu! Kau melakukan kebaikan lagi untuk manusia? Kalau ketahuan hantu lain, kau akan di tertawakan oleh mereka, mengerti!!" bentakku kesal.

"Sssst... ludahmu berbusa tuh! Diamlah dulu!" desisnya. "Saya memang membantu membuat gambar untuknya. Tapi.. saya melakukan misi untuk menakuti manusia." Aku mengernyit, menatapnya tak berkedip.

"Saya melukis adegan pembunuhan, dengan menyelipkan pesan di dalamnya.."

"Yang berbunyi.."

"Adam ada di sini.. sedang tersenyum.."

"Dan menatapmu dalam jarak yang tak kau ketahui." ujarnya sambil menyeringai.

Dan si*lnya, ucapan itu bahkan membuatku yang sesosok hantu, merasa merinding dan ketakutan.

"Adam itu nyata.. dia ada. Dan dia, bukan hanya sekedar cerita." tukasnya sambil tersenyum ambigu. Membuatku merasakan aura aneh di sekitar anak ini.

Hantu kuntilanak laki-laki, memang yang paling menyeramkan daripada hantu kuntilanak perempuan pada umumnya.

"Ha.. Gahahaha.. pintar.. memang pintar.. Aku suka dirimu yang seperti itu." ucapku sembari tertawa senang.

Tapi tiba-tiba saja, wajah lucu anak ini berubah. Menjadi datar dan penuh curiga. Kenapa dia memandangku begitu? Apakah ia mengalami perubahan suasana hati yang ekstrim? Anak, yang membingungkan memang.

.......

.......

.......

.......

...Bersambung......

Terpopuler

Comments

Teni Fajarwati

Teni Fajarwati

ya ampun Kun🤣🤣

2024-09-23

0

Teni Fajarwati

Teni Fajarwati

hahaha

2024-09-23

0

Dewi

Dewi

gmes bgt sm si kun emng ya ank yg trllu pintar itu jg frekuensi nya ckup brbeda

2022-09-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!