"Kamu kuliah ambil apa, Yo? Kalau aku ambil hikmahnya saja," celetuk Gavin mengabaikan Dosen yang menjelaskan rumus-rumus kalkulus di depan kelas, dia bosan dan ingin mengajak Ryo mengobrol.
"Brisik, aku lagi fokus untuk belajar," kata Ryo yang terlihat mumet karena rumus yang rumit.
Gavin terkejut melihat Ryo yang fokus belajar, biasanya juga pemuda itu tidur di kelas. "Otak kamu bukannya seperti Segitiga Bermuda? Rumus kalkulus masuk dan kemudian mereka tak bisa ditemukan lagi," ucap Gavin dengan tampang konyolnya.
"Jangan asal bicara."
Gavin hanya terkekeh melihat respon Ryo.
Ryo, Gavin, dan Jelita memang mengambil jurusan yang sama yakni administrasi bisnis. Sebenarnya Jelita sudah lulus, tapi dia mengulang perkuliahannya.
Ryo melirik Jelita yang terduduk di sampingnya, lima kursi menghalangi mereka berdua. Padahal Jelita sendiri yang ingin menghapuskan peraturan yang Ryo buat, lantas kenapa Jelita masih menjaga jarak padanya? Padahal dia sangat menyukai wangi dari tubuh Jelita.
Sebenarnya Ryo mengingat jelas kejadian semalam, dia hanya berpura-pura tidak ingat, karena terbawa pengaruh alkohol dia sudah mengatakan hal yang memalukan, bahkan mengecup bibir lembut gadis itu. Itu sangat membuat Ryo malu.
"Kenapa lihatin Jelita?" tanya Gavin yang memergoki Ryo menatap Jelita.
"Nggak, kok," sangkal Ryo dan kembali memfokuskan diri pada Dosen.
Perubahan pertama yang harus dia lakukan adalah memperbaiki nilai-nilai yang sebelumnya anjlok.
Ya, Ryo memang akan bersungguh-sungguh dengan perkataannya.
Tidak lama kemudian bel tanda berakhirnya kelas berbunyi, Dosen segera keluar kelas.
"Dompetku sama seperti bawang, membukanya membuatku menangis. Tolong bayarin aku makan ya, bro," kata Gavin memelas, pemuda itu memang hanyalah anak kos. Sejak lulus SMA Gavin mencoba hidup mandiri, padahal keluarga bisa dibilang kaya.
"Ya," jawab Ryo dengan santai.
"Tuan muda, aku ingin ke kamar mandi, kamu bisa ke kantin duluan, nanti aku akan menyusul," kata Jelita meminta izin pada Ryo.
"Hmm," gumam Ryo dengan mengangguk.
Setelah mendapatkan jawaban dari Ryo, Jelita pergi.
"Apa kalian marahan?" tanya Gavin yang penasaran dengan ekspresi Jelita yang lebih dingin dari biasanya.
"Nggak," jawab Ryo sekenanya, kenyataannya sejak tadi pagi dia memang merasakan canggung dengan Jelita.
"Apa Jelita marah karena kamu diam-diam pergi ke Club?" tanya Gavin sekali lagi.
Ryo hanya diam dan mulai melangkahkan kakinya untuk pergi ke kantin, sedangkan Gavin terus saja menghujam Ryo dengan banyak pertanyaan.
Sebenarnya Jelita hanya kecewa dengan perlakuan Ryo, pemuda yang semalam bertingkah manis dan paginya menjatuhkan harga diri Jelita. Padahal hati gadis itu hampir luluh dibuatnya.
**
Kaki jenjang jelita melangkah di koridor kampus, hari ini moodnya sangatlah buruk. Dan itu semua karena Ryo.
"Tunggu," sebuah suara menghentikan langkah Jelita.
Gadis itu berbalik dan heran karena melihat Vano.
"Kita bicara sebentar," kata Vano dengan ekspresi datar. "Ada yang ingin aku berikan padamu."
Jelita mengeryitkan dahi, "Memberikan apa?"
Tanpa menjawab Vano melangkah menjauh, Jelita yang penasaran mengikuti Vano dari belakang.
Vano membawanya ke bawah pohon yang cukup rindang, semilir angin meniup sedikit rambut pirang cokelat pemuda itu.
"Apa apa?" tanya Jelita to the point, dia memang tidak bisa berlama-lama meninggalkan Ryo.
Si pemuda mengeluarkan sesuatu dari balik jaket kulit hitam, "Milikmu?"
Jelita terkejut melihat dompet miliknya yang berada di tangan Vano, dia langsung mengambil dompet itu dan membukanya untuk melihat isinya. Sejak kapan dompetnya hilang? Kenapa dia tidak menyadarinya?
"Bagaimana bisa dompet miliku ada padamu?" selidik Jelita pada Vano.
Seketika sudut bibir Vano terangkat, menampilkan seringai, "Jadi itu dompet milikmu?"
Jelita mengangguk, "Dari mana kamu mendapatkannya?"
"Di restauran, saat kita tabrakan," jawab Vano dengan meneliti penampilan gadis di hadapannya dari atas ke bawah.
Jelita terperanjat seketika. Jangan bilang Vano tahu siapa dia sebenarnya.
"Kamu..."
"Ya, aku tahu siapa kamu sebenarnya. Berlian Jelita Albirru," ucap Vano dengan melangkah mendekati Jelita.
Jelita refleks menjatuhkan dompetnya, dia berjalan mundur untuk menjauh dari Vano yang semakin dekat dengannya.
Dug
Dan berakhir Jelita yang terjepit di antara pohon dan tubuh Vano yang menjulang tinggi, Jelita hanya setinggi dada pemuda itu. Vano meletakan satu tangannya di pohon, tepat di sebelah kepala Jelita.
"Penyamaran yang bagus," bisik Vano tepat di telinga Jelita.
Bahk
Jelita menendang kaki kiri Vano, tepat di tulang kering, dan membuat si pemuda terhuyung ke belakang dan menjauh darinya.
"Sialan!" umat Vano dengan memegang kakinya yang berdenyut sakit.
Jelita membuka kacamatanya dan menampakkan mata berwarna kuning keemasan miliknya. Dia menatap tajam Vano. "Tutup mulut kamu atau kamu akan..."
"Akan apa? Aku tidak takut dengan ancaman itu," potong Vano yang sudah bisa mengendalikan rasa sakitnya.
Jelita mengepalkan tangannya. Ingin sekali dia memjahit mulut pemuda itu. "Apa mau kamu?" tanya Jelita geram.
"Jadilah pacarku," jawab Vano dengan ekspresi yang datar kembali.
"Di dalam mimpimu," kata Jelita dengan rasa kesal.
"Atau kamu ingin penyamaran itu terbongkar?" kilah Vano berniat mengancam Jelita.
"Kamu pikir bisa mengancam aku?" ucap Jelita menatap tajam Vano.
"Ingat, rahasia kamu ada di tanganku," ucap Vano dengan tersenyum miring.
Jelita berjalan mendekati Vano, "Menunduk."
Vano yang terhipnotis dengan mata amber si gadis segera menurut untuk menunduk, Dia berharap jika gadis itu akan menciumnya.
"Pejamkan matamu," bisik Jelita dengan tersenyum tipis.
Melihat Vano yang sudah menutup matanya, Jelita mengambil belati dari balik blazer kedodoran miliknya, belati dengan ukiran unik berwarna emas. Dia mengusap bibir bawah Vano dengan ujung belati dan memberikan sayatan di sana.
Vano segera mendorong tubuh Jelita menjauh darinya.
"Bang-sat! Apa yang telah kamu lakukan?" bentak Vano dengan memegang bibirnya yang perih dan mengeluarkan darah segar.
"Ini baru sebagian kecil, jika kamu berani membongkar rahasiaku, aku akan menyayat dan menguliti kamu hidup-hidup," kata Jelita dengan memainkan belati di tangannya, dia bisa melihat darah Vano di sana.
Vano tertegun, padahal dia yang ingin mengancam dan menekan Jelita. Kenapa jadi terbalik seperti ini?
"Aku akan menandai mukamu itu, jika penyamaran aku terbongkar, kamulah orang pertama yang aku cari," sambung Jelita dengan nada yang syarat akan ancaman.
Jelita langsung berbalik pergi meninggalkan Vano.
Vano melihat punggung kecil Jelita yang semakin menjauh dari pandangannya. Pemuda itu menyeringai lebar setelahnya, seringai yang lama kelamaan menjadi tawa yang menakutkan.
"Apa ini? Aku kira dia hanyalah gadis bisa yang bermain penyamaran, ternyata dia lebih menarik dari yang aku bayangkan," gumam Vano dengan tatapan berkilat.
"Akan aku pastikan, kamu pasti akan menjadi milikku, Jelita."
_To Be Continued_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
Sandisalbiah
pertama kagum.. lama² jd obsesi
2024-05-11
0
SeoulganicId
ama si vano aja boleh kgak sih biar imbang gtu🤣
2023-11-24
1
devaloka
kok gak rela bnget jelita dapat ryo 🙃
2023-11-15
0