TMA Bab 14

Selesai membereskan meja makan, Tiara memilih untuk makan dengan lauk dan nasi sisa Arnold. Dia tak bisa menahan lebih lama lagi, cacing-cacing di dalam perutnya terus saja berdemo.

“Mbak masuk kamar duluan ya Neng. Beranikan di dapur sendirian?” tanya mbak Yuni yang akan pergi.

“Sip Mbak, berani kok,” jawab Tiara seraya tersenyum.

Mbak Yuni menghela napas lega, lalu wanita yang usianya lebih dewasa dari Tiara itu berlalu dari dapur. Kini hanya tinggal Tiara sendirian di dapur, gadis itu masih menikmati makanannya.

“His, geram sekali aku dengan Tuan Arnold. Lihat saja, aku benaran akan kerjain dia,” gerutu Tiara ketika mengingat sikap Arnold tadi. Yang terang-terangan mengerjai dia.

Tiara meletakkan piring bekas makannya di westafer, lalu gadis itu mencucinya hingga bersih. Kini tatapan Tiara menyapu seluruh ruangan dapur, dia bisa bernapas lega karena akhirnya akan segera tidur.

“Waktunya tidur!” ujar Tiara antusias. Dia langsung keluar dari dapur dan akan menuju kamar.

Tapi langkahnya terhenti saat melihat Arnold sudah berdiri di ambang akan menuju kamar. Pria itu menaikturunkan sebelah alisnya, seperti menantang Tiara.

“Maaf Tuan, mengapa belum istirahat?” tanya Tiara pelan. Dia melihat Arnold sebentar lalu menundukkan kepala.

“Badanku sakit semua. Aku butuh pijatan,” ungkap Arnold dengan dingin. Wajahnya datar tak menggambarkan ekspresi apa pun.

“Terus?” Dengan polosnya Tiara kembali bertanya.

Arnold menghela napas. Tak heran jika Tiara polos, secara umur gadis itu masih dua puluh tahun. Tapi, Arnold tak akan mempercayainya dengan sungguh, bisa saja Tiara pura-pura polos di depannya.

“Sekarang ikut aku,” ucap Arnold membuat Tiara mengerutkan dahi bingung.

“Ikut ke mana Tuan? Aku ingin istirahat.”

“Dasar bawel! Tidak perlu banyak tanya, sekarang ikut saja!” perintah Arnold yang tak dapat Tiara tolak lagi.

Akhirnya dengan pelan gadis itu berjalan di belakang Arnold, sesekali mengusap wajah karena kantuk mulai menyerang. Berulang kali pula Tiara menguap.

Ternyata Arnold mengajaknya ke ruang utama, pria itu sudah menjatuhkan bobot tubuhnya di sofa dengan telungkup. Sedangkan Tiara masih berdiri di tempat, dengan tatapan semakin bingung.

“Tunggu apalagi, cepat pijat punggungku,” tegur Arnold.

“Pijat? Punggung Tuan?” tanya Tiara dengan tak percaya.

“Ya. Cepatlah!”

Bukannya beranjak, gadis itu malah diam saja. Terlihat jelas Tiara enggan melakukannya, apalagi harus menyentuh punggung Arnold meski tertutup pakaian, Tiara sangat enggan.

“Tapi Tuan ....”

“Tiara! Cepatlah!” tukas Arnold dengan suara mulai meninggi.

“Bukannya aku bekerja hanya sebagai pembantu, bukan tukang pijat?” sahut Tiara.

Merasa sangat kesal, akhirnya Arnold bangkit dan berjalan mendekati Tiara. Tatapan pria itu sangat menusuk, ditambah lagi dengan wajahnya yang memerah, sangat seram bagi Tiara.

“Memangnya kenapa kalau aku memintamu untuk memijatku? Toh, nanti aku akan membayarnya,” sinis Arnold.

“Tapi kita bukan suami istri. Seharusnya memang aku tidak bisa memijat Tuan,” cicit Tiara.

“Oh, jadi harus suami istri ya, baru kamu bisa memijat? Lalu bagaimana dengan tukang pijat di luaran sana?” Arnold menaikturunkan sebelah alisnya.

Tiara mendesah kesal, lalu dia membuang muka saat Arnold masih menatap. Berusaha sabar dan tetap menjaga emosi, Tiara menjawab, “Itu beda.”

“Bedanya di mana?” tanya Arnold lagi. Pria itu melangkah maju selangkah, menatap Tiara dengan senyum mengejek.

“Ya karena dia tukang pijat. Berbeda dengan aku, karena aku hanya pembantu,” kata Tiara.

“Ya sudah, sekarang kamu aku jadikan tukang pijatku plus pembantu juga. Gampang kan?”

Oh, baiklah. Sepertinya Tiara memang tidak akan pernah menang bila berdebat dengan Arnold. Pria itu cukup pintar membodoh-bodohi lawannya.

Arnold kembali menjatuhkan tubuh di sofa, menunggu Tiara yang akan memijat punggungnya. Akhirnya dengan perasaan yang benar-benar kesal, Tiara mendekati Tuannya itu.

Dia mulai memijat punggung Arnold dengan gerakan pelan, sesekali mendesah karena kantuk mulai menyerang parah. Sedangkan Arnold, dia mulai memejamkan mata saat merasakan pijatan Tiara. Dia memang cukup lelah hari ini karena terlalu banyak pekerjaan yang harus dia urus.

Hingga akhirnya Arnold benar-benar tertidur. Tiara masih terus memijat, sesekali dia mengusap mata agar kembali terbuka. Tapi sayang, dia tetap kalah dengan kantuk yang semakin menjadi-jadi. Tiara tak sadar menjatuhkan kepalanya di punggung Arnold, dan tertidur di sana.

**

Ayam berkokok di luar, membangunkan para manusia yang masih berada di alam bawah sadar mereka. Berulang kali ayam berkokok, tetapi tak membuat dua manusia berbeda jenis kelamin yang tengah tertidur pulas di ruang utama bangun.

Tiara malah semakin nyaman, gadis itu tampak sangat lelah dan mengantuk parah. Sama halnya dengan Arnold. Namun, karena bunyi ponsel milik Arnold membuat pria itu menggeliat.

Lalu mata Arnold perlahan mulai terbuka, dia merasakan berat di punggungnya. Saat melihat ke belakang, betapa kagetnya Arnold ketika melihat Tiara tertidur dengan kepala yang berada di punggungnya.

“Tiara, bangun,” ucap Arnold berusaha membangunkan Tiara. Sedangkan ponselnya terus berbunyi dengan layar berpendar.

Arnold tak bisa mengangkat telepon itu, bila Tiara tidak bangun. Akhirnya, setelah beberapa kali membangunkan dan tak ada tanda-tanda dari Tiara. Arnold dengan secara paksa menjatuhkan kepala Tiara dari tubuhnya. Hingga membuat gadis itu meringis sakit karena terjatuh.

“Tidak bisakah melakukan sesuatu dengan hati-hati Tuan?” celetuk Tiara dengan terus mengusap kepalanya.

“Aku sudah membangunkanmu berulang kali. Kamu saja yang terlalu kebo, dan kenapa bisa tidur di sini?” cetus Arnold seraya mengambil ponselnya.

Pria itu berjalan menjauh untuk mengangkat telepon, meninggalkan Tiara yang masih kesal dengan sikapnya. Jujur saja, Tiara masih enak-enakkan berada di alam mimpi. Tapi Arnold malah mengacaukannya.

“Dasar orang tidak punya hati. Untung saja bos,” gumam Tiara.

“Apa kamu bilang?”

Arnold sudah berdiri di belakangnya, membuat Tiara membelakan mata karena terkejut.

“Tidak. Aku tidak bilang apa-apa Tuan,” kilah Tiara.

“Baiklah. Cepat pergi ke dapur dan buat sarapan untukku,” suruh Arnold.

“Orang baru bangun tidur juga,” celetuk Tiara pelan.

“Apa?” Arnold membalikkan badannya.

“Tidak Tuan, Anda salah dengar saja.”

Lagi-lagi Tiara berusaha mengelak, lalu dia berpamit pada Arnold untuk pergi ke kamar dulu membasuh wajah. Setelah itu dia baru ke dapur untuk membuat makanan bersama mbak Yuni.

“Neng, tadi malam tidur di mana? Pas Mbak ke kamar buat cek, kok enggak ada?” tanya mbak Yuni membuka percakapan. Tiara berdehem, lalu menoleh ke arah wanita di sebelahnya.

“Aku ketiduran di sofa Mbak, pas pijitin Tuan Arnold,” jawab Tiara.

“Oalah, kirain di mana. Pasti Neng capek banget ya? Tapi mau gimana, Tuan selalu meminta Neng buat turuti kemauannya, padahal masih ada pelayan yang lain,” ucap mbak Yuni.

Tiara membenarkan ucapan mbak Yuni, kalau Arnold memang selalu menyuruhnya. Padahal pria itu telah memperkerjakan banyak sekali pelayan, bahkan ada juga yang pria. Tapi, mengapa harus dia? Atau jangan-jangan ada maksud terselubung di baliknya?

“Entahlah Mbak, Tiara juga bingung.”

 **

othor kasih bab panjang nih.

Selamat menunaikan ibadah puasa buat kalian semua.

 

Terpopuler

Comments

Vita Zhao

Vita Zhao

bentar lagi pasti bucin tuh Arnold 😅

2022-04-04

1

Sri Slamet M E

Sri Slamet M E

lama² bucin tuh arnold 😄

2022-04-04

0

𝓙𝓪𝓷𝓲𝓮 🍵

𝓙𝓪𝓷𝓲𝓮 🍵

jadikan Arnold bucin thor biar ga nindas tiara trs

2022-04-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!