Aku sekarang tinggal dirumahku, di sebuah perumahan yang lumayan besar. Rumah ini dulu adalah rumah
mama dan papa. Papa memang memberikan banyak hal selain cinta dan perlindungan. Sebelum papa meninggal, papa memastikan aku dan mama bisa hidup meski tanpa papa. Papa memberikan rumah ini dan membelikan beberapa aset, yang bisa menjadi bekalku nantinya. Papa memberikan rumah yang aku tinggali sekarang lengkap dengan isinya, setelah aku menikah. Papa dan mama memilih ke Bandung, dan mengawasi
usaha kami yang disana.
Karena ini rumahku, aku yang merawat dan mengerjakan segala hal yang ada di rumah ini. Itu kata ibu mertuaku. Akulah tuan rumah yang wajib werawat dan mengerjakan semua hal dirumah ini. Namun ibu mertuakulah yang mengatur segalanya dirumah ini, termasuk keuangan. Uang yang dikirimkan suamiku semua
diberikan kepada ibu mertua untuk mengaturnya.
Sejak menikah, aku memang tinggal bersama Ibu dan bapak mertua serta kedua adik iparku, Pipit dan Prita. Ibu mertuaku selalu bilang, karena aku yang paling tua, maka akulah yang bertanggung jawab pada rumah ini dan isinya. Termasuk membersihkan rumah, mencuci dan setrika baju seisi rumah, memasak dan sebagainya. Kata ibu, kami tidak akan mampu membayar pembantu. Jadi mau tidak mau, akulah yang harus mengerjakan semua itu. Ibu sudah terlalu tua untuk membantuku. Sedangkan kedua adik iparku, mereka terlalu sibuk dengan
kuliahnya. Mereka semua memang bergantung padaku sepenuhnya. Itulah mengapa mereka selalu mencariku, jika aku terlalu lama diluar. Bahkan akadang untuk sekedar mencari baju atau membuat teh, mereka membutuhkan aku. Itulah mengapa aku harus buru buru sampai rumah apapun keadaanku.
Sesampainya di rumah, kulihat Prita dan Pipit sedang menikmati ayam goreng dari kedai fastfood ternama.
Disana juga ada beberapa potong martabak manis yang terlihat sangat lezat. Apalagi bagiku yang memang suka sekali makan. Dalam keadaan lelah dan semua peristiwa tadi, selera makanku akan luar biasa. Melihat apa yang tersaji diatas meja adalah surge tersendiri bagiku. Di meja juga ada beberapa kaleng sofdrink dingin yang pasti rasanya akan sangat enak setelah perjalanan yang melelahkan dan panas tadi.
“Assalamualaikum,” kataku mengucapkan salam. Kuletakan belanjaanku di meja dapur yang terhubung
dengan ruang keluarga. Mataku masih memandang dan melirik meja dimana makanan-makanan itu berserakan bersama sampah pembungkus. Ughh, padahal tadi sebelum berangkat aku sudah membersihkan meja itu sampai mengkilat.
“Salam! Oh kamu kak,” jawab Prita dengan dingin. Sementara itu Pipit masih asyik dengan ayam dan minumannya. “Baru pulang jam segini. Main kemana aja kamu?” Aku sedikit mendongak mendengar nada dingin Prita. Selama itukah aku pergi? Rasa bersalah timbul dari hatiku. Argh, semua ini gara-gara ikan sialan itu.
“Kan aku dari pasar dik. Masa sih lama. Kakak sudah berusaha cepat tadi belanjanya,” jawabku dengan suara pelan. Rasa bersalahku semakin besar melihat muka dingin Prita.
“Wah sedang menikmati martabak ya dik. Sepertinya enak,” kataku mendekati mereka sambil melihat makanan dimeja. Godaan makanan memang sangat sulit aku tolak. Bagiku, makan adalah hiburan yang menyenangkan. Semua orang tahu itu. Aku melirik kearah Prita yang masih memandangku, sedangkan pipit masih asyik dengan ayam gorengnya. Aku duduk di samping meja sambil memandangi makanan makanan
Muka Prita tiba tiba berubah saat memandangku. Dilemparkannya ayam goreng yang baru saja akan dia gigit, kembali ke kotaknya. Ia segera mendorong kotak kota berisi ayam dan martabak kearahku
“Udah ah Pit.” Kata Prita dengan keras.
“Lah kenapa sih, masih enak nih, tinggal sepotong lagi,” kata Pipit masih asyik dengan ayamnya.
“Ntar keenakan si gendut makan ayam gratisan,” kata Pipit seolah aku tidak ada disana.
“Gila ih kamu. Kamu mau badan kamu kayak dia? Liat dong,” kata Prita sambil menatapku dengan tatapan jijik. Pipit menghentikan gigitannya dan memandangku. Digedikkannya pundaknya, seolah olah dia bergidik karena jijik. Dilemparkannya ayam yang sudah hampir habis itu ke kotak yang sudah hampir kosong. Hanya tinggal
potongan milik Prita tadi dan setengah dari punya Pipit.
“Nggak mau lah kak. Mana ada aku jadi gajah bengkak kayak dia,” Kata Pipit berdiri diikuti Prita.
“Sudah itu kamu habiskan semua lalu beresin. Ingat ya beresin sampai bersih. Aku nggak mau ibu tahu aku makan fast food dan martabak jam segini. Kalau samapai ibu tahu, aku akan bilang kalau kamu yang membeli semua ini dan bermalas malasan menghabiskannya dari tadi,” kata Prita dengan tajam .
“Iya, aku beresin kok, tenang saja,” kataku sambil menikmati makanan yang ada di meja. Aku mengambil
sekaleng soft drink diatas meja. Belum sempat kubuka, sebuah tangan mengambil kalengku dan menggantinya dengan kaleng yang sudah tinggal isi setengah.
“Enak aja mau minum punyaku. Nih kamu minum bekasku aja, masih ada kok. Punya Pipit juga masih.” Kata Prita yang ternyata sudah berdiri dibelakangku. Dia membawa pergi kaleng kaleng soft drink yang masih utuh. Hanya menyisakan kaleng kaleng kosong, dan dua kaleng yang isinya tinggal setengah dan sepertiga. Baiklah, tidak apa apa. Ini juga sudah lumayan, batinku. Lagian makanan makanan ini kan masih baik baik saja, gratis lagi. Kalau aku beli sendiri mana bisa. Meski uangku dan uang kiriman suami ada di ibu, aku tidak akan mendapatkannya kalau buat jajan diluar. Ibu pasti akan memarahiku. Kadang aku jajan di pasar sih, itu kalau Sandra atau Mama memberikan uang padaku. Itupun sangat jarang, karena kalau sampai Ibu tahu kalau aku diberi uang Mama, pasti Ibu akan marah dan uangnya akan disita. Kalau Sandra yang tahu bagaimana keadaanku, pasti akan mentraktirku diam-diam, tanpa diketahui orang rumah.
Aku meneruskan kegiatanku menghabiskan makanan dan minuman sisa saudaraku. Setelah selesai,
aku membersihkan semuanya. Ruangan ini adalah ruangan yang selalu mengingatkanku pada Papa. Aku memandang sebuah foto keluarga yang tergantung didepanku. Itulah keluargaku sekarang.
Dulu didinding yang sama tergantung fotoku dengan keluargaku yang lama. Aku, mama dan papa. Saat
membuat foto itu, Mama memandikan aku dengan sangat bersih. Mama menggosokan sabun berulang ulang pada badanku. Mama membelikan sebuah gaun khusus untuk pemotretan hari itu. Papa memakai jas terbaiknya dan mama memakai kebaya dan kain prada yang sangat indah. Rambut Papa disisir rapi dengan minyak rambut,
yang membuat wajah papa terlihat lebih tampan. Sedangkan mama yang memang berwajah ayu, menyanggul rambutnya seperti wanita Jawa jaman dulu. Cantik sekali kata papa, yang terpesoina melihat mama waktu itu. Mama tersipu malu, saat dipuji Papa dan aku berkhayal, setelah besar nanti, aku tidak lagi hitam, gemuk, berhidung pesek. Aku bermimpi, saat besar nanti akan menjelma seperti Mama.
Namun sejak lama foto itu sudah tidak ada. Foto yang terpasang saat ini, adalah foto keluargaku dirumah ini sekarang. Mereka adalah keluarga suamiku. Ditambah dengan keberadaanku diantara mereka, disamping anak
sulung keluarga ini. Dalam kedua foto itu, aku ternyata masih sama. Penampilanku tidak berubah menjadi seperti mama, seperti mimpiku dulu. Disana ada Bapak mertua yang aku panggil Bapak. Laki-laki ini ang masih gagah dan murah senyum, seperti yang kuingat sejak dia masih sering mengantarku sekolah, Ibu mertua yang cantik kas keturunan tionghoa jawa. Aku memanggil Ibu padanya. Sejak awal aku berharap, Ibu bisa menggantikan Mamaku. Pada awal pernikahanku, Ibu memang sangat baik padaku. Dia selalu membuatkanku minum dan sarapan buatku, Papa dan Mama. Dia selalu ada disampingku setiap saat. Bahkan karena selalu sayang padaku, dia selalu memisahkanku dari Mas Pradipta. Kadang Ibu akan duduk ditengah-tengah antara
aku dan mas Pradipta saat kami sama sama menikmati acara televisi.
“Ibu, sempit ini,” protes Mas Pradipta saat itu.
“Biarin kenapa sih. Kamu kan selalu sama Nada. Ibu kan juga pingin duduk sama mantu Ibu. Ya nggak Nak Nada,” itu jawaban ibu saat itu. Semua yang disana tertawa melihat kekonyolan Ibu Mertuaku. Hatiku menghangat karena perlakuan ibu mertuaku.
“Bu, sudahlah. Kamu itu ada ada saja. Kayak anak kecil. Jangan ganggu Nada dan Pradipta,” kata ayah
mengingatkan istrinya.
“Tidak apa apa yah, Nada senang kalau ibu menganggap Nada putrinya sendiri,” jawabku sambil
tersenyum, saat itu.
Semua itu terjadi saat lukisan pertama yang terpasang. Setelah Papa dan Mama pindah ke Bandung dan
lukisan pertama berganti dengan lukisan sekarang, ibu tidak lagi pernah melakukannya. Jika ada mas Pradipta, ibu lebih menempel ke anaknya dan menyuruhku duduk sendiri. Rindu pada anaknya, begitu katanya.
Selain ibu dan bapak, disana ada aku dan mas Pradipta yang berdiri berdampingan. Mukaku sangat cerah
disana. Ya aku bahagia, karena cinta pertamaku berdiri disampingku saat itu. Tidak ada lagi yang kuingin kan. Aku bahagia dan semua terpancar dari wajahku. Sedangkan wajah tampan suamiku yang keturunan tionghoa jawa, tersenyum meski agak kaku.
Disebelah Ibu ada Prita dan Pipit, adik Mas Pradipta. Dua gadis cantik, berkulit putih dan mata agak sipit. Badan semampai yang langsing sangan sesuai dengan baju gaun merah yang menunjukan lekuk tubuh sempurna. Melihat foto itu, aku membatin. Ini adalah salah satu alasanku untuk menjadi langsing. Untuk suamiku dan untuk bisa diperlakukan dengan baik oleh orang-orang di foto itu.
***
Hari ini semua pekerjaan bisa aku selesaikan dengan cepat. Bahkan setelah makan siang tadi, saat semua keluargaku masuk ke kamar, aku langsung membersihkannya. Setelah itu aku menyetrika. Hari ini sangat terik. Jemurannya cepat kering sehingga bisa langsung kusetrika. Meskipun banyak, namun baju Prita dan pipit juga ibu adalah baju rumah yang tidak sulit disetrika. Aku masih sempat untuk mempersiakan bahan-bahan makan
malam. Hanya tinggal mengeksekusinya nanti menjelang makan malam. Ibu sangat tidak suka makanan dingin. Semua masakan harus dimasak sebelum disajikan.
Aku meyakinkan semuanya sudah rapi lalu segera mandi. Setelah mandi kukenakan baju dengan cepat. Aku kali ini memilih mengenakan baju yang kemarin baru selesai kujahit. Aku menyisir rambut ikalku dan memasang bando bunga-bunga di kepalanya. Kuberikan bedak tipis ke mukaku yang bulat. Kutambahkan sedikit blush on dipipi dan liptint di bibir. Kupanddangi wajahku di cermin dengan seksama. Setelah puas, segera kusiapkan kamera handphobe di meja. Aku akan membuat rekaman video untuk kukirimkan paada suamiku. Sebuah video singkat yang aku buat untuk menyalurkan rasa rindu.
Aku sangat merindukan mas Pradipta suamiku. Dia seorang pekerja keras. Bahkan demi mendapatkan uang
banyak dan mencukupi kebutuhan kami, dia rela untuk tidak pulang. Aku tahu, dia berjuang untuk kami seperti katanya saat aku menanyakan kapan dia pulang. Meski menikah selama delapan tahun, pertemuanku dengan suami sepertinya masih bisa dihitung dengan jari. Untuk hubungan komunikasi dengan telpon atau videocall
juga jarang kami lakukan. Kata suamiku, dia terlalu sibuk setiap harinya. Bahkan dia selalu pulang malam dan langsung tertidur. Jika tidak penting, sebaiknya aku tidak menelpone, itu kata mas Pradipta. Katanya, takut aku telpon saat ditengah tengah pekerjaan dan akan mengganggu konditenya. Hanya dengan berkirim video seperti inilah kami berkomunikasi, melepas kerinduan. Aku menyimpan semua video kiriman suaminya di gawaiku. Tentu untuk kulihat dan kulihat lagi saat aku sedih dan senang, terutama saat aku merindukannya dan kesepian. Aku tahu, suamiku terlalu sibuk untuk melakukan telpon dan video call denganku. Dan aku sangat menghargai waktu. Itulah mengapa aku sangat senang dan menghargai mas Pradipta, yang masih mau menyempatkan diri
merekam video untuk dikirimkan padaku. Akupun melakukan hal yang sama setiap hari, sesibuk apapun aku. Setelah kamera siap, aku mulai menyapa mas Pradipta lewat video.
“Hai suamiku, pa kabar? Kamu pasti lagi sibuk bekerja disana. Terimakasih karena sudah menjadi suami yang bekerja keras untuk menghidupi kami. Tapi jangan terlalu keras bekerja. Jangan sampai kamu sakit. Oh ya, aku kemarin menjahit baju ini khusus untuk kupakai di depanmu. Bagus tidak? Jangan kuatir, ini tidak mahal kok. Kainnya dibelikan oleh mama kemarin. Aku tidak ke penjahit, aku jahit sendiri jadi tidak ada biaya penjahit. Bagaimana? Kamu suka kan penampilanku? Aku cantik kan?” kataku sambil berputar-putar didepan kamera. Sungguh saat ini aku merasa cantik, dan aku ingin mas Pradipta juga melihatku saat cantik. Saat merekam
seperti ini aku merasa mas Pradipta melihatku secara langsung dan tersenyum dengan senyum tampannya. Matanya yang sipit, yang seperti terpejam saat tertawa, seperti ada didepanku. Namun entah mengapa aku merasa saat ini ada mata lain mengawasiku. Tapi mana mungkin, aku hanya sendiri kan di kamar ini.
“Buahahahahaha!” sebuah tawa keras mengagetkanku. Aku kaget setengah mati. Kulirik pintu kamar yang sedikit terbuka? Terbuka? Padahal seingatku tadi sudah kututup? Apakah ada yang mengintip aksiku didepan kamera tadi. Mukaku memanas, karena malu. Cepat-cepat kumatikan rekaman kamera dan menghampiri pintu. Aku ingin tahu siapa yang mengintipku, meski aku sudah bisa menduganya.
“Sssst! Pit, jangan keras keras ketawanya nanti Nada dengar,” suara Prita menghentikan langkahku untuk
keluar kamar.
“Ya abis lucu banget kak. Seperti menonton sirkus gajah di pakaiin bando ha… ha… ha…” kata Pipit.
“Ssst, jangna keras keras tapi. Lumayan kan jadi hiburan gratis buat kita dan kakak. Aku yakin kak Pradipta dan Juli, akan ketawa ngakak nontonnya nanti. Eh atau malah jijik ya?” kata Prita.
“Pfffttt, udah ah kak, sakit perutku nahan ketawa dari tadi. Biarkanlah si gajah berhalu ria. Kalau dipikir-pikir, Nada itu memang nggak tahu diri sih. Badan sebesar itu, mana hitam dan kalau kringetan … iewwww. Tapi ya sudahlah, biarkan. Lumayan kan hiburan disore hari begini,” terdengar kata kata Pipit sebelum kemudian langkah mereka menjauh menuju kamar. Aku tercenung sendiri. Benarkah suamiku akan mentertawakanku seperti mereka mentertawaiku sekarang ini? Dadaku serasa diremas. Antara sakit dan malu. Sangat menyakitkan. Selalu seperti ini keadaannya. Aku sadar, semua ini bermula dari bentuk badanku yang gemuk dan besar ini.
. “Aku ingin kurus” bisikku dalam hati.
POV Nada end
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 177 Episodes
Comments
riskaalmahyra
Semangat, kamu pasti bisa 💪
2022-04-25
1
selvi_19
lanjut , sudahku masukkan favorit
2022-03-18
1