Nada Nara
Pagi itu di sebuah pasar yang sudah ramai pengunjung, tampak seorang wanita muda, berdiri didepan kios penjual ikan. Dengan ramah dia menyapa paman penjual yang sepertinya sudah akrab dengannya. Wanita
itu tampil sederhana dengan celana kain hitam, kemeja hijau muda polos dan sandal . Rambut ikal sebahunya diikat kebelakang. Sangat sederhana, biasa saja tidak ada yang istimewa.
Namun wajahnya yang ramah dan senyumnya yang hangat, membuat siapapun yang menatapnya akan ikut tersenyum. Mukanya yang lembut dan suaranya yang lembut dan ceria menggambarkan kebaikan hatinya.
“Selamat pagi paman,” katanya dengan nada ceria. Badannya yang tinggi besar seolah menutupi depan kios, membuat beberapa ibu memilih minggir saat menuggu ikan yang mereka beli siap. Wanita itu tersenyum ramah pada ibu-ibu disana. Mereka juga dengan ramah, membalas senyum wanita itu. Bahkan ada beberapa yang
menyapanya dengan akrab.
Ya gadis bertubuh besar itu memang terkenal ramah dan selalu menyapa semua orang. Namun tubuhnya yang besar dan gemuk, seringkali membuat orang memilih menghindar karena tidak mau tertabrak. Dibelakangnya ada beberapa ibu ibu yang mengomel karena terganggu, ada yang mengatakannya sebagai gajah gemuk bahkan ada juga yang mentertawakan bentuk tubuhnya.
Wanita itu bukannya tidak sadar kalau ibu-ibu itu menghindarinya atau mencemoohnya. Namun
karena sejak lama, perlakuan itu sudah didapat, dia jadi menghiraukan semua itu. Baginya, selama dia tetap baik, orang juga akan baik padanya. Itu yang diajarkan ibunya, dan dipegang teguh olehnya.
“Mau beli apa kali ini neng? Mau lele apa ikan kembung? Noh ada Ikan ekor kuning yang baru pulang dari
laut, masih kinyis kinyis neng. Masih seger,” kata sang penjual ikan.
“Waduh, masih perawan dong mang,” kata si wanita gemuk sambil tersenyum lebar. ”Kalau yang ganteng
ada nggak? Lumayan kan, dilirik ikan ganteng.”
“Lah dia nyari yang ganteng. Coba aja tanya sendiri neng, siapa tahu mau sama eneng ikannya,” kata
sang penjual ikan sambil tertawa. Tangannya terus bekerja membersikan ikan yang sudah dipilih pembeli. .
“Belah saja kalo begitu. Coba kulihat, apakah dia cowok apa cewek mang,” kata wanita itu. Mereka berdua tertawa mentertawakan kekonyolan mereka sendiri. Ibu-ibu yang lainpun ikut tertawa mendengar obrolan unfaedah keduanya. Wanita itu mengambil ikan seekor dari ember di bawahnya.. Ikan itu dia angkat tinggi dan dia perhatikan dengan seksama kemukanya. Namun ternyata tidak mudah memegang ikan yang masih hidup. Ikan dalam genggaman itu sangat licin, terus menggelepar dan melompat. Hal iini membuat wanita itu terkejut dan terpeleset sampai terdengar bunyi gedubrak yang membuat orang-orang menoleh keasal suara.
“Aduuuhh, Auuuhhhh!”. Teriak wanita itu saat terpelanting jatuh ke dalam ember besar milik penjual
ikan.
“Aduh neng… aduhh… alamakk… ember… aduhh ikanku kena gajah eh maaf… Neng kamu nggak apa apa?” kata Mamang penjual ikan sambil mengernyitkan mukanya memandang wanita bertubuh besar itu nyaris basah kuyup terduduk di embernya.
Wanita gemuk itu memandang sekitarnya. Dilihatnya orang-orang hanya memandangnya dan mentertawakan sambil berlalu. Sepertinya tidak ada yang memperdulikan untuk sekedar berhenti dan menolongnya. Kembali ia edarkan pandangannya, memandang ke sekeliling.
“Saya nggak papa… saya nggak apa apa…” katanya berulang kali sambil mukanya merah padam. Dia lalu berusaha berdiri dengan susah payah. Bahkan untuk bisa berdiri, dia harus menggulingkan badannya kesamping. Banyak orang disana hanya melihat dan menghindar memberikan ruang padanya untuk berguling. Pantat dan punggungnya pasti sakit. Namun itu tidak seberapa dibanding malu yang dirasakannya saat ini. Dia memandang Mamang penjual ikan, seakang minta maaf. Sedangkan si Mamang hanya tersenyum dan menggeleng kepala, mulai membereskan kekacauan akibat kejadian tadi. Wanita itu memandang ke sekeliling kakinya. Dia melihat banyak ikan yang menggelepar di lantai, keluar dari ember tempat dia tercebur . Sementara itu ada dua ekor ikan besar yang tampak mengambang di sisa air yang sedikit diember. Sepertinya mati karena tertimpa badannya. Dia menarik nafas panjang dan menghembuskan pelan-pelan.
“Hahaha, gila ya, kasihan ikan sampai gepeng gitu,”
“Iya lah, ikan kok ditimpa gajah, ya mati gepeng,”
Banyak lagi kalimat-kalimat pengunjung yang tertawa dan mencemooh, membuat kuping siapapun akan merah jika olokan itu ditujukan padanya. Terlihat wanita itu mencoba mengatur naffasnya. Tangannya mengepal meski bibirnya tetap berusaha tersenyum. Sepertinya wanita itu tidak perduli jika dirinya sudah basah kuyup dan bau
amis. Atau mungkin malah dia tidak sadar keadaannya saat itu, karena rasa malu dan sakit dihatinya.
** Pov Nada**
Namaku Nada Rahmatika, atau kamu bisa memanggilku Nada.
Ya kamu bisa menebak kan, kalau akulah wanita gemuk yang jatuh di ember tukang ikan? Itulah aku, Si Gajah Gemuk yang dengan suksesnya masuk ke bak ikan di pasar. Meski aku selalu berusaha ramah dan banyak orang yang selalu menyahutku dengan ramah, tapi kalau urusan penampilan, aku adalah contoh terburuk dari
difinisi seorang wanita.
Sejak lama aku di bully dan dicemooh seperti ini, dimanapun aku berada. Itu sebabnya aku tidak memiliki banyak teman. Aduh salah, aku tidak punya teman. Hanya suamiku, teman terbaik yang tidak pernah mengatakan apapun tentang tubuh dan penampilanku. Suamiku terbaik dan tersayang.
Keadaan tubuh dan penampilanku yang seperti ini, selain mengundang cemooh juga membuatku tidak bisa banyak bergerak. Bahkan akadang tanpa aku sadari, gerakan tubuhku akan membuat sebuah kecelakaan konyol yang berakir dengan hal memalukan. Kata orang, keadaanku ini sudah tidak tertolong lagi. Jika saja Mahardika dan tim nya yang terkenal dengan acara “Makeover Total” ditelevisi itu datang, mungkin dia akan langsung mengibarkan bendera putih tanda menyerah. Karena sangat sulit melakukan makeover pada produk super gagal seperti aku ini.
Dulu mama selalu marah jika aku mengatakan hal ini pada diriku sendiri. Menurut mama, aku cantik. Menurut mama, aku memiliki inner beauty. Menurut mama, kecantikanku adalah otakku yang sangat cerdas dan hatiku yang sangat baik. Saking baiknya, sejak kecil jika tidak dibuli, aku akan dimanfaatkan oleh teman-temanku. Aku seringkali tidak sadar sampai semuanya terlambat. Dan akhirnya aku hanya bisa menangis sendiri di kamar atau
dipangkuan mama.
Mama selalu mengingatkanku untuk tidak terlalu menuruti kata teman-teman yang hanya memanfaatku, untuk uang dan barang barangku. Tapi mama tahu apa? Mama terlahir sebagai wanita jawa yang cantik dan anggun dengan segala kharismanya. Ya meskipun kata orang, mata ku seperti dia. Sisanya, aku lebih mirip dengan papa.
Aku tahu, sangat tahu jika aku ini Si Gajah Gemuk dengan kulit Hitam, hidung Pesek dan gigi Gingsul, keturunan Bapak Hermawan. Itu juga yang membuat apa yang terjadi padaku dikios penjual ikan pagi ini seolah hanya tontonan sambil lalu. Siapa sih yang mau peduli dengan sigadis gajah buruk rupa ini? Tidak ada. Tidak pernah ada. Mereka hanya peduli pada kejadian itu sebagai sebuah tontonan hiburan menggelikan di
pagi hari. Tidak lebih.
Aku mengingat apa yang terjadi pagi itu. Aku mencoba memegang ikan yang ternyata sangat licin dan
lincah. Karena kaget saat ikan itu melejit kearah wajahku, aku terpeleset.
“Aduuuhh, Auuuhhhh!”. Aku berteriak keras karena kaget, terpelanting jatuh ke dalam ember besar milik
penjual ikan yang ada di bawah.
“Aduh neng… aduhh… alamakk… ember… aduhh ikanku kena gajah eh maaf… Neng kamu nggak apa apa?”
kudengar mamang penjual ikan. Gajah? Kulirik dia yang sedang mengernyitkan mukanya memandangku. Aku dengar tapi berusaha menghiraukannya.
Sungguh terasa sakit di pantat dan punggungku. Pantatkupun sempat tersangkut di bak dan sulit buatku
untuk bisa berdiri. Aku memandang sekieliling dengan sangat malu, sampai sampai melupakan rasa sakitku. Sakit memang, tapi itu tidak seberapa dengan malu dilihat semua orang disana dan ditertawakan. Ya mereka tertawa terbahak bahak dan mencemoohku.
“Saya nggak papa… saya nggak apa apa…” kataku berulang kali, tanpa sadar. Mulutku seakan mengoceh tanpa bisa aku control. Aku yakin mukaku saat ini sudah merah padam. Aku tidak mau berlama lama dalam keadaan seperti ini tentunya. Kurasakan ada ikan yang bergerak dibawah pantatku. Sementara itu, pantatku tertahan oleh bak, membuatku susah berdiri dan bergerak. Kakiku yang gemuk melayang layang diudara, sulit untuk bisa menapak ke tanah. Aku berusaha keras untuk bisa berdiri namun tidak berhasil. Seandainya ada yang berbaik hati, mengulurkan tangan membantuku berdiri, pasti semua akan lebih mudah. Namun semua itu hanya berhenti pada kata seandainya. Kenyataannya tidak ada yang mengulurkan tangan, membantuku berdiri. Aku putuskan untuk berguling ke samping meski itu akan tampak lebih memalukan. Namun kurasa itu satu satunya cara bagiku untuk bisa melepaskan bak dari pantatku, dan berdiri. Akirnya setelah menggulirkan badanku ke kanan, aku berhasil keluar dari bak. Itupun aku masih terduduk di depan kios dengan kelelahan. Orang orang yang tadi berdiri disekitar kios, mundur menghindar agar tidak terkena badanku atau kecipratan
air ikan. Pantat dan punggung bawahnya terasa berdenyut sakit. Namun itu semua tidak seberapa, dibanding malu yang kurasakan saat ini, sungguh.
Aku segera berdiri dan menghela nafas. Kulihat mamang penjual memandangku antara kasihan dan kesal.
Tanpa kata, kusampaikan permintaan maafku yang disambut dengan senyuman dan gelengan kepala. Dia menarik nafas panjang, kemudian mulai membereskan kekacauan yang kubuat tadi. Kulihat banyak ikan yang menggelepar di lantai, keluar dari bak besar yang sekarang sudah pecah karena tertimpa badan gajahku ini. Sementara itu ada dua ekor ikan besar yang tampak mengambang di sisa air didalam bak. Sepertinya mati karena tertimpa badaku tadi, batinku. Kucoba menenangkan diri dengan mengambil nafas panjang dan menghembuskan pelan. Cara yang diajarkan papa saat aku marah atau kesal karena dibuli atau dibohongi teman –temanku.
“Hahaha, gila ya, kasihan ikan sampai gepeng gitu,”
“Iya lah, ikan kok ditimpa gajah, ya mati gepeng,”
Kudengar suara suara disekelilingku. Itu hanya sebagian, sisanya, aku berusaha menutup kedua telingaku.
“Kenapa juga badanku kayak gentong begini. Kenapa sih aku nggak bisa kurus kayak gadis gadis lain. Dan kenapa sih badanku ini seperti sulit menurut pada otakku, selalu ceroboh dan menyusahkanku,” kata pelan mengingat bagaimana aku berusaha untuk keluar dari bak dengan susah payah, tanpa seorangpun menolongku. Menolongku? Tentu tidak perlu. Tidak ada untungnya kan peduli sama gadis tak terlihat, ups maaf, aku
salah kata. Aku cukup besar untuk terlihat. Terlalu besar malah. Maksudku untuk peduli dengan gadis sepertiku. Tukang ikanpun lebih peduli dengan ikan ikannya dibanding denganku.
Saat aku duduk di bangku SMA, semua cewek sedang berlomba tampil cantik untuk menarik para cowok. Mereka memamerkan kemolekan tubuhnya dan kecantikan wajahnya. Termasuk Sandra sahabatku. Hampir setiap hari, di sekolah, di kelas, di kanton, lapangan bahkan taman belakang sekolah, aku melihat banyak pasangan sedang bersendau gura bahkan lebih. Hal ini sangat berbeda dengan diriku yang lebih banyak menghabiskan waktuku di dalam kelas atau kantin, sendirian. Memang sih, kadang ada Sandra yang menemaniku. Namun sejak dia pacaran dengan Leo, aku lebih banyak sendiri.
Bukan aku tidak mau bergaul, tapi akiu lelah saat harus menerima pandangan sinis, geli, jijik dan mencemooh mereka.Aku benci saat dijadikan taruhan para cowok sebagai lucu-lucuan atau hukuman. Aku lelah harus mengatakan bahwa namau Nada, bukan gajah. Aku lelah merasa iri dan ingin berubah menjadi gadis langsing tanpa lemak.
Aku ingin kurus seperti gadis gadis lain. Badan sebesar ini terasa sangat sulit aku kendalikan baik secara harafiah maupun secara batin. Aku ingin kurus bukan hanya agar bisa bergerak dengan ringan dan bebas, agar bisa menghindar dari hal memalukan akibat kecerobohanku dan masuk kedalam bak,seperti ini, tapi masih banyak alasan lain. Nanti kalian pasti mengerti, kenapa aku tertarik dengan acara Makeover Total yang katanya melibatkan banyak dokter bedah plastic. Sebuah acara yang menonjolkan kepiawaian Mahardika sebagai Image Communication Expert sekaligus ahli rekonstruksi wajah. Bahkan jika saja bisa, aku ingin kuliah lagi mengambil jurusan Image Communication seperti Mahardika.
Setelah menyelesaikan urusanku dengan tukang
ikan dan membayar semuanya, aku yang dalam keadaan kotor, basah dan bau amis,
memutuskan untuk menyudah acara belanjaku. Untungnya sudah hampir semua aku
beli tadi. Untungnya juga tukang ikan hanya memintaku untuk membayar ikan yang
mati karena ulahku tadi, bukan untuk bak pecah. Sebenarnya aku tidak keberatan
membayar ganti rugi bak itu, sayang ibu mertua memberikan uang yang pas untuk
belanja tadi. Kalaupun ada lebih, sebenarnya aku ingin menggunakannya untuk
naik taksi demi menyelamatkan keadaanku saat ini. Tapi apa daya, uangku hanya
cukup untuk naik bus kota. Bayar dirumah? Jangan harap bisa, karena ibu mertuaku pasti akan marah
karena menganggapku manja. Tak apalah aku naik bus. Toh aku juga sudah biasa.
Mama dan Papa meski kaya, tidak memanjakanku. Aku terbiasa dengan pekerjaan
rumah, belajar dan kerja keras serta kemana mana naik angkot dan bus. Dan aku
menyukainya. Itu semua membuatku tumbuh menjadi aku yang kata orang serba bisa,
kuat, tegar dan selalu tersenyum.
Ah sudahlah, lebih baik aku segera pulang, karena ibu mertua dan adik adik iparku pasti akan marah jika aku kesiangan menyiapkan makan siang. Apalagi, karena harus ke pasar pagi ini, aku belum sempat menyelesaikan pekarjaan rumah yang lain. Seperti memberes rumah dan mencuci.
Sesampainya di halte bus -Pejaten-, aku melihat busku telah lewat. Padahal aku sudah berlari, agar tidak ketinggalan tadi. Yah, aku ingin cepat sampai dirumah. Tapi apa yang aku bisa dengan tubuh sebesar ini? Berlari
bagiku adalah pekerjaan yang melelahkan dan berat. Dengan nafas terengah engah, aku membungkukkan badanku mengatur nafas. Kulihat sekeliling, hanya seorang gadis langsing yang cantik dengan rok pendek yang memamerkan paha mulusnya yang mulus dan tentu saja tanpa lemak. Kulihat kearah kanan, Eh tunggu dulu. Itu kan bus dengan nomor yang aku mau. Bus yang lewat komplekku.
“Asyik. Rejeki anak sholeh memang.” Kataku dalam hati. Saat aku sedang sibuk dengan belanjaanku, gadis dengan rok pendek dan baju tanktop tadi menyalipku naik keatas bus. Bagiku hal seperti itu tidak masalah. Toh sama saja. Bus juga tidak terlalu penuh, walau tidak ada bangku kosong disana.
Saat aku naik, kulihat gadis itu membayar ongkos pada sopir. Sopir menerima uang gadis itu dengan ramah dan sedikit menggodanya. Saat giliranku membayar sopir itu langsung memandang kedepan sambil mengeryit, seolah ada rasa jijik melihat tampilanku. Namuntangannya menerima uangku tanpa memandang. Arg, peduli amat. Aku toh tidak naik gratis. Setelah itu aku mencoba menggeser ke dalam. Kulihat tatapan para penumpang,
yang kebetulan sebagian besar adalah cowok, menatap gadis yang tadi didepanku. Mereka memandangnya dengan mata lapar dan terpesona. Ya aku tahu, dia memang cantik dan sexy. Sangat enak dipandang mata. Saat aku yang kerepotan dengan barangku bergerak ke dalam, semua mata memandangku. Mereka memberikan tatapan berbeda saat menatap gadis itu dan menatapku.
Berbeda?
Tentu saja berbeda. Saat mata mereka menatap gadis itu, mereka senyum senyum dan seolah olah ingin memakannya. Sedangkan saat mata itu menatapku, pandangan itu berubah menjadi sebal atau paling tidak, memberikan tatapan datar setengah jijik. Seolah olah aku adalah pengganggu pandangan mereka. Beberapa orang penumpang bahkan dengan sengaja menutup hidungnya saat memandangku. Iya sih, mungkin memang saat ini bauku seperti ikan di pasar tadi. Mau bagaimana lagi.
Saat aku mencoba
berpegangan keatas, penumpang di depanku memandangku jijik dan menampilkan muka seperti mau muntah. Aku melirik ke baju dan ketiakku yang tampak basah dan menguning, menjijikan memang. Makanya aku segera melepaskan pegangan tanganku ke pagangan yang diatas, dan membuang muka kedepan. Sekilas kulihat pak sopir memandangku dari spion.
Belum sempat berpikir jauh, tiba tiba sopir menginjak rem dalam dalam membuatku yang tidak berpegangan, terpelanting kedepan. Tubuhku yang gemuk terlempar sampai ke pintu depan. Belanjaan dan barang-barangku berserakan. Sekilas kulihat cewek yang tadi berdiri didepanku sedang dalam pelukan beberapa pria yang menangkapnya agar tidak terjatuh. Sekilas ada rasa, kenapa taka da seorangpun menangkapku tadi. Tapi sudahlah, apa peduliku. Toh mereka tidak peduli. Bahkan sopir pun hanya meliriku sebentar dan bersiap melaju.
“Lebih baik aku berdiri sekarang,” batinku. Dengan susah payah aku mencoba untuk berdiri. Namun saat aku sudah hampir bisa berdiri diatas kedua kakiku, namun belum sempat berpegangan, bus berbalok dengan tajam. Ya, kamu benar, aku kembali terguling bahkan sampai terperangkap di tangga pintu masuk bus yang lumayan sempit. Untungnya, pintu bus tertutup rapat. Jika tidak, bisa dipastikan aku akan terlempar keluar. Ada yang peduli? Tentu tidak. Aku menatap tajam pada sopir yang melirikku sambil tertawa kecil.
“Kamu sengaja pasti!” kataku menggeram.
“Mungkin. Sudahlah. Ayo cepat bangun. Jangan tiduran disana seperti gajah duduk. Kumpulkan barangmu
sebelum berserakan kemana mana mengotori busku,” Katanya pelan sambil menyeringai.
Aku berusaha bangun. Tidak mudah lho, untuk wanita dengan ukuranku, harus bangun dari lantai bus yang berjalan. Tidak ada satu orang pun yang membantuku. Tentu saja aku juga tidak berharap ada yang membantuku. Aku tau kalau mereka tidak akan membantu. Tidak apa-apa. Bagiku ,lebih baik mereka menertawakanku, mengejekku atau mengindahkanku, seperti ini.dari pada mereka mengasihaniku. Pandangan kasihan itu jauh lebih menyakitkan.
Ah, ya, kamu benar, ini alasan lain kenapa aku ingin langsing. Agar aku tidak mengalami hal seperti ini. Aku lelah di bully dan mendapat perlakuan tidak adil dimanapun aku berada. Tapi tentu aku juga tidak mau menjadi gadis yang terjatuh dalam pelukan laki-laki modus itu sih. Bagiku itu terlalu murahan. Jika aku memiliki tubuh seperti dia, aku tidak akan mengijinkan siapapun menyentuhku seperti itu. Hanya suamiku tercinta yang boleh melakukannya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 177 Episodes
Comments
riskaalmahyra
sebetulnya body shaming itu udah gak boleh. Tapi kita gak bisa nutup mulut tetangga yang doyan nyinyir 😌
2022-04-24
1
Serpihan_Luka
gemuk itu anugrah loh 😆
2022-03-24
1
IG : @thatya0316
kasian banget nada...tapi kho ingin ketawa ngbayanginnya🙈
2022-03-18
1