Sarapan kali ini, Tiara juga menemani Arnold. Pria itu terus meminta ini dan itu, membuat Tiara kewalahan.
“Aku pikir, mamah akan datang di hari Jum’at seperti ini. Kamu harus bersiap-siap,” ucap Arnold di sela-sela makannya.
Merasa bingung, Tiara melontarkan sebuah pertanyaan, “Siap-siap untuk apa Tuan?”
“Kembali berpura-pura jadi pacarku.”
“Tidak! Aku tidak mau berbohong lagi Tuan!” tolak Tiara sembari menggelengkan kepala berulang kali.
Sendok dan garpu di tangan dia letakkan, Arnold berbalik untuk melihat wajah Tiara. Dia kesal gadis itu menolak.
“Kalau kamu tidak mau, ya sudah, pergi saja dari sini,” sinis Arnold.
“Tapi Tuan ... masa harus berbohong lagi.” Tiara benar-benar merana, dia merasa sangat berdosa kalau harus membohongi Aela kembali.
“Hanya untuk sehari, setelah itu sudah. Aku juga lelah berbohong, tapi mau bagaimana lagi, kalau kita jujur mamah pasti tidak akan percaya,” jelas Arnold.
Tiara sedikit membenarkan perkataan Arnold. Dia juga sudah pernah mencoba untuk berbicara, tetapi selalu gagal karena Aela sepertinya tak ingin mendengar penjelasan.
Beranjak dari duduk, Arnold akan segera pergi. “Nanti gantilah pakaianmu dengan yang lebih baik dari ini, aku tak mau mamah menilaiku sosok yang pelit.”
“Kan emang iya,” celetuk Tiara tanpa sadar.
“Apa kamu bilang?” Arnold maju selangkah, membuat Tiara langsung memundurkan kakinya.
“Enggak kok Tuan, nggak ada,” bohong Tiara.
Tapi siapa peduli, Arnold terus maju. Pria itu memasang wajah marah dengan tatapan begitu tajam, membuat Tiara menelan ludah berulang kali.
Mendekatkan bibirnya di telinga Tiara, Arnold membisikkan sesuatu di sana. “Kalau aku pelit, kamu tak akan pernah ada di sini.”
Jantung berdekat dengan irama yang luar biasa, dada Tiara sampai terasa sedikit sakit. Jarak antara dia dan Tuan rumah ini, begitu dekat bahkan dia bisa merasakan embusan napas Arnold.
“Iy-iya Tuan,” jawab Tiara gugup, lekas dia menundukkan kepalanya.
Senyum sinis mengembang di bibir Arnold, pria itu sangat gembira bisa mengerjai Tiara. Dia tahu sekali, perempuan pasti sangat sensitif dengan jarak dekat seperti itu.
“Tuan ngapain senyum-senyum begitu?” tegur Tiara setelah bisa menjauh dari Arnold.
“Siapa? Kepo.”
“Atau jangan-jangan Tuan mengagumi wajah cantik aku ya, tadi pas berdekatan,” goda Tiara. Arnold membelakan matanya tak percaya mendengar ucapan yang dilontarkan gadis itu.
“Kamu pikir aku pria seperti apa, suka sama gadis sepertimu!” caci Arnold.
“Memangnya aku gadis seperti apa Tuan? Bukannya aku cantik, badanku juga ideal. Semua pria mengejarku, bahkan ada yang ingin menjadikan aku istrinya,” ucap Tiara seraya menampilkan senyum mengejek.
“Tidak denganku!” tegas Arnold. Dia langsung pergi dari sana dengan hati dongkol tak karuan.
Bisa-bisanya dia gantian dikerjai oleh Tiara. Hais, Arnold salah, Tiara bukan gadis lemah seperti yang dia pikirkan. Sedangkan Tiara hanya tertawa saja, apalagi mengingat wajah Arnold tadi, dia ingin terus tertawa karena sangat lucu.
“Waktunya makan,” ujar Tiara sambil duduk di kursi makan.
Dari pada harus berpindah tempat lagi, sekalian saja dia makan di sini. Bodoh amat orang mau bilang lancang karena dia makan di tempat sang Tuan, Tiara tak peduli. Lagian, sebentar lagi dia akan menyamar kembali menjadi kekasih pria itu. Yang artinya, milik Arnold, sedikit milik dia. Hihihi.
“Aku rindu makan di meja indah seperti ini. Aku juga rindu paman, rindu rumah dan semua yang ada di sana,” lirih Tiara menatap sendu semua makanan di meja.
Paman adalah sosok pahlawan saat dia kecil, menjaganya dengan baik. Bahkan bisa menjadi ibu saat dia dihina oleh teman-temannya. Tiara masih tak percaya dengan hidupnya, entah nasib apa dia dan pamannya jadi terpisah. Tentunya dengan masalah yang akan merugikan dia bila harus bertahan.
**
Selesai membereskan rumah, Tiara segera ke kamar untuk mandi. Gadis itu memilih memakai baju yang Arnold belikan beberapa hari yang lalu, dress di bawah lutut berwarna merah muda dengan aksen renda di sisi-sisinya.
Kini Tiara beralih ke make up yang dia pinjam dari pelayan di rumah ini, untuk dia pakai agar mamah Arnold tak curiga. Tiara hanya memakai tipis saja, agar tak terlalu menor.
Saat semua sudah aman terkendali, Tiara segera keluar dari kamar. Gadis itu berjalan menuju ruang utama, menunggu mamah Arnold yang katanya akan datang.
“Aku takut sekali ketahuan, alasan apa yang harus kugunakan? Masa iya bilang nginap di sini, nggak bagus banget,” monolog Tiara. Dia bolak balik, bingung karena tak menemukan ide.
Deru mobil membuat Tiara kalang kabut, bingung harus melakukan apa. Di tengah-tengah kekhawatirannya, mbak Yuni datang dan meminta Tiara untuk duduk.
“Saya diperintahkan Tuan muda untuk ikut andil dalam per-aktingan ini. Jadi, kita harus berpura-pura berbicara di sofa,” ucap mbak Yuni membuat Tiara terkejut.
“Kenapa bisa Mbak?”
“Sudah Neng, jangan banyak bertanya lagi. Mending kita jalani aksi ini,” sela mbak Yuni.
“Baiklah.”
Mereka mulai duduk, dan sibuk membicarakan apa saja. Tiara mencoba mencari topik pembicaraan yang pas, agar nanti Aela tidak curiga dengannya. Lagian, Arnold juga kenapa malah memintanya berpura-pura lagi, padahal Tiara sudah senang karena bisa lepas dari akting ini kemarin.
Ceklek
Aela berjalan masuk dengan gaya elegan, dia tampak terkejut melihat Tiara ada di dalam rumah. Tapi sejurus kemudian dia tersenyum senang.
“Loh, Sayang, kamu di sini?” tanya Aela sembari menepuk pelan bahu Tiara.
Gadis itu terkejut, dan langsung menoleh. “I-iya Mah. Tadi Tiara pikir Arnold masih di rumah, ternyata sudah pergi bekerja,” ujar Tiara.
“Oh, ya ampun. Kasihan sekali calon menantu Mamah,” kata Aela sembari duduk di dekat Tiara.
Mbak Yuni segera pamit dan beranjak untuk membuatkan minum. Dia bisa bernapas lega karena telah menyelesaikan tugas berpura-puranya. Kini hanya tinggal Tiara saja, yang harus berakting lagi.
“Kirain Mamah nggak ke sini tadi. Tiara sudah mau balik,” lontar Tiara.
“Mamah selalu datang di hari Jum’at Sayang. Sambil menunggu Arnold pulang, biasanya Mamah memasak makan siang untuk dia,” jawab Aela.
“Oh, gitu ya Mah?”
“Iya Nak.”
Tiara kehabisan kata-kata, dia hanya menggaruk tengkuk yang tak gatal, lalu melihat ke sekeliling dengan tatapan melas. Lelah, Tiara lelah. Begitulah suara hati dia.
“Sayang,” panggil Aela.
“Iya Mah? Ada apa?”
“Apakah Arnold sudah membicarakan, bahwa dia akan melamar kamu?”
Uhuk
Tiara tersedak ludah sendiri, karena tak percaya mendengar ucapan Aela. Melamarnya? Yang benar saja, ini tidak masuk dalam daftar kebohongan mereka. Dia harus membuat perhitungan pada pria itu nanti.
“Belum Mah,” balas Tiara sambil tersenyum kikuk.
“Gini Sayang. Kalian kan sudah pacaran lama, sebaiknya segera menuju ke jenjang yang lebih serius lagi. Nggak baik terlalu lama pacaran, mendingan kalian menikah,” jelas Aela.
Sekali lagi, Tiara terbatuk dengan mata melebar. Apa-apaan, mana mau dia menikah dengan Arnold. Hih, Tiara saja jijik membayangkannya.
Tidak! Aku tidak mau! Sebaiknya sudahi saja kebohongan ini. Teriak Tiara dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Vita Zhao
bagus nikahin ajah mereka mama Aela
2022-04-04
1