Pukul 03.00 dini hari Tiara kembali terbangun, dia langsung mengucek mata dan turun dari ranjang. Tiara berniat untuk membasuh wajah di kamar mandi.
Setelah membasuh wajah, dia memilih duduk di sofa yang ada di dalam kamar ini. Sesekali napasnya terhembus dengan kasar, diikuti mata yang melirik ke seluruh penjuru ruangan.
“Memang kalau tinggal di rumah orang, tak senyaman rumah sendiri,” monolog Tiara.
Dengkuran halus yang bersumber dari mamah Arnold, terdengar. Sedikit senyum tertarik, lalu gadis itu berjalan menuju ranjang.
“Kalau dilihat-lihat, Nyonya Aela memang sangat mirip dengan Tuan Arnold.”
“Namanya juga ibu dan anak,” sambung Tiara sambil menggaruk tengkuk yang tak gatal.
Entah mengapa dia berubah seperti orang dungu, selalu diam dan menurut saja apa yang orang katakan. Padahal belum tentu perkataan itu bakalan menguntungkan untuk dia.
Merasa aneh dengan dirinya, tiba-tiba Tiara teringat akan sang paman. Bagaimanapun pria paruh baya itu yang mengurusnya sejak kecil, jadi, sulit sekali melupakan meski niat pamannya sangat jahat.
“Apa paman khawatir padaku?” tanyanya dalam sepi.
Kebodohan yang masih Tiara pelihara. Seharusnya dia tak perlu peduli pada pria biadab itu. Meski sudah mengurusnya sejak kecil, tetap saja dengan latar belakang akan menjualnya bukanlah sesuatu yang patut dikenang.
Malas dengan pikirannya, Tiara mencoba untuk kembali tidur. Meski akan gagal karena matanya terus ingin terbuka, tetapi Tiara tetap mencoba.
**
Sarapan pagi kali ini, cukup menegangkan bagi Tiara. Sudah dua hari dia berada di rumah ini, tentu dengan keadaan yang semakin membuat pusing. Mereka tidak saling mengenal, tinggal serumah juga karena tragedi malam itu.
“Tiara mau tambah lagi?” tawar Aela sembari mengangkat piring berisi sayur.
“Tidak perlu, Mah. Tiara udah kenyang kok,” balas Tiara sungkan.
Sebutan ‘mah’ seolah sudah biasa disebut. Tiara tak lagi gugup memanggil mamah Arnold dengan sebutan yang sama dengan pria itu. Tiara pun tak peduli pada tatapan Arnold, dia juga sudah kadung pusing dengan situasi.
“Mah, sebenarnya ....” Arnold mencoba membuka suara, tetapi tertahan karena gerakan tangan mamahnya.
“Habiskan makanmu cepat! Setelah itu pergilah ke kantor!” perintah mamahnya, membuat Arnold tak bisa berbuat apa-apa.
Se-geram itu Arnold, sampai-sampai dia mengiris daging dengan gerakan kasar hingga menimbulkan suara nyaring dari benturan pisau dan piring.
Mamahnya terlalu kuat dengan pendirian, sampai-sampai tak bisa digoyahkan sedikit pun. Karena masih geram, Arnold langsung mengangkat wajahnya dan menatap Tiara dengan penuh ketajaman.
“Jangan katakan apa pun, ketika aku tak berada di rumah!” tekan Arnold pada Tiara saat mamahnya itu pergi untuk mengangkat telepon.
Sedangkan yang diberi peringatan, hanya mengangguk kecil. “Sampai kapan Tuan?”
“Sampai semua bisa terungkap. Jangan salahkan siapa pun, ini semua salah kamu juga! Ngapain di sini terus, kenapa tidak pergi sejak kemarin?” omel Arnold.
“Lah, seharusnya Tuan berterima kasih. Karena aku, Tuan tak diejek jomblo oleh teman-teman Tuan itu,” sahut Tiara tak mau kalah. Mencoba menjelaskan, apa yang terjadi di antara mereka.
“Jadi kamu mencoba mengungkit-ungkit? Ingat! Karena aku, kamu juga lolos dari orang jahat malam itu!”
“Ya udah. Kalau gitu kita impas.” Oke. Tiara mengakhiri perdebatan mereka.
Pas sekali, Aela juga sudah selesai menelepon dan kembali bergabung dengan dua manusia berbeda jenis kelamin.
“Kalian ... Kenapa diam saja? Biasanya pasangan lain, selalu berbuat hal yang romantis,” ucap Aela sambil menunjuk Tiara dan Arnold secara bergantian.
Dengan gesit Tiara menyambar ayam goreng dan meletakkan di piring Arnold. Senyum gadis itu seketika mengembang.
“Dimakan Sayang,” ujar Tiara sambil mengedipkan matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
𝓙𝓪𝓷𝓲𝓮 🍵
suka karakter tiara yg ga lembek 👍
2022-03-31
3
Vita Zhao
ah, seru nya
rajin up nya y thor, aku selalu menunggumu🥰
2022-03-30
2