“Bapak dan ibu Henky dan terutama kamu Pradipta. Tentu kalian tahu kalau kami memiliki putri satu satunya, Nada. Kami juga tidak punya saudara dekat. Itulah mengapa kami ingin memastikan masa depannya pada tangan yang tepat. Untuk itu, kami ingin bertanya pada Pradipta terutama, apakah bersedia menerima Nada sebagai pendamping. Saya ingin menitipkan Nada padamu, agar kami tenang,” kata Papa sambil tersenyum.
Kalimat papa yang diucapkan dengan tenang ini ternyata kekuatannya melebihi gelegar halilintar. Terbukti semua yang duduk dimeja itu terdiam kaku tak bergerak. Bahkan jantungku berdetak kencang tak terkendali. Mungkin semua orang bisa mendengarnya disaat senyap seperti ini. Papa memandang lurus ke mas Pradipta. Laki-laki yang awalnya tersenyum itu, kini menunduk seperti tidak tahu bicara apa.
....
“Tapi pak…” kudengar mas Pradipta berteriak saat ayahnya menyetujui permintaan Papa dan Mama. Ya aku sadar, pasti dia keberatan menikahiku. Dia yang begitu tampan dan hebat, mana mau menikah dengan gadis gemuk sepertiku. Aku menunduk dalam menahan airmataku. Hatiku sudah patah bahkan sebelum bertumbuh.
Kuremas jari-jemariku sambil mencoba menghela nafas dalam. Mama disebelahku mengambil tanganku dan menggegamnya. Memberikan ketenangan dan kekuatan seperti biasa.
Dan merekapun meminta waktu untuk menjawab masalah ini. Aku menunggu jawaban
***
Tak lebih dari sebulan setelah kami wisuda, Pak Henky dan Mas Pradipta datang melamarku. Aku sangat bahagia. Sikap mas Pradipta padaku juga sangat lembut. Dia serang memegang tanganku dan mengelus ujung kepalaku. Satu bulan setelah lamaran, kamipun sah menjadi suami istri. Pesta pernikahan kamipun digelar besar-besaran di sebuah hotel berbintang lima. Setelah acara resepsi, Papa dan Mama menghadiahkan
sebuah kamar mewah di hotel yang sama dengan tempat resepsi kami,buat aku dan mas Pradipta.
Setelah semua tamu pulang, Papa dan Mama tampak masih asyik berbincang dengan mertua sambil makan
malam. Mas Pradipta memintaku untuk kembali ke kamar terlebih dahulu.
“Kamu pasti sangat lelah. Kembalilah ke kamar. Aku akan menemani papa, mama dan bapak ibu disini
sampai mereka selesai makan malam,” kata mas Pradipta.
“Nggak apa-apa kok mas. Aku tunggu saja,” kataku. Sebenarnya dadaku saat ini berdebar dengan keras. Candaan Sandra tentang malam pertama, mampu membuatku panas dingin. Sepolos apapun aku, tapi aku mengerti apa itu malam pertama dan ***. Meskipun belum pernah ada seorang laki-lakipun yang menyentuh tubuhku, aku tahu tentang hubungan penyatuan dua manusia berbeda jenis di malam pertama. Aku banyak
membaca tentang indah dan nikmatnya malam pertama di novel-novel. Dan aku membayangkan semua itu sejak dipastikan aku akan menikah dengan laki-laki tampan yang sekarang sudah sah menjadi suamiku ini. Aku tidak rela meninggalkan mas Pradipta disini, meski hanya sebentar.
“Nada, kamu kembalilah ke kamar dulu. Kasihan itu mbak MUA yang dari tadi menunggu kamu untuk berganti
baju dan membersihkan make up mu. Ayo, tunggu mas di kamar ya,” kata suamiku dengan lembut. Bibirnya yang merah alami sedikit tebal mengulas senyum. Aku membayangkan jika bibir itu nanti menyentuh bibirku yang masih perawan ini. Ya belum ada seorang manusiapun yang pernah menciumku. Aku menggigit bibirku
memandang bibir mas Pradipta. Argh, kenapa aku jadi mesum sih. Semua ini gara-gara Sandra!
Sebuah sentuhan lembut dibahuku menyadarkanku. Ibu mertuaku ternyata sudah ada di depanku menggantikakn mas Pradipta yang sedikit bergeser.
“Nada, kembalilah ke kamar. Sebentar lagi ibu dan bapak juga akan istirahat,” kata Ibu dengan lembut, mengelus bahuku. “Ayo, nurut ya sama suamimu. Kan suamimu yang meminta kamu menunggu di kamar.” Aku memandang Mama dan Papa dengan ragu. Mama dan Papa mengangguk.
“Iya Nada, Pradipta, pergilah. Setelah kami selesai makan, kami juga akan beristirahat, “ kata Mama
dengan lembut.
“Nada saja duluan dengan MUA buat bebersih. Pradipta nanti sebentar lagi menyusul. Saya masih ada
yang harus dibicarakan jeng,” kata Ibu mertuaku. Akhirnya aku menurut, dan berjalan menuju kamarku di lantai 25. Sebuab kamar suite dengan pemandangan Jakarta yang sangat indah. Kamar ini didesain dan dihias sedemikian rupa khusus untuk pengantin. Bau harus bunga melati kesayanganku menyeruak saat aku masuk.
Berkat bantuan mbak MUA yang bertugas, aku tidak kesulitan melepas pakaianku dengan cepat. Setelah semua make up terhapus, mereka segera undur diri. Aku pun segera mandi berebdam air bunga yang sudah disiapkan. Ah, senangnya. Aku akan memberikan yang terbaik untuk suamiku malam ini. Aku akan mempersembahkan harta paling berharga yang kujaga bertahun-tahun untuk Mas Pradipta. Laki laki pertama yang menyentuh hatiku, bibirku dan tubuhku. Dia adalah laki-laki pertamaku.
Setelah selesai mandi, aku mengenakan daster babydol berwarna peach yang lembut. Baju ini hadiah dari
Sandra. Aku tersenyum mengingat kata-kata Sandra kemarin, saat menyerahkan kadonya. Mukaku merah merona membayangkan semuanya. Kudengar suara pintu di buka. Badanku bergetar, dan jantungku berdegup. Setelah beberapa saat aku menunggu, Mas Pradipta tak kunjung masuk ke kamar kami. Aku yang dari tadi berbaring di tempat tidur, segera berdiri menuju ruang tamu suite. Disana kulihat Ibu sedang berbicara serius dengan Mas Pradipta yang tampak menunduk sambil memegangi kepalanya. Ibu mengusap sayang punggung mas Pradipta.
“Mas…” kataku sambil menyapa. Mas Pradipta dan ibu tampak terkejut. Ibu segera berdiri menghampiriku.
“Lho, Nada, kenapa belum tidur? Sudah malam sayang. Kamu tidak lelah?” kata Ibu.
“Lumayan bu. Tapi Nada menunggu mas Pradipta,” kataku dengan sedikit gemetar.
“Oh … kenapa memangnya? Takut tidur sendiri?” kata ibu dengan lembut.
“Bukan, tapi kan Nada sekarang istri mas Pradipta. Harus menunggu suami datang bu,” kataku dengan
yakin.
“Ya nggak apa-apa. Kalau kamu lelah, tidurlah dulu. Pradipta itu biasa tidur malam. Kana da ibu yang menemani suamimu. Ibu yang biasanya jaga dia. Sudah sana tidur dulu. Ibu pinjam suamimu malam ini ya, kan
besok besok kalian bisa berdua terus,” kata Ibu lagi.
“Memang ada apa ya bu?” tanyaku heran.
“Tidak ada apa-apa. Biasa, Pradipta kan kalau kecapean memang selalu manja sama ibu. Dan lagi, Ibu ada yang perlu dibicarakan sama mas mu ya. Sudah Nada tidur dulu nak,” kata ibu mendorongku masuk kamar. Kulayangkan pandanganku pada mas Pradipta yang memejamkan matanya disandaran sofa yang didudukinya.
“Tidurlah dulu Nada, nanti aku menyusul. Kamu pasti lelah,” kata suamiku tanpa memandangku. Matanya terus terpejam dengan kepala berbantalkan kedua telapak tangannya. Kemejanya sudah tampak berantakan. Sedangkan jasnya dia letakan di pangkuannya. Aku lihat dia tampak lelah sekali. Kuputuskan untuk bergerak kearah meja tempat penah air berada. Kuisikan air dan kupanaskan. Lalu aku membuat dua cangkir the manis untuk ibu dan suamiku. Semua itu kulakukan dalam keheningan ruang suite. Saat kuberbalik, ternyata ibu
mertuaku sudah ada di belakangku membuatku sedikit kaget.
“Sini ibu bawakan. Buat suamimu kan?” kata ibu.
“Tidak apa-apa bu biar Nada yang membawa,” kataku sambil melangkah menuju mas Pradipta. Kuletakan kedua cangkir itu di meja depan suamiku yang masih berdiam diri sambil menutup matanya. Ibu kembali menghampiriku dan menggandengku menuju kamar. Aku masih mencoba bertahan memandang suamiku.
“Nada, nurut ya sama mas. Tidur!” kata mas Pradipta dengan suara lelah namun tegas dan dalam. Suara
yang membuat kakiku bergerak kearah kamar bersama Ibu. Sampai di kamar, Ibu memintaku langsung tidur dan menyelimjuti badanku. Karena lelah, meski aku tidak tenang, aku akhirnya tertidur dengan cepat.
Pagi harinya, tak kulihat suamiku ditempat tidur. Bahkan sisi sebelah terasa dingin menandakan tidak ada yang tidur disana untuk waktu yang lama. Aku segera bangun dan melakukan ritual pagiku seperti biasa. Kutatap wajahku dan memberi semangat pada diri sendiri.
Malam pertamaku gagal. Mungkin karena mas Pradipta sangat lelah, bisikku dalam hati. Aish, Nada, kenapa kamu malah memikirkan malam pertama sih? Kataku dalam hati sambil memukul jidat. Aku segera berganti baju dan bergerak keluar kamar. Disaat yang sama, pintu terbuka. Kulihat mas Pradipta masuk dengan badan dan
wajah berkeringat.
“Hai, sudah bangun? “ katanya sambil tersenyum, menyeka keringatnya. Aku terpana dengan ketampanan
suamiku. Diamataku, dia terlihat sangat jantan.
“Ehm, iya. Maaf kesiangan,” kataku gugup.
“Hahaha, nggak apa apa, kamu keliatannya lelah sekali. Oke aku mandi dulu, setelah itu kita sarapan di bawah. Ibu, Bapak dan ayah bunda sudah menunggu,” kata suamiku sambil mengacak rambutku. Sebuah gerakan kecil yang mampu mengguncangkan jiwa,
memunculkan gemuruh didadaku dan membangunkan kupu-kupu di perutku. Dengan masih menyisakan tawa, mas Pradipta masuk ke kamar mandi. Kusiapkan baju ganti untuknya diatas tempat tidur. Aku menunggu suamiku sambil menyandar dikepala tempat tidur bermain gadget. Saat pintu kamar mandi terbuka, reflek aku memandang kea rah suamiku yang keluar hanya berbalut handuk di pinggulnya yang sexy. Perut ramping berotot dan dada bidangnya tampak sedikit basah. Dia keluar dengan santai sambil mengeringkan rambutnya. Aku terpana.
“Ehm… sudah memandangi dan mengagumi ketampanan suamimu, Nada?” kata mas Pradipta sambil mengacak rambutku, membuatku tersadar. Laki-laki yang dari tadi kukagumi dengan penuh cinta itu sedah mengenakan pakaian lengkap dan rambut tersisir rapi. Wajahku terasa panas. Aku tahu, pasti pipiku
sudah merah merona.
“Apa sih maaas,“ kataku malu disambut gelak tawa Mas Pradipta. Dia mengulurkan tangannya, mengajakku untuk turun sarapan. Kamipun menikmati sarapan pertama sebagai keluarga. Setelah itu, Papa dan Mama pamit pulang kerumah, begitu juga ibu dan bapak. Sedangkan aku dan mas Pradipta, masih tinggal disini satu malam lagi. Prita dan Pipit juga masih disini, namun mereka masih tidur kata ibu.
Setelah sarapan, mas Pradipta mengajakku jalan jalan ke mall yang menyambung dengan hotel. Aku yang
pada dasarnya tidak menyukai jalan jalan di mall, tidak terlalu menikmati dan kelelahan. Namun kulihat mas Pradipta sangat bersemangat berbelanja. Tanganku dan tangannya sudah penuh dengan tentengan belanjaan yang sebagian besar milik suamiku. Dia berbelanja menggunakan uang yang Papa berikan tadi pagi.
Setelah lelah berbelanja sampai sore, mas Pradipta mengajakku nonton dan setelahnya makan malam, baru
kami kembali ke kamar. Aku sudah sangat kelelahan. Dengan ukuran badanku, jalan jalan dari pagi sampai malam, adalah kegiatan yang melelahkan. Kegiatan kami hari inipun mampu mengalihkan perhatianku dari kemesuman malam pertama yang kemarin dihadirkan Sandra. Sampai saat aku sudah mandi dan menunggu mas Pradipta di tempat tidur, Sandra menelponku. Dia menggodaku, menanyakan seberapa panas gempat di tempat tidurku tadi malam. Aku malu dan tidak ingin membahas hal itu, membuatku langsung menutup telpon Sandra. Kudengar suara Prita dan Pipit di ruang tamu bersama mas Pradipta. Entah apa yang mereka bicarakan. Setelah mengetuk, Prita masuk kedalam menemuiku.
“Kak, Prita minta ijin menculik kak Pradipta sebentar ya. Kami ingin mencoba club dibawah, namun Ibu
melarang kami pergi jika tidak ada yang menjaga. Please…” kata Prita memohon. Aku menarik nafas panjang. Ya sudahlah, toh tidak lama, aku pikir. Tidak ada salahnya membahagiakan adik-adik yang belum pernah kumiliki. Maka kuanggukan kepalaku sambil tersenyum. Aku tidak berminat untuk ikut dan mereka tahu itu.
Prita lalu keluar kamar dan terdengar suara dia adik iparku pergi. Sesaat kemudian suamiku masuk.
“Nada, beneran tidak apa apa aku pergi? Kamu tidak apa-apa aku tinggal? Atau kamu mau ikut?” kata
mas Pradipta dengan lembut. Aku menggeleng. Aku terlalu lelah untuk pergi ke club hingar bingar dan bau asap rokok.
“Pergilah. Aku tunggu di kamar aja ya,” kataku sambil tersenyum. Mas Pradipta segera berganti baju dan bersiap. Setelah dua adiknya kembali, dia mengusap kepalaku dan pamit pergi.
***
Kurasakan ada sesuatu menindihku. Aku tidak tahu jam berapa sekarang. Bau menyengat alkohol menusuk hidungku berbaur dengan bau parfum mas Pradipta. Dengan berat, kubuka mataku. Wajah Mas Pradipta sudah berada di mukaku. Mulutnya yang berbau alkohol, menyerang bibirku dengan ganas. Aku yang terkejut pada awalnya. Inikah yang namanya ciuman? Ada rasa bergetar, geli dan nikmat yang belum pernah aku alami. Jantungku berdebar kencang. Akhirnya aku merasakan ciuman. Ini ciuman pertamaku. Aku mencoba menikmati ciuman.
Jantungku makin berdebar kencang, menyadari inilah malam pertama yang kupikirkan sejak kemarin. Bibir dan tangannya bergerak menguasaiku. Menyesap, menggigit bahkan menggores kulit dan bibirku, menyisakan bekas dan pedih dikulitku. Sakit memang, namun mampu membakar rasa. Sesuatu yang tidak pernah aku rasakan. Begitu membakar, bergelora dan indah.
Mas pradipta mampu membawaku keawang awang dan memberikan keindahan yang tak pernah kurasa. Rasa
sakit saat kami menyatu pertama kali, membuatku berteriak kesakitan. Namun semua itu tidak diperdulikan oleh suamiku. Aku pernah mendengar kalau malam pertama memang sakit, tapi aku tidak menyangka akan sesakit ini. Aku berusaha mengimbangi permainan suamiku yang menggebu dan sedikit menyakitkan.
Aku menyukainya, inilah yang pertama bagiku. Dialah laki laki yang partama bagiku dan yang terakir. Tidak ada yang pernah menyentuhku selama ini. Bahkan sebagian besar dari para laki-laki itu memandangku dengan jijik . Dan sekarang, aku bahagia karena kuserahkan kesucian tubuhku pada laki-laki yang kucintai, cinta pertamaku dan mau menerimaku apa adanya. Meskipun ini menyakitiku. Mungkin memang beginilah hubungan suami istri.
Setelah Mas Pradipta sampai pada akhirnya, dia berteriak dengan keras, sampai telingaku berdenging. Lalu semua selesai. Mas Pradipta langsung tergeletak disebelahku dan tertidur pulas. Aku mencoba untuk bangun. Kurasakan pusat intiku yang sakit. Namun aku mencoba mengabaikannya. Aku berjalan pelan menahan sakit, kekamar mandi, untuk membersihkan diriku. Setelah itu kuambil handuk kecil untuk membasuh tubuh suamiku yang basah oleh keringat dan berbau alkohol bercampur ******. Dia hanya menggeliat kecil saat handuk basah itu kubasuhkan ke tubuhnya. Setelah itu, dia kembali lelap dalam mimpinya. Aku segera mengenakan bajuku dan berbaring disebelah suamiku. Aku tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Kuselimuti tubuhnya yang masih telanjang dan bersama sama kami mengarungi mimpi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 177 Episodes
Comments