Nada adalah gadis kesayangan keluarga Hermawan. Bukan keluarga konglomerat namun cukup memiliki nama
dijajaran pengusaha kuliner negeri ini. Hidup Nada tidak pernah susah jika kamu bicara soal ekonomi. Namun hidup gadis yang bertubuh gemuk dan besar seperti ayahnya ini cukup berat sejak masuk ke bangku SMP. Bagi nada, hinaan dan bully adalah makanan sehari-hari. Menjadi bahan ejekan dan tertawaan teman-temannya
sudah bukan hal baru. Selama itu tidak menyakiti tubuhnya, Nada memilih untuk diam dan menelan semua itu. Meski hatinya sangat sakit. Meski dia sering kali kesepian karena tidak ada yang meu menjadi temannya, kecuali Sandra, tetangga dan sahabatnya sejak SD.
Selain Sandra, saat SMP dan SMA, Nada juga dekat dengan Pradipta. Dia adalah putra dari Pak Henky, sopir pribadi keluarga Hermawan, sejak Nada masih kecil. Pak Henky sudah sangat dekat dengan keluarga tuannya. Pak Henky memiliki satu putra dan dua putri, yang juga dibiayai sekolahnya oleh orangtua Nada. Meski begitu, hanya Pak Henky dan Pradipta yang sering berada di kediaman Hermawan. Pradipta sendiri sering membantu Bapak Hermawan di restoran atau dirumah, dengan imbalan tentunya. Karena itu, Nada sering bertemu dengannya sejak SMP.
POV NADA
Aku mengenal mas Pradipta sejak masih kecil. Bisa dikatakan kami tumbuh bersama, karena mas Pradipta sering ikut ayahnya kerumah kami. Jika tidak ada pekerjaan, biasanya mas Pradipta akan menemaniku bermain. Dia sangat baik padaku. Tidak pernah sekalipun dia menghinaku karena gemuk. Dia pria tertampan yang pernah aku temui.
Ya kamu benar, aku jatuh cinta padanya sejak aku mengenal rasa itu. Tepatnya saat kelas dua SMP. Kebetulan
kami memang seusia, namun tidak satu sekolah. Beberapa kali, Mas Pradipta menolongu saat dibuli oleh anak-anak komplek. Dia selalu melarangku keluar rumah, dan bermain di halaman bertiga dengan Sandra. Dia pula yang menyemangatiku agar aku berlatih kickboxing untuk melindungi diriku. Dia yang selalu mendorongku untuk berani menunjukan rasa tidak suka saat dibuli. Dan karena itu jugalah, meski bisik bisik, cemooh dan berbagai bully masih terus ada, namun tidak pernah ada yang sampai menyakitiku secara fisik. Aku cukup handal di Kickboxing.
Kami bertiga tumbuh bersama bahkan kuliah ditempat yang sama. Kami berhasil masuk ke fakultas komunikasi di perguruan ternama di kota kami. Tentu aku dan mas Pradipta dibiayai oleh papa. Saat kuliah kami selalu berangkat dan pulang bertiga. Saat akhirnya Sandra memiliki kekasih dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan kekasihnya, aku selalu pulang dan pergi bersama Mas Pradipta. Disanalah perasaan cintaku makin besar. Meski Mas Pradipta tidak pernah mengatakan apapun tentang perasaannnya, namun aku juga tidak pernah melihatnya bersama wanita lain selain aku.
Saat menjelang akhir masa kuliah, papa dan mama mengajakku bicara. Rupanya mereka menyadari kalau
putri semata wayangnya jatuh cinta pada putra Pak Henky. Pada awalnya aku tidak ingin mengakui rasaku. Namun mama bukan lawanku jika bicara. Akhirnya, aku mengeluarkan semua rasa yang ada di hati. Papa marah karena aku jatuh cinta pada putra seorang sopir? Jawabannya adalah tidak. Papa dan mama adalah orang hebat yang tidak pernah memandang rendah seseorang berdasarkan kelas sosial atau status pekerjaan. Bagi papa mama, sopir hanyalah pekerjaan pak Henky.
“Papa ingin kamu bahagia, Nada,” kata papa sambil tersenyum saat itu. Tangan mama mengelur kepalaku yang ada dipangkuannya. Papa dan mama yang duduk di sofa sedangkan aku duduk di karpet, membuatku dapat
meletakkan kepalahku dengan nyaman di pangkuan mama, sambil berbicara.
“Mama lihat, kamu juga sudah sangat dekat dengan Pradipta. Jika memang kamu menyukainya, menikahlah dengannya. Kalian sudah cukup usia. Kamu dan Pradipta nanti bisa meneruskan usaha papa dan mama. Saat ini malah Sandra yang menjadi asisten mama lho. Kalau kalian menikah, Pradipta bisa menggantikan papa,
sedangkan kamu dan Sandra bisa menangani yang lain menggantikan mama kan. Pradipta adalah laki laki yang sangat baik sopan dan bertanggung jawab,” kata Mama. Aku hanya bisa tersenyum. Jantungku berdegup kencang membayangkan akan menikah laki-laki cinta pertama dan satu-satunya yang kumiliki.
“Tapi ma, pa, aku tidak pernah bicara apa-apa tentang hubunganku dengan mas Pradipta. Apakah dia mau menikah denganku? “ tanyaku saat itu dengan malu. Mukaku terasa panas terbakar.
“Yang penting kamu bersedia menikah dengan Pradipta kan? Sisanya biar papa dan pak Henky yang
mengurusnya, yak an ma?” kata Papa.
“Iya, Nada. Kalau kamu sudah menikah, kami akan tenang,” tambah mama yang hanya kujawab dengan anggukan kepala.
Sampailah dihari kami bertiga wisuda bersama. Sepulang wisuda, keluarga Hermawan dan keluarga Henky merayakan kelulusan kami di sebuah restoran. Suasana akrab dua keluarga ini tampak terjalin. Prita dan
Pipit, adik mas Pradipta yang duduk dibangku SMP dan SMA, sesekali memandangku yang saat itu mengenakan kebaya. Keduanya terlihat berbisik dan tertawa kecil tertahan. Sesuatu yang sudah tidak asing bagiku. Sementara itu Papa asyik bicara dengan Pak Henky dan mama asyik bicara dengan ibu mas Pradipta. Dari tadi, ibu mas Pradipta dengan terang terangan memuji tas tas branded mama.
Mas Pradipta beberapa kali melotot pada kedua adiknya, saat Pipit dan Prita mentertawakanku. Hal ini
sungguh, membuat hatiku menghangat. Namun aku hanya bisa berdiam diri tak mengatakan apapun. Mas Pradipta sama sekali tidak mengajakku berbicara. Jika tidak bicara dengan kedua adiknya,
dia asyik dengan makanannya atau gawainya.
“Ehem… minta perhatian sebentar ya,” tiba tiba papa mengegetkan kami. “Alhamdulilah, hari ini kita diberkahi kelulusan Nada dan Pradipta. Selamat buat kalian berdua ya. Lalu apa rencana kalian?” aku hanya terdiam. Ya aku tidak punya rencana apapun selain membantu mama kan. Dan mereka tahu itu.
“ Terimakasih pa, saya sudah diberi kesempatan untuk bisa sekolah dan kuliah sampai sekarang. Seperti
rencana papa tentunya, saya akan bekerja di tempat papa. Itu jika tawaran papa masih berlaku. Namun sebenarnya saya sendiri ingin melanjutkan kuliah di Singapura pa. Itu nanti setelah saya bisa mengumpulkan biatanya,” kata mas Pradipta mantap. Ya, dia memanggil papaku dengan panggilan papa dan mamaku
dengan panggilan mama, seperti permintaan kedua orang tuaku.
“Iya pak Hermawan, saya juga berterimakasih sekali karena bapak dan ibu Hermawan telah berbaik
hati membiayai sekolah anak-anak saya. Bapak juga yang menyelamatkan nyawa saya puluhan tahun lalu. Selain berhutang nyawa pada bapak, saya juga berhutang budi atas masadepan anak anak saya,” kata pak Henky sambil berdiri dan membungkuk pada Papa. Mas Pradipta memandang ayahnya dengan tatapan yang aku tidak tahu artinya. Seperti ada kilat tidak nyaman, terimakasih dan entah lah. Sementara itu ibu Henky
masih sibuk mengamati tas mama, tidak terpengaruh dengan pembicaraan ini.
“Pak Henky ini ada ada saja. Tidak usah seperti itu. Kita ini keluarga kan,” kata papa.
“Pa, bagaimana kalau kita bicarakan sekarang, mumpung kita semua disini,” kata mama sambil menyenggol tangan papa. Papa mengangguk dan berdehem, tanda bahwa dia akan berbicara serius.
“Bapak dan ibu Henky dan terutama kamu Pradipta. Tentu kalian tahu kalau kami memiliki putri satu-satunya, Nada. Kami juga tidak punya saudara dekat. Itulah mengapa kami ingin memastikan masa depannya pada tangan yang tepat. Untuk itu, kami ingin bertanya pada Pradipta terutama, apakah bersedia menerima Nada sebagai pendamping. Saya ingin menitipkan Nada padamu, agar kami tenang,” kata Papa sambil tersenyum.
Kalimat papa yang diucapkan dengan tenang ini ternyata kekuatannya melebihi gelegar halilintar. Terbukti semua yang duduk dimeja itu terdiam kaku tak bergerak. Bahkan jantungku berdetak kencang tak terkendali. Mungkin semua orang bisa mendengarnya disaat senyap seperti ini. Papa memandang lurus ke mas Pradipta. Laki-laki yang awalnya tersenyum itu, kini menunduk seperti tidak tahu bicara apa.
“Bapak dan ibu Hermawan, maafkan kami kalau kami belum bisa menjawab sekarang. Semuanya terlalu tiba-tiba untuk kami,” kata bu Henky sambil tersenyum memecah kesunyian yang muncul akibat kata-kata papa tadi.
“Saya pribadi tidak keberatan Pak Hermawan. Bahkan Nyawa dan hidup saya sudah sejak awal, saya serahkan pada bapak. Saya pastikan Pradipta yang akan menjaga Nada sampai kapanpun,” kata Pak Henky memotong perkataan istrinya.
“Tapi pak…” kudengar mas Pradipta berteriak. Ya aku sadar, pasti dia keberatan menikahiku. Dia yang
begitu tampan dan hebat, mana mau menikah dengan gadis gemuk sepertiku. Aku menunduk dalam menahan airmataku. Hatiku sudah patah bahkan sebelum bertumbuh. Kuremas jari-jemariku sambil mencoba menghela nafas dalam. Mama disebelahku mengambil tanganku dan menggegamnya. Memberikan ketenangan dan kekuatan seperti biasa.
“Tidak ada tapi Pradipta. Apapun permintaan pak Hermawan, harus kamu ikuti. Karena semua yang kamu miliki sekarang ini adalah milik Pak Hermawan,” kata Pak Henky tegas.
“Sudahlah, lebih baik kita bicarakan ini dirumah,” potong bu Henky menengahi pembicaraan Pak Henky
dan putranya. “Bapak ibu Hermawan, saya mohon, berikan kami waktu untuk membicarakan ini semua. Semua terlalu tiba-tiba bagi kami. Pradipta hanya terkejut pak, bu. Kami akan merencanakan semua dengan baik. Lagipula, bukannya pihak laki-laki yang seharusnya melamar? Jadi berikan kami waktu ya pak bu. Pradipta, bapak, ayo kita pulang. Banyak yang harus kita bicarakan dan persiapkan,” kata bu Henky sambil tersenyum.
“Oh iya, benar juga. Baiklah Pak Hermawan, sebaiknya kami mohon pamit. Nanti kami akan segera sowan
untuk membicarakan semuanya lebih lanjut,” kata Pak Henky dengan senyum lebar di mukanya. Kulihat muka mas Pradipta yang tampak tegang dan kusut. Sementara itu wajah Prita dan Pipit tampak kebingungan. Bu Henky segera berdiri dan menyalami papa dan mama, lalu menarik tangan mas Pradipta, diikuti Prita dan
Pipit. Sekali lagi, pak Henky berpamitan pada kami dan menyusul keluarganya. Sepeninggal mereka, kamipun segera pulang kerumah.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 177 Episodes
Comments
riskaalmahyra
kalau kayak gini peluang buat harmonis dalam rumah tangganya sedikit
2022-04-25
1
Nunuk Pujiati 👻
wahh, ini bisa jadi bumerang sih apalagi prapdita nya nggak suka. semoga aja, ada jalan terbaik untuk mereka.
2022-03-29
1