Jelita langsung menarik tanganya dan melayangkan pukulan tepat pada pangkal hidung Austin.
Bugh
Austin terjatuh dari kursinya, dia meringis memegang hidungnya yang kini sudah mengeluarkan darah.
"Kamu me-memukulku?" tanya Austin menatap horor Jelita, pria itu bangkit dari posisi terjungkal.
"Jangan berani-beraninya menyentuh aku," kata Jelita dengan ekspresi dingin.
"Jual mahal sekali kamu!" bentak Austin menatap Jelita nyalang.
"Just do what you want to do. Jangan pikir aku perempuan aku bisa begitu saja menerima perlakuan kurang ajar," ucap Jelita dengan menatap tajam Austin.
"Apa kamu nggak perlu kerjasama kita lagi?" tanya Austin, "Jika ingin kerjasama kita berjalan lancar, kamu harus menjadi milikku."
Jelita mengambil berkas yang ada di atas meja dan merobeknya, lalu dia melemparkan berkas yang sudah tidak berbentuk itu pada muka Austin.
"Nggak ada yang namanya kerjasama," sambung Jelita dan berbalik meninggalkan Austin.
"Dasar perempuan yang kejam," geram Austin dengan menahan rasa malunya.
Semua orang di Restauran semakin menatap kagum pada sifat pretty savage Jelita.
Terkadang dibutuhkan keberanian untuk menjadi seorang perempuan. Perempuan yang kuat sering disalahartikan sebagai dingin dan kejam hanya karena mereka menolak untuk tidak dihormati, dianiaya, atau dianggap remeh.
"Aduh, Nona. Kenapa kamu memukulnya, sih? Perusahaan akan rugi miliaran dolar jika nggak jadi berkerjasama dengan Austin," kata Nohan yang mengikuti Jelita.
"Aku nggak perduli. Harga diriku lebih penting dari pada apapun."
"Tapi, Nona. Apa sebaiknya meminta maaf pada Austin? Bicarakan masalah ini dengan baik-baik," saran Nohan, dia tidak mau jika Jelita mengalami kerugian besar.
"Aku nggak akan pernah meminta maaf karena telah menjadi perempuan yang kuat untuk membela diriku sendiri," ucap Jelita yang masih kuat dengan pendiriannya.
"Ya, Nona."
"Berpikirlah seperti seorang ratu. Seorang ratu nggak pernah takut gagal. Kegagalan adalah batu loncatan menuju kebesaran," ucap Jelita. Dia tidak takut akan kerugian itu, masih banyak pembisnis yang lebih layak untuk bekerjasama dengan perusahaannya.
Jelita berjalan ke kamar mandi untuk melakukan penyamarannya lagi, dia harus kembali untuk menjadi Bodyguard Ryo.
Namun, ketika berbelok di lorong Jelita menabrak seseorang.
Dugh
**
"Anji-ng! Badas banget tuh cewek. Tipe aku banget," ucap Gavin yang tadi melihat Jelita.
"Bukannya tipe kamu itu cewek pembully seperti Dhita?" celetuk Chandran berniat meledek Gavin.
"Ck, itu masa lalu," kata Gavin mengeryit tidak suka. Dia memang berniat move on dari Dhita.
"Gaya kamu gembel," ucap Anggasta.
"Kayaknya cewek itu familiar deh," kata Ryo tiba-tiba. "Apa mirip sama cewek cantik di LA yang pernah aku tiduri?" lanjutnya dengan ekspetasi terliar.
"Lama-lama bisa habis cewek cantik sama kamu semua, Yo," kilah Jerome sengit.
"Orang ganteng mah bebas," kata Ryo dengan mengguyar rambut hitamnya ke belakang.
Ke empat pemuda yang lain memutar bola matanya jengah melihat Ryo yang narsis sekali, dan kenyataan sebenarnya Ryo memanglah ganteng.
"Ngomong-ngomong Jelita lama sekali ke kamar mandinya," ucap Gavin pada Ryo.
Ryo hanya mengangkat bahu, tapi sedetik kemudian dia menampilkan wajah yang gembira.
"Ayo kita ke Bar."
Ya, bagi Ryo ini adalah kesempatan. Selagi Bodyguard tidak ada, dia akan kabur ke Bar.
**
"Nona, nggak apa-apa?" tanya Nohan langsung membantu Jelita yang terjatuh.
Jelita bangkit dan melihat seseorang yang ditabraknya itu.
Pemuda dengan kulit wajah yang putih tanpa pori-pori, bibir tipis, hidung mancung, alis menyatu, bola mata yang berwana cokelat, dan rambut pirang coklat terangnya.
"Kamu..." kata Jelita tercekat karena melihat Vano yang dia tabrak. Laki-laki yang melerainya saat di kantin kampus.
Vano menatap datar Jelita. "Kamu mengenal aku?"
"Ah, nggak," jawab Jelita cepat, dia hampir lupa jika Vano pasti tidak mengenalinya sekarang. "Maaf sudah menabrak," lanjutnya dengan menundukkan kepala sedikit.
"Tidak apa-apa," kata Vano yang masih menampilkan wajah datar.
Jelita langsung pergi dan diikuti Nohan.
Saat Vano melangkah untuk kembali berkumpul bersama teman-temannya, dia menendang benda berwarna hitam yang tergeletak di lantai.
Sebuah dompet.
Vano mengambil dompet itu dan membukanya, dia menggambil sebuah kartu mahasiswa dari sana.
"Jelita?"
**
Jelita segera melakukan penyamarannya kembali. Jika tahu akan seperti ini, dia tidak akan menuruti permintaan Austin untuk bertemu.
"Seharusnya aku tendang tubuh bagian bawahnya agar nggak bertindak kurang ajar dengan perempuan lagi," gumam Jelita yang sedang membuat bintik-bintik hitam di wajahnya dengan makeup. Dengan terburu-buru dia memakai kembali setelan jas kedodoran.
Setelah merasa cukup dengan perubahannya, Jelita ke luar dari kamar mandi.
"Nohan, kembalilah ke kantor, urus masalah pembatalan kerjasama ini," ucap Jelita pada Nohan, "Aku akan kembali pada Ryo,"
"Ya, Nona," patuh Nohan.
Jelita langsung melangkah untuk kembali ke meja Ryo dan teman-temannya berada.
Betapa terkejutnya Jelita saat tidak menemukan Ryo, pemuda itu sudah tidak ada.
"Di mana Ryo?" tanya Jelita pada dirinya sendiri.
"Dia nggak sedang dalam bahaya, kan?" sambung Jelita dengan ekspresi khawatir.
Apa ini salahnya karena meninggalkan Ryo begitu saja? Padahal dia tahu jika ancaman pembunuhan selalu mengikuti Ryo.
Dengan segera Jelita mengambil ponselnya dan menghubungi semua bawahannya untuk mencari keberadaan pemuda itu.
"Semoga saja Ryo nggak kenapa-kenapa."
**
Di sebuah Club malam.
Suara musik yang dilantunkan seorang DJ menjadikan backsound orang-orang yang menggila dengan meliuk-liukkan tubuh, tidak jarang pula banyak pasangan yang bercumbu tanpa malu-malu. Lampu temaram warna-warni yang berkelap-kelip mengikuti musik menambahkan kemeriahan suasana Club.
"Aku merindukan suasana ini!" pekik Ryo yang baru memasuki Club.
"Apa kamu sering pergi ke Club saat di LA?" tanya Jerome yang berdiri di belakangnya Ryo.
"Ya, di LA sering menyebut tempat ini Bar," jawab Ryo.
"Tapi, aku baru pertama kali ke tempat seperti ini," ucap Gavin yang terlihat canggung dengan tempat yang dia datangi.
"Nanti juga terbiasa," ujar Anggasta menepuk-nepuk bahu Gavin.
"Ya, karena kita datang bersama seorang Casanova," celetuk Chandran dengan menunjuk Ryo.
Mereka pun pada akhirnya menikmati suasana Club. Gavin yang tadinya canggung kini terlihat bergabung di lantai dansa dengan para wanita, begitu pula dengan ke tiga pemuda lainnya.
Ryo terduduk pada sofa di pojok ruangan. Pemuda itu menyesap minuman dengan kadar ethanol tertinggi dengan wajah yang memerah.
"Hai," sapa seorang wanita berpakaian sexy dan tanpa izin mendudukkan dirinya di sebelah Ryo.
"Hai, cantik," kata Ryo menatap wanita itu.
"Mau aku temani?" tanya wanita itu dengan tatapan nakal.
"Tentu saja, aku sangat senang jika ditemani oleh wanita cantik seperti kamu," jawab Ryo terkekeh. Pemuda itu memang sudah benar-benar mabuk.
Si wanita langsung mengelus dada bidang Ryo yang terlapisi hoodie putih.
Ryo memegang dagu wanita itu untuk menciumnya, wajah mereka mendekat.
Namun, sebelum bibir mereka bersentuhan ada sebuah tangan yang membungkam mulut Ryo dan bibir wanita itu justru mencium tangan itu.
_To Be Continued_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
Sandisalbiah
aksi jelita selalu keren
2024-05-11
0
ciru
cakeep.
2023-07-31
2
chaaa
tp gak harus dg memukul jg lah Jelita.kasar itu..menolak dg cara yg lebih elegan kan bisa.
2023-01-21
0