Setelah tamat SMA dua tahun lalu, Tiara tak mau ketika pamannya meminta dia untuk melanjutkan kuliah. Sebab, Tiara tak ingin banyak merepotkan lagi.
Alhasil, selama beberapa tahun ini dia hanya di rumah saja dan membantu membereskan rumah bersama beberapa pembantu lainnya. Palingan kalau sesekali pamannya ngajak jalan-jalan, Tiara baru keluar dari rumah.
Jika dia ingin salon, Tiara selalu memanggil si tukang salon ke rumahnya. Entah mengapa gadis itu sangat tidak suka berkeliaran di rumah, menurutkan sangat tidak aman. Padahal dia tak tahu, di rumahlah yang semakin tidak aman.
Entah latar belakang apa yang membuat pamannya ingin menjual dia, Tiara masih ingin mencoba mengingat-ingat. Apakah mereka pernah membahas perilah jodohnya? Tetapi Tiara merasa tidak ada.
Apa mungkin itu sebagai ganjaran, karena selama ini sang paman telah mengurus dia. Bahkan membelikan semua apa yang dia mau.
Huff. Tiara terlalu lelah memikirkan masalah itu lagi dan lagi. Sampai-sampai dia lupa kalau sedang mengepel, alhasil masih banyak ruangan lagi yang harus dia bersihkan.
“Hey! Kerja yang benar!” teriak Arnold dari lantai atas.
Mendongak, Tiara bisa melihat wajah mengejek milik Arnold. Pria itu sengaja melakukan ini pada Tiara, berusaha menunjukkan kalau dialah paling hebat.
“Iya Tuan,” jawab Tiara lembut.
Kain pel kembali mengusap lantai agar bersih, Tiara melakukannya dengan penuh semangat. Dengan dalih agar segera selesai.
Tapi sayang, tampaknya pekerjaan ini akan berjalan lama. Sebab, Arnold sengaja turun dan menginjak lantai yang sudah bersih dengan sendalnya. Otomatis kembali kotor dan Tiara harus mengulang.
“Tuan, bisakah duduk di sofa dulu. Aku ... eh, saya maksudnya sedang mengepel,” pinta Tiara dengan wajah melas plus lesu.
“Siapa kamu? Ngatur-ngatur saya?” Arnold malah memasang tatapan tajamnya, hingga membuat gadis itu hanya bisa menunduk saja.
Kalau tak ingat sekarang ini Arnold adalah majikan dia, sudah pasti Tiara akan memukul pria itu. Tenaganya sudah banyak terkuras hari ini, dan si pemilik rumah dengan sengaja memancing emosinya.
“Tuan Arnold Xavier Anugrah terhormat. Saya mohon pengertiannya, sangat sangat mohon. Jangan memancing emosi saya, dan duduk saja dengan anteng di sofa,” tutur Tiara sembari menunjuk ke arah sofa.
Melihat wajah Tiara memerah, akhirnya Arnold memilih mengalah. Dia duduk di sofa, tetapi pandangan matanya mengarah pada kegiatan Tiara. Sesekali dia mengomentari dan meminta gadis itu untuk membersihkan bagian yang dia anggap kotor. Sama saja. Tiara tetap lelah.
“Tuan itu sudah dipel tiga kali loh. Masa iya harus diulangi lagi?” protes Tiara saat mendengar perintah yang dilontarkan Arnold.
“Ulangi.” Pria itu kembali menunjuk lantai di dekat tempat dia berada. Enggan mendengar keluh kesah dari Tiara.
“Dasar dingin, datar dan nggak punya perasaan,” gerutu Tiara sambil mengangkat ember berisi air dan pewangi.
“Ngomong apa kamu?”
“Nggak ada kok, Tuan,” sangkal Tiara cepat.
“Awas kalau nggak bersih!” ancam Arnold.
Kalau boleh bergerak lebih lagi, Tiara ingin menyiram Arnold dengan seember air ini. Baru sehari jadi pembantu, dia sudah kelelahan seperti ini. Bagaimana hari-hari berikutnya? Mungkin akan langsung koit, alias mati. Iya, mati kelelahan.
**
Akhirnya Tiara bisa istirahat di kamarnya setelah selesai dengan semua pekerjaan. Meski sudah dibantu pembantu lain, tetap saja dia juga lelah. Sebab, rumah ini besar dan banyak yang harus dibersihkan.
Baru saja akan memejamkan mata, panggilan dari Sang Tuan di luar membuat Tiara menggeram kesal.
“Ada apa Tuan?” Tiara berdiri di depan ambang pintu kamarnya.
“Belikan sabun di supermarket. Sabun di kamarku sudah habis,” perintah Arnold.
“Loh, bukannya kemarin Mbak Yuni baru beli ya?” tanya Tiara.
Dia merasa kemarin salah satu pembantu di sini, telah pergi ke supermarket untuk membeli keperluan mandi Arnold.
“Sudah habis. Lagian, sabun kemarin kenapa dibilang-bilang. Kamu nggak mau nuruti? Ya sudah.” Arnold berjalan pergi meninggalkan Tiara.
“Eh, Tuan! Bukan begitu!” Tiara berusaha mengejar. Tamat riwayatnya kalau sampai pria itu marah.
Arnold menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik badan. “Ya sudah, sana pergi!”
Pria itu menaruh uang merah satu lembar di tangan Tiara, lalu dia kembali berjalan menuju kamarnya.
“Enggak habis pikir, sabun baru beli kemarin sudah habis. Is is, atau jangan-jangan dimakan kali ya,” monolog Tiara.
Meski sangat malas untuk keluar, Tiara tetap pergi ke supermarket. Membeli pesanan Arnold.
**
Tuan Arnold emang jail banget deh😆
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Tika Hustatika
jangan diam2 sebetulnya suka..
2022-05-31
0
Sujarti Ny Arianto
Arnold caper sama Tiara tuh🤗
2022-04-26
0
Sri Slamet M E
tanda² bucin mulai kliahatan pada Arnol
2022-04-04
0