Saat jam istirahat.
Ryo menatap tidak suka Vano yang tiba-tiba saja duduk di sebelah Jelita, "Ngapain kamu di sini?"
Vano menatap datar Ryo, pemuda itu memang terkenal dengan si pangeran es yang minim ekpresi, "Tentu saja makan."
"Kenapa duduk di situ?" tanya Ryo dengan memincingkan mata.
"Semua mahasiswa di sini bebas duduk di manapun," jawab Vano santai.
Ryo semakin geram dengan Veno, "Jangan duduk di situ, kamu merusak pemandangan."
"Bukankah kamu yang merusak pemandangan? Si penjahat kelamin dari LA," ucap Vano yang semakin mematik kemarahan Ryo.
"Bang-sat!" umpat Ryo yang sudah meledak-ledak.
"Sabar, Yo. Jangan emosi," kata Gavin mencoba mereda emosi Ryo. Dia juga tidak mengerti kenapa Ryo marah karena Vano duduk di sebelah Jelita.
Ryo menarik napas perlahan. Dia berpikir jika dia harus menahan emosinya, dia itu harus berubah, Ryo yang suka membuat keributan sudah hilang tertelan bumi.
Jelita tersenyum tipis melihat Ryo, dia memberikan applause untuk Ryo yang mencoba merendam emosi, padahal pemuda itu bertemperamen aktif.
"Kamu semakin cantik saja, Honey," ucap Vano pada Jelita, "Aku jadi semakin menyukai kamu."
Ryo dan Gavin menganga, mereka berpikir jika Vano mengalami masalah pengelihatan. Jelita yang begitu Jelek dan cupu dibilang cantik, dan bagaimana mungkin pemuda itu menyukai Jelita.
Sedangkan Jelita hanya acuh.
"Mending periksa mata deh, bro," celetuk Gavin menatap Vano prihatin.
Vano tidak menghiraukan Gavin, fokusnya adalah gadis yang sedang makan dengan tenang di sebelahnya.
Ryo yang melihat Vano memandangi Jelita menjadi panas sendiri, dia langsung bangkit, "Ayo ke kelas."
Gavin mengerutkan dahinya, "Loh kok ke kelas sih, baksoku belum habis."
"Habiskan saja," ucap Ryo, tapi pemuda itu tetap bangkit untuk pergi.
Jelita langsung ikut bangkit dan mengekor Ryo.
"Kok tega banget, malah ditinggal," gerutu Gavin dan langsung melahap bakso miliknya dengan cepat.
Sedangkan Vano, pemuda itu menatap datar kepergian Ryo dan Jelita.
"Hubungan mereka apa?" tanya Vano pada Gavin.
"Kenapa mamang?" bukannya menjawab pertanyaan Vano, Gavin justru balik bertanya, pemuda itu memang lebih mementingkan rasa kepo.
"Hanya penasaran," jawab Vano sekenanya.
"Jelita itu Bodyguard Ryo."
Vano terdiam setelahnya, di dalam pikirannya berputar berbagai macam pertanyaan. Dia bingung kenapa perempuan seperti Jelita menjadi seorang Bodyguard, padahal Jelita adalah anak perempuan dari keluarga Albirru, keluarga konglomerat.
"Jangan bengong, bro. Ayam tetangga ada yang meninggal karena kebanyakan bengong," ucap Gavin yang heran karena Vano melamun.
"Hmm," Vano hanya bergumam, pemuda itu segera bangkit dan pergi meninggalkan Gavin.
"Kenapa orang-orang suka sekali meninggalkan aku sendiri, sih?" gerutu Gavin jadi nelangsa sendiri, sekarang dia seperti anak hilang karena makan makan sendiri di kantin.
**
Perjalanan pulang, di dalam mobil.
"Apa kamu senang sudah disukai cowok populer?" tanya Ryo yang sedang duduk di sebelah Jelita.
Jelita yang sedang menyetir melirik sekilas Ryo dengan ekor matanya, "Siapa yang suka padaku?"
"Tentu saja Vano, cowok yang duduk di sebelah kamu saat di kantin tadi," jelas Ryo jadi geregetan sendiri.
"Oh, namanya Vano."
Ryo cukup terkejut dengan perkataan Jelita, "Jadi kamu tidak tahu namanya?"
Jelita menggeleng, "Lagi pula nggak penting juga."
"Dasar cewek cupu yang jual mahal," ejek Ryo, tapi di dalam hatinya bersorak karena Jelita terlihat tidak memperdulikan Vano.
"Ya, Terima kasih pujiannya, Tuan muda," ucap Jelita, dia sudah cukup terbiasa dengan perkataan menusuk Ryo.
"Ck, aku nggak memuji kamu, dasar bodoh," kilah Ryo dengan menatap Jelita aneh.
"Aku kira itu pujian," kata Jelita berpura-pura bodoh.
Ryo memutar bola matanya, "Pujian matamu."
Jelita hanya mengangkat bahu.
"Tapi, kenapa Vano bisa menyukai kamu, ya?" tanya Ryo berpikir keras.
Jelita melirik Ryo sekali lagi, dia heran kenapa jadi Ryo yang repot jika dia disukai laki-laki, "Apa itu aneh?"
"Tentu saja aneh, kamu itu jelek, meskipun memiliki hati yang baik, tulus, dan mau bekerja keras, kamu tetap saja jelek," kata Ryo dengan menggebu-gebu.
Jelita mencengkram setir begitu kuat, sungguh kurang ajar sekali Ryo.
"Aku yakin Vano memiliki maksud lain, dia pasti tidak benar-benar menyukai kamu," sambung Ryo mencoba memperingati Jelita.
"Ya, aku akan berhati-hati," jawab Jelita sekenanya.
"Kamu harus menjauhinya, kamu tidak boleh berdekatan dengannya, ingat kamu itu Bodyguard milikku, pekerjaanmu itu selalu berada di sisiku."
"Ya, aku tahu itu."
"Bagus."
Sebegitu posesif kah Ryo pada Bodyguardnya?
**
"Apa kamu sudah menyesal?" tanya Jelita pada Moria yang ke dua tangannya terikat ke atas dengan posisi berdiri.
Moria menangis dan menunjukan ekspresi syarat akan permohonan, "Maafkan aku, aku menyesal, tolong lepaskan aku."
Ctak
Jelita mencambuk tubuh Moria dengan bertubi-tubi, dress floral yang dikenakan gadis itu sudah berlumuran darah.
"Inilah ganjaran yang harus kamu terima, aku kira kamu kapok karena sudah di DO dan diblacklist dari semua kampus, tapi kamu dengan beraninya mengirim preman untuk membunuhku," kata Jelita dengan tatapan tajam.
"Arghh!" teriak Moria kesakitan.
"Mau balas dendam padaku, eh? Harusnya kamu sadar kalau nggak akan bisa melawanku. Keluargamu saja dapat aku hancurkan saat ini juga."
"Ja-jangan hancurkan keluargaku," ucap Moria dengan sisa tenaganya.
"Padahal kinerja Ayahmu sangat bagus di perusahaanku, sayang dia memiliki putri yang menyedihkan sepertimu," kata Jelita menatap Moria tanpa rasa iba sama sekali.
"Haruskah aku memecat Ayahmu itu? Aku juga bisa membuatnya nggak bisa bekerja di perusahaan manapun."
"Hiks... Jangan."
"Tapi aku harus melakukan itu."
"Dasar wanita kejam!"
"Aku wanita yang kuat, aku nggak akan tinggal diam jika seseorang mencoba menyakitiku, aku juga nggak mudah untuk memaafkan orang, aku hanya membalas apa yang telah kamu tuai, jadi terimalah itu."
Jelita berlalu dan meninggalkan Moria yang menangis dengan rasa penyesalan yang sudah terlambat.
"Urus Moria," perintah Jelita pada Nohan.
"Saya harus apakan perempuan itu, Nona?" tanya Nohan dengan sopan.
"Kamu nikahi juga boleh."
Nohan menatap tidak percaya Jelita, "Mana mau aku menikah dengan perempuan jahat, aku hanya ingin menikah dengan perempuan mandiri dan kuat seperti Nona," kata Nohan dengan lancar menyuarakan isi hatinya.
Hening sesaat.
Nohan baru menyadari apa yang telah dia katakan, "Maaf, Nona, bukan maksud saya bersifat lancang."
Jelita menatap Nohan dengan datar, "Bagus karena kamu sudah menyadari posisimu saat ini, Nohan."
"Ya, Nona."
Sejujurnya Nohan sangat sakit mendapatkan kenyataan yang membuka matanya itu, sejak lama dia memang memendam perasaan untuk Nona-nya itu, baginya Jelita adalah perempuan yang dia kagumi, sebuah kata sempurna mungkin tidak cukup untuk mendeskripsikan Jelita.
Bagai pungguk merindukan bulan.
"Aku akan kembali," kata Jelita meninggalkan Nohan.
Ya, kembali untuk melakukan penyamarannya.
_To Be Continued_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
Sandisalbiah
justru aneh kalau sampai Nohan tdk tertarik dgn nonanya yg sempurna itu... kredibilitas dia sebagai lelaki bisa di pertanyakan
2024-05-12
0
Iin Karmini
maaf thor ...enaknya yg "kamu tanam"...klo tuai artinya memetik atau mengambil hasil yg sdh kita tanam sprti "apa yg kamu tanam itu yg akan kita tuai" ibarat kita lakukan kejahatan kita akan metik/dpt kejahatan/ karma pula🙏
2023-10-30
1
Lina Maulina Bintang Libra
entar kalo k buka k aslian nya jgn menganga kamu ryo
2023-10-25
0