Pagi ini, ibu bilang, bu harus ke Singapura karena ada urusan. Sebenarnya, aku juga mendengar hal ini dengan tidak sengaja. Saat itu aku baru pulang dari pasar. Aku mendengar Ibu menanyakan masa berlaku paspor mereka. Aku juga mendengar mereka telah membeli tiket untuk tujuan Singapura, besok. Ah senangnya. Aku akan bertemu
dengan kekasihku, batinku senang. Dengan tidak sabar, aku segera masuk ke dalam rumah menghampiri mereka, sampai lupa mengucapkan salam.
“Nada? Sudah lama kamu datang?” teriak ibu seperti kaget. Aku sedikit terkejut dengan teriakan ibu, s ampai menjatuhkan belanjaanku. Pipit dan Prita tampak menutup mulut karena kaget. Hei kenapa mereka seperti melihat
hantu? Apakah penampilanku semengerikan itu? Rasanya hari ini aku baik baik saja. Tapi sudahlah, tidak penting.
“Baru kok bu. Kita mau ke Singapura besok ya bu? Kok ibu tidak bilang? Nada kan belum siap siap,” kataku dengan gembira.
“A..a… nu, itu…” kata ibu gagap sambil memegang mulutnya. Aku jadi kebingungan. Ada apa dengan mereka? “Prita … Pipit… aduhh… gimana ini?” teriak ibu menyadarkan Prita dan Pipit yang terdiam tadi.
“ehemmm… Nada… ehmm siapa bilang kami mau pergi?” kata Prita dengan nada tidak suka.
“Ehm, tadi aku dengar kalian sudah membeli tiket ke Singapura untuk besok,” kataku kebingungan. Kulihat ibu memukul-mukul dahinya. Sedangkan Pipit da Prita tampak dorong-dorongan.
“Ish apaan sih Pit… oh a… itu… iya, kita mau antar Pipit melihat universitas di Singapura. Tapi kamu tidak usah ikut Nada. Kami hanya membeli tiket 3 soalnya,” kata Prita. Oh tidak masalah kan aku membeli tiket tambahan. Aku sudah sangat merindukan suamiku.
“Oh begitu ya, nggak papa deh, nanti Nada membeli sendiri. Penerbangan jam berapa Prita?” tanyaku.
“Nada! Kalau dibilang tidak usah ikut ya tidak usah! Kalau kamu pergi, siapa yang mau urus rumah? Siapa yang mau masakain ayah. Sudah kamu tidak usah ikut-ikutan. Dan lagi Pradipta minggu ini sangat sibuk, kalau kamu kut, kamu juga tidak akan bisa bertemu dia. Tidak perlu membantah,” kata Ibu sambil meninggalkan ku diikuti Pipit dan Prita. Aku menarik nafas dalam, kecewa. Dalam hatiku terbersit kecurigaan akan tingkah aneh mereka. Namun bukannya tidak boleh berprasangka buruk kan. Apalagi pada saudara sendir. Tapi, aku juga tidak bisa menghapuskan rasa tidak nyaman ini.
***
Kekecewaanku dari tadi pagi meninggalkan bekas sampai malam tiba, begitu membuncah. Begitu juga dengan rinduku pada mas Pradipta. Aku melihat Ibu, Prita dan Pipit sibuk mengepak koper mereka. Ibu, Prita dan Pipit sibuk hilir mudik menyiapkan baju dan perlengkapan untuk dimasukan kedalam koper yang sudah berjajar di ruang
tengah ini. Diwajah mereka terlihat rasa bahagia yang membuatku sedikit iri.
Aku hanya bisa memandang dari jauh, berpura pura menonton televisi yang aku tidak tahu sedang menayangkan apa. Aku duduk manis disofa besar sambil mengunyah keripik kentang yang kubuat tadi siang. Yah, makan memang selalu menenangkanku disaat kecewa seperti ini. Beberapa kali Pipit ikut menyomot keripikku. Namun jika ibu melihatnya, pasti langsung direbut dan dilempar ke tong sampah.
“Pipit, kamu sudah makan malam. Jangan nyemil lagi. Mau gendut dan berkeringat kayak Nada? Menjijikan,” itu kata Ibu. Pelan memang tapi aku mendengarnya. Sudah biasa memang, tapi masih terasa menyakitkan bagiku. Saat itu Pipit keluar dengan lingeri cantik berwarna merah yang begitu cocok dengan tubuhnya yang langsing.
“Bu, jangan bandingkan aku sama gajah kenapa sih? Aku langsing dan cantik begini lho. Pantes kan Lingeri dari Juli ini untukku? Paling nggak calon suamiku nanti pasti ngiler lihat tubuh aduhai ini, “ katanya sambil melirikku.
“Kamu itu kalau dikasih tahu ngeyel!” kata ibu sambil mencubit Pipit. Mereka kemudian meneruskan menata baju-baju ke dalam koper.
“Lah emang bener kan aku cantik dan sexy. Masa hanya karena makan kripik satu aja jadi disamain sama Gajah bengkak. Makanya aku kasihan sama mas Pradipta. Sudah bagus ya dia nggak pingsan dan muntah saat malam pertama terpaksanya. Untung kak Prita punya ide tokcer malam itu, buat Mas. Kalau mas Pradipta harus melakukan dengan sadar, bisa bisa juniornya nggak bisa berdiri. Udah jalan masuk ketutup lemak, nggak berdiri pula. Wua bisa susah masuk,” bisik Pipit ke Ibu pelan namun bisa kudengar jelas.
“hus… dia dengar nanti. Udah… toh bentar lagi juga end,” kata Prita sambil melirikku. Aku pura pura syik dengan kripik dan acara televisi, seolah-olah tidak mendengar pembicaraan mereka.
Setelah menunggu beberapa saat, aku bangkit dan masuk ke kamar. Benarkah Mas Pradipta jijik padaku? Benarkah mas Pradipta terpaksa? Ah tidak mungkin. Dia selalu mesra dan baik padaku kok. Sudahlah, tidak boleh kan berprasangka pada suami. Lebih baik aku membuat videoku hari ini untuk suamiku.
Aku mengingat lingeri Pipit tadi dan lingeriku sendiri. Setelah kuaduk lemari, kutemukan baju sexy lembut dan tipis yang baru sekali kupakai saat di hotel dulu. Kukenakan baju itu lagi untuk Mas Pradipta. Ya aku juga ingin membahagiakan suamiku dengan tampil cantik didepannya. Kekenakan bando bunga bunga dengan warna senada
dengan lingeri.Kusiapkan gawaiku dalam mode video, merekam gerakan dan aksi tik tok ku yang tadi kulihat banyak dilakukan ibu ibu dipasar. Seru sekali mereka melakukan itu sama sama. Aku, karena aku sadar ukuran tubuhku, hanya bisa melihat dari jauh. Sekarang saatnya kupraktekan di depan suami. Siapa tahu dengan melihat ini, aku bisa menghibur suami yang lelah seharian bekerja.
Ditengah tengah merekam, aku mendengar suara cekikikan di pintu kamarku. Aku segera berhenti dan berbalik memandang kearah pintu dengan kesal. Kulihat Prita dan Pipit mengatupkan mulutnya dengan rapat menahan ketawa, sambil mengangkat kedua tangannya. Mereka segera pergi menjauh dari pintu kamarku. Tak lama kudengar ledakan tawa keduanya membahana membuat dadaku perih. Apalagi setelah mendengar kata-kata mereka yang bahkan tidak ditahan agar tak kudengar.
“Aku kira tadi ada gempa rupanya dia sedang joget. Kasihan mata mas Pradit harus kena polusi tiap hari,hahaha”
“iya. Tapi tadi itu gajah lagi bikin pertunjukan ya? Bukannya gajah bikin pertunjukan di Taman Safari? Kenapa jadi pindah kerumah kita? Mana pawangnya jauh lagi,”
“Lagian ya, nggak tahu diri banget sih tu orang. Suaminya keren ganteng, usaha kek buat kurus. Biar suaminya seneng. Ini nggak, tiap hari makan kayak babi kerjanya, upsss” lalu terdengar tawa membahana.
Dadaku perih. Air mataku melelh tanpa bisa kutahan. Sungguh menyakitkan kata-kata mereka. Tapi mereka benar. Aku memang harus kurus dan tidak memalukan Mas Pradipta. Aku harus kurus. Kulangkahkan kakiku ken akas dan kubuang semua cemilan yang ada disana dan bertekad untuk kurus.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 177 Episodes
Comments