Saat pulang kuliah, tepatnya di parkiran mobil.
"Duduklah di kursi belakang," kata Jelita saat Ryo membuka pintu mobil.
Ryo mengangkat sebelah alisnya, "Biasanya juga aku duduk di sebelah kamu."
"Bukankah aku cupu yang menjijikkan? Lebih baik kamu duduk di kursi belakang dari pada harus duduk di sebelahku," kata Jelita dengan mengingat perkataan Ryo tadi pagi.
"Kamu masih marah padaku?" tanya Ryo yang menutup kembali pintu mobil yang sempat dia buka.
"Mana berani aku marah pada tuan muda," jawab Jelita dengan wajah datar.
"Terserah kamu saja," ucap Ryo dengan membuka pintu belakang mobil dan masuk.
"Apa susahnya untuk meminta maaf?" gumam Jelita dengan perasaan kesal.
Ya, Jelita hanya ingin Ryo minta maaf padanya, tapi pemuda itu tidak peka, atau Ryo yang tidak sudi untuk meminta maaf pada dirinya yang hanya seorang Bodyguard.
Jelita juga masuk ke dalam mobil dan segera menjalankan mobil BMW hitam itu.
Sepanjang perjalanan hanya keheningan di dalam mobil, Jelita yang fokus menyetir dan Ryo yang bermain ponsel.
Ckitt
"Kenapa mengerem mendadak?" tanya Ryo pada Jelita. Pemuda itu hampir terjungkal dibuatnya.
"Ada yang menghalangi," jawab Jelita dengan tatapan ke depan.
Ryo mengikuti tatapan Jelita, dan benar saja, ada tiga mobil berwarna hitam yang menghalangi. Ryo mengedarkan pandangannya, mereka memang sedang berada di jalan yang cukup sepi, kanan kiri jalan hanya ada pepohonan yang rindang.
Terlihat laki-laki berbadan kekar keluar dari ke tiga mobil itu, jumlah mereka ada 12 orang.
"Banyak sekali jumlah mereka, sebaiknya kita putar balik," kata Ryo terlihat begitu panik.
"Tidak perlu," ucap Jelita justru tersenyum tipis, hari ini dia begitu sangat kesal dan membutuhkan pelampiasan untuk menyalurkan rasa kesalnya itu, Jelita akan memanfaatkan kesempatan ini untuk menjadikan ke 12 orang itu samsak.
"Apa kamu akan melawan mereka sendiri?" tanya Ryo menatap Jelita tidak percaya.
"Ya, kamu tunggu saja di sini. Jangan keluar mobil," ujar Jelita menatap Ryo dari sepion tengah.
"Apa kamu yakin? Jangan membahayakan dirimu, jika kamu mati akulah yang akan mati setelahnya," tukas Ryo masih mencoba menahan Jelita yang ingin melawan 12 orang laki-laki yang bertubuh kekar.
Jelita memutar bola matanya, dia kira Ryo memang benar-benar khawatir padanya, pemuda itu justru khawatir pada dirinya sendiri.
"Aku yakin, kamu tunggulah di sini," kata Jelita dan ke luar dari mobil.
"Apa mau kalian?" tanya Jelita pada ke 12 orang itu.
"Apa kamu yang bernama Jelita?" tanya salah satu pria dengan tato di lengan.
"Ya," jawab Jelita dengan heran. Kenapa mereka menanyakan namanya? Bukankah mereka tengah mengincar Ryo?
"Kalau begitu kami tidak salah orang," kata pria satunya lagi, yang berbadan gempal.
"Bunuh dia!"
Ke 12 orang laki-laki itu menyerang Jelita bersamaan, beberapa dari mereka ada yang membawa benda tajam.
Shatt
Jelita menghindar saat pisau mengarah pada lehernya dan dia dengan mudahnya menghindar dari pukulan-pukulan yang para laki-laki itu layangkan. Gadis itu memang mempunyai pertahanan diri yang hebat.
Dugh
Jelita menendang ulu hati dari pria yang mencoba menerkamnya, pria itu pun terkapar tidak sadarkan diri. Jelita sangat tahu titik terlemah manusia yang harus dia pukul, dan itu memudahkan baginya untuk membuat lawan pingsan dalam sekejap.
Bugh
Bhak
Ryo yang berada di dalam mobil menatap Jelita terperangah, dia tidak menyangka jika satu orang gadis dengan tubuh yang kecil bisa melawan 12 laki-laki berbadan kekar, bahkan Jelita tidak terlihat kewalahan sama sekali.
"Keren banget," gumam Ryo yang menatap Jelita tanpa berkedip.
Krak
"Arghh!" teriak seorang pria yang mendapatkan cengraman dari Jelita hingga tulang tangannya patah.
"Siapa yang menyuruh kalian?" tanya Jelita dengan masih mencengkram tangan laki-laki itu.
"Mo-Moria," jawab pria itu dengan susah payah.
Jelita melepas cengramannya. Wajahnya mengeras saat tahu siapa yang mengirim mereka semua.
Tanpa Jelita sadari seorang pria mencoba bangkit dan ingin menghujamkan pisau tepat di punggung belakangnya.
Ryo segera turun dari mobil saat tahu pergerakan pria itu, dengan berlari dia menghampiri Jelita.
"Awas!"
Pemuda itu segera melindungi Jelita dengan menarik gadis itu ke dalam pelukannya, yang mengakibatkan lengan pemuda itulah yang tergores pisau, goresan yang merobek lengan baju hingga mengenai kulit Ryo, goresan yang cukup dalam.
Jelita terkejut saat Ryo menolongnya, dia melihat ekspresi Ryo yang kesakitan. Bagaimana bisa Ryo menolongnya? Bukankah pemuda itu hanya khawatir pada dirinya sendiri?
"Mati kalian!" seru pria yang mencoba menusuk Jelita tadi, dia kembali menerjang.
Jelita segera melepaskan diri dari pelukan Ryo dan menonjok rahang bagian bawah pria itu, kemudian memberikan pukulan berkali-kali pada perut pria itu hingga mengakibatkan pingsan.
"Tuan muda, kamu nggak apa-apa?" tanya Jelita pada Ryo, dia begitu khawatir melihat lengan pemuda itu yang mengeluarkan banyak darah.
"Aku nggak apa-apa," jawab Ryo dengan ekspresi menahan sakit.
Jelita tidak percaya dengan jawaban pemuda itu, "Ayo kita ke rumah sakit."
Ryo menggeleng cepat, "Nggak, aku benci rumah sakit."
"Kenapa kamu benci rumah sakit?" tanya Jelita heran.
"Aku takut disuntik," jawab Ryo jujur.
Jelita speechless sesaat karena mendengar jawaban konyol Ryo, benar-benar seperti anak kecil.
"Tapi luka kamu harus segera diobati, nanti bisa infeksi," kata Jelita mencoba meyakinkan Ryo.
"Aku nggak mau ke rumah sakit," tolak Ryo masih tidak mau.
"Kalau begitu aku saja yang mengobati kamu," ucap Jelita menyerah untuk membawa Ryo ke rumah sakit.
Ryo mengangguk, itu lebih baik untuknya dari pada ke rumah sakit. Padahal dia tidak tahu apa Jelita benar-benar bisa mengobatinya.
"Ayo kita pulang."
**
Sesampainya di rumah.
"Buka bajunya," perintah Jelita pada Ryo. Mereka berdua tengah terduduk di sofa ruang tamu, di pangkuan gadis itu sudah ada kotak P3K.
Ryo menurut, dia membuka cardigan dan kaos putih miliknya.
Jelita menelan saliva berat, Ryo memiliki tubuh yang begitu atletis.
"Kamu tertarik dengan tubuh menggoda iman milikku ini, ya?" tanya Ryo dengan percaya diri.
"Tidak," jawab Jelita cepat.
"Jangan berboh—"
"Biar aku obati lukamu," kata Jelita memotong perkataan Ryo. Kalau boleh jujur dia memang tergoda, tapi malu sekali jika mengaku.
"Hmm," Ryo hanya bergumam dan menurut.
Jelita segera mengobati luka di lengan Ryo. Terlebih dahulu dia membersihkan luka itu dengan menggunakan handuk yang sudah dibasahi dengan air hangat. Dengan lembut dia mengelapnya.
'Ternyata si cupu bisa bersikap lembut juga,' batin Ryo yang memperhatikan Jelita yang sedang mengobatinya.
Ryo menatap wajah Jelita dengan lekat, entah kenapa hatinya menghangat.
_To Be Continued_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
Min@moer💜
cwek trlalu tangguh hrsx ryo jg bisa jg diri secara ank pengusaha rata" hrs bisa bela diri
2023-11-15
0
Qaisaa Nazarudin
Kamu aja yg kayak Banci.. Cuman bisa nya duel di ranjang doang, Bikin malu kaum adam aja..
2023-11-08
1
Qaisaa Nazarudin
Ck Terlalu Baper Jelita..🙄🙄
2023-11-08
0