Sore itu, aku sedang disibukan dengan pekerjaan dan rencana pengambil alihan Dirgantara Corporation bersama Franco. Ada rasa tidak nyaman ketika asistenku mendekat dan membisikan sesustu. Aku segera melihat layar Ipad yang dia tunjukan. Kulihat sebuah video viral media sosial yang memperlihatkan kehebohan yang terjadi pada Juli. Dalam video viral tersebut tampak wajah Juli sedang kesakitan dan didekatnya ada seorang wanita dengan badan besar yang aku kenal.
“Nada?” gumamku sambil memandang asistenku. Dia mengangguk. Ya Asistenku ini memang tahu persis siapa aku dan orang-orang disekitarku. Dia yang seringkali membuatkan video, membalas pesan atau mengirim sesuatu ke Nada jika aku sedang sibuk dengan wanita-wanitaku.
“Franco, maaf aku minta ijin keluar. Ada hal penting menyangkiut keluargaku yang harus aku selesaikan. Untuk ini, nanti aku bereskan secepatnya,” kataku pada Franco sambil berdiri.
“Oke Dipta, I count on you. Just go,” kata Franco tanpa mengalihkan perhatiannya dari laptopnya. Aku pun segera berlari ke basement mengambil mobilku dan meminta asistenku untuk mencari tahu dimana Juli. Setelah duduk di depan setir, aku membaca baik apa yang ada di video viral tersebut. “artis ternama, Juli, mendapat serangan dari haters, seorang wanita gendut yang iri padanya” Dalam video itu Nada seolah olah mendorong Juli membuat Juli jatuh dan terantuk kepalanya. Aku geram namun tidak percaya. Ini bukan Nada, batinku. Lalu kulihat beberapa video lain yang juga di upload dari sisi berbeda. Dari sini aku tahu apa yang terjadi. Sejak aku bekerja pada Franco, aku dilatih untuk selalu waspada dan tidak percaya begitu saja dengan apa yang terlihat. Sejak bersama Franco, aku terbiasa melihat sebuah peristiwa dari segala sisi baru menyimpulkan fakta untuk kepentingan kami. Dan aku sudah terbiasa dengan rencana licik dan jebakan, yang bahkan apa yang terjadi kali ini menjadi sangat amatir. meskipun aku yakin semua percaya, Juli adalah korban yang harus dibela dari hatersnya.
Aku kemudian melihat handphoneku dan menyadari ada puluhan miscall dari Juli dan managernya. Satu pesan masuk dari asistenku, mengabarkan bahwa Juli ada di RS MMC dalam keadaan baik-baik saja namun ingin dirawat sampai aku datang. Baiklah kekasihku, aku juga sedang ingin menghabiskan waktu denganmu. Aku sedang ingin kepuasan yang selalu kau berikan. Aku segera menyalakan mobil melaju menuju rumah sakit yang tak jauh dari tempatku saat ini.
“Halo, hai honey, kamu gimana?” kataku saat telponku pada Juli diangkat. Kudengar suara suster yang membujuk Juli untuk tidak menelpon, namun Juli membentaknya kasar.
“Pradipta, kamu dimana sih? Aku diserang oleh Nada. Dia kasar sekali sampai aku luka. Nada akan aku laporkan ke polisi atas tindakan penyerangan. Awas kalau kamu membelanya,” kata Juli sambil menangis. Aku menarik nafas panjang. Aku tahu ini bukan salah Nada. Namun aku bisa memanfaatkan ini. Baiklah, jangan salahkan aku Nada, kamu yang salah langkah.
Sesampainya dirumah sakit, aku segera menuju ruangan yang dikatakan manajer Juli. Disana kulihat Nada bersama Joy manajer Juli. Joy seperti biasa, dengan gaya bitchy nya sedang ngamuk dan membentak Nada. Istriku yang pada dasarnya tidak bisa berdebat terlihat hanya diam menunduk dan gemetar. Kudengar Joy mengatakan akan melaporkan Nada dan memasukan kepenjara dengan tuduhan penyerangan pada Juli. Joy mengatakan bahwa keadaan keadaan Juli cukup parah sehingga aku bisa dikenai pasal berlapis. Nada juga harus membayar semua biaya pengobatan Juli termasuk operasi plastik yang harus dilakukan akibat luka gores didahinya. Menurut manajernya, operasi itu perlu dilakukan mengingat Juli harus menjaga mukanya sebagai seorang artis. Wow, lebay juga si Joy, mengingat Juli masih bisa teriak begitu garang kepada suster yang melarangnya menerima telponku. Dan aku tahu, juli tidak akan mau operasi plastik dan kesakitan, hanya karena tergores seperti ini. Sebuah luka yang akan sembuh dalam hitungan hari. Hatiku tidak tega melihat keadaan Nada. Apalagi aku tahu sebenarnya dia tidak bersalah.
“Nada...” kuputuskan untuk segera mengakhiri semua drama tidak penting dari manajer Juli.
“Mas Pradipta,” kata Nada terbelalak. Dia langsung bangun dan memelukku dengan erat sampai aku nyaris takbisa bernafas. Aku hanya berdiri kaku setelah berhasil menyeimbangkan diriku yang hampir terjatuh gara gara ulah Nada tadi. Aku menarik nafas panjang mencoba menenangkan diriku sendiri.
“Kamu kenapa Nada? Kenapa harus menyerang Juli? Bukannya bisa bicara baik baik? Kamu benar-benar keterlaluan. Apa yang kamu lakukan sudah mempermalukan dirimu sendiri, merusah nama baik keluargaku dan keluargamu Nada! Berpikir!” bentakku melampiaskan kekesalan yang entah karena apa. Dia mengendurkan pelukannya hingga membuatku bebas, dan menjauh.
“Aku tidak…” katanya terbata-bata setengah berbisik, namun langsung kupotong tanpa kuberi
kesempatanan membela diri. Aku tahu aku harus memanfaatkan ini untuk membebaskan diriku dari keluarga Hermawan dan menyelamatkan harta serta kemewahan yang ingin dinikmati ibuku.
“Ahh sudahlah. Diam kamu disini,” kataku sambil mendekati Joy yang masih pura pura tidak mengenalku. Ya itulah kami. Joy tahu kalau aku kekasih Juli, dan Joy tahu siapa Nada. Namun didepan umum, kami tidak membahas itu semua, kami benar-benar bersikahp sebagai kolega dengan hubungan professional.
“Joy, Gimana Juli?” tanyaku.
“Ada didalam mas. Tadi Juli minta aku mengurus wanita ini dan menyeretnya ke kantor polisi dengan pasal penyerangan dari haters,” kata Joy.
“Sudahlah, jangan diperpanjang. Nanti malah jadi boomerang. Dia istriku. Serahkan dia padaku, dan temani Juli. Nanti aku kesana,ok!” kataku dengan tegas. Joy mengangguk dan segera berlalu. Aku menarik nafas panjang bertekad menyelesaikan ini semua. Saat kuberbalik, kulihat Nada senyum senyum sambil memandangku denga tatapan memuja yang membuatku rishi seperti biasa. Ada apa dengan dia? Apakah karena stress dia jadi gila? Oh God, kalau benar-benar seperti itu, semua akan jadi lebih mudah. Tapi rasanya Nada tak serapuh itu.
“Nada,” kataku perlahan sedikit takut. Dia meraih tanganku namun dengan cepat kulepaskan. Aku tidak mau Juli tiba-tiba muncul dan melihatku sedang berpegangan tangan dengan Nada. Apalagi jika ada paparazzi yang memotret aku dengan Nada yang baru saja viral menyerang Juli. “Jangan disini. Tidak enak. Ini rumah sakit. Kita bicara di taman sana.” Aku bergegas menuju tamab belakang rumah sakit yang tadikulewati dan tampak sepi, karena tersembunyi.
“Nada, kita harus bicara. Aku harap kamu mau mendengarkan dan mengerti. Jangan bertingkah yang akan membuatku dan kamu malu, mengerti?” kataku perlahan setelah mendorongnya ke bangku taman. Aku duduk dan memegang tangannya agar dia tenang. Keributan disini akibat Nada yang histeris bukanlah hal yang menyenangkan. Apalagi Juli juga masih disini. Bukan tidak mungkin wartawan ada disekitar sini mencari keberadaan Juli. Kupegang tangannya erat menahan agar dia tidak bereaksi dan kupandang matanya dengan tatapanku yang biasanya membuat dia menurut padaku. Inilah kekuatanku yang mampu mengendalikan dia selama ini.
“Mas, kamu pulang? Kenapa tidak pulang kerumah dan malah tinggal di apartemen?” tanyanya. Meskipun aku sudah menduga akan adanya pertanyaan ini, namun aku ternyata belum cukup siap menghadapinya. Aku mencoba mengulur waktu dan mengalihkan Nada.
“Oh jadi kamu yang membawa makanan waktu itu?” tanyaku mencoba membahas tentang tempat makanan yang membuatku tahu keberadaannya di apartemen kemarin.
“Iya, aku mendapat kabar kamu disana, jadi aku ingin memberi kejutan,” katanya hampir tak kudengar.
“Lalu?” aku mencoba menahan diri untuk tidak memperlihatkan rasa cemasku. Seperti maling yang tertangkap. Aku benar benar takut dia melihat apa yang kulakukan dengan Juli waktu itu. Aku mencoba memasang muka dingin untuk menutupi kegugupanku.
”Kamu melihatku dengan Juli?” Tanyaku memastikan dugaanku. Kulihat airmatanya mengalir di kedua pipinya. Aku tahu, pasti menyakitkan, itulah mengapa aku tidak ingin keu melihatnya Nada.
“CK, jangan menangis. Jangan mempermalukan dirimu sendiri. Wajahmu yang biasa saja sudah memalukan,
apalagi dengan airmata dan mascara yang berlepotan itu. Menjijikan,” kataku tetap mempertahankan nada dinginku. Meskipun rasa bersalah itu tetap ada mengganggu pikiranku. Namun semua sudah terjadi. Bahkan mungkin inilah jalan bagiku untuk bebas dari Nada dan menikah dengan Juli.
“Mas, kenapa? Kita sudah menikah 8 tahun. Kenapa harus seperti ini. Pulanglah dan aku akan melupakan semua yang aku lihat. Kamu sekarang sudah bekerja di Jakarta. Pulanglah. Aku janji, aku akan berusaha berubah. Aku akan menjadi istri yang baik bagimu. Aku akan mendukungmu dan merawat keluargamu, keluarga kita. Aku akan hamil anak-anakmu. Pulanglah, aku memaafkanmu dan menganggap semua tak terjadi,” kata Nada mengiba. Aku benar-benar iba padanya. Aku tahu apa yang kulakukan memang jahat. Tapi semua sudah terjadi bukan? Aku berhak bahagia bukan? Aku tidak tahan lagi melihatnya menangis. Kucoba menjauh dan menguatkan diri untuk melanjutkan rencanaku. Lebih baik aku mengakhiri semua ini. Toh aku juga sudah cukup kaya tanpa dia. Biarlah Nada pulang pada mamanya.
“Nada, sudah cukup aku menurutimu dan orang tuamu delapan tahun ini. Aku laki-laki biasa yang normal Nada. Aku butuh dipuaskan dengan normal tanpa obat perangsang dan alkohol saat menyentuh istriku. Aku butuh melakukan hubungan *** tanpa merasa jijik dan mau muntah. Aku merasa seperti itu kalau aku dekat denganmu. Aku butuh mencintai dan dicintai tanpa jijik dan terpaksa,” kata ku mencoba untuk jujur. Bukankah ini lebih baik dari pada menyia-nyiakan hidupku dan hidupnya seperti delapan tahun ini.
“Maksudmu? Aku salah dengar kan?” katanya memandangku tak percaya. Namun masih terus memujaku. Ya
itulah Nada yang terlalu tergila-gila padaku hingga membuatku sulit bernafas.
“Aku rasa tidak. Kamu dengar apa yang aku katakan. Aku hanya dua kali menyentuhmu karena kewajiban suami. Itupun dengan rasa ketakutan sebelumnya, dengan rasa mual dan jijik sebelum dan sesudahnya. Aku harus menggunakan obat perangsang agar milikku bisa berdiri dan memuaskanmu, setengah sadar. Itupun dengan harus membayangkan orang lain. Aku tidak bisa lagi,” kataku lebih berani untuk jujur. Semua sudah terjadi. Semua sudah kepalang basah, mari kita selesaikan.
“Jadi Nada, sebaiknya kita akhiri semuanya. Aku ceraikan kamu mulai sekarang. Pulanglah. Nanti kita urus semuanya di rumah. Aku bereskan dulu urusan disini,” kataku sambil melepas cincin dijariku dan meletakkanya
ditangannada.
“Tidak Pradipta. Kamu tidak akan pernah bisa menceraikanku. Ayahmu berhutang nyawa pada Papa. Kamu
dan keluargamupun berhutang budi pada kami dan sampai saat ini masih boleh tinggal di rumahku. Ingat kan perjanjianmu dengan papa. Jika kamu menceraikanku, maka kamu harus mengembalikan semuanya dan keluar dari rumah tanpa membawa apapun bahkan baju di tubuhmu dan keluargamu,” katanya mengancam dengan suara putus asa. Terus terang aku snagt terkejut Nada mengucapkan itu. Nada selalu lembut dan mengalah. Nada tidak mengancam.
Kurasakan getar di saku celanaku dan dering handphone yang memandakan telepon dari salah satu keluargaku. Ternyata ibu yang menanyakan keadaan Juli. Ibu dan adik-adikku rupanya melihat berita yang sedang viral dan menanyakan apakah benar perempuan itu Nada.
Aku pura pura tidak mengerti apa yang dibicarakan ibu, karena aku rasa aku tidak bisa menerangkan apapun didepan Nada. Aku bilang ke mereka kalau Juli baik-baik saja dan setelah urusanku dengan Nada selesai aku akan menemaninya. Ibu dan adik-adikku tak sedikitpun menanyakan Nada. Entah mereka mendengarku saat aku mengatakan aku bersama Nada atau tidak. Mereka lebih sibuk menanyakan apa yang dibutuhkan dan ingin dimakan oleh Juli, lalu meminta ijin untuk bertemu Juli di apartemen. Aku mengijinkan dan mengakiri pembicaraan kami. Aku kembali memandang Nada. Kuharap jeda tadi membuat dia lupa akan ancamannya.
“Kamu memang tidak tahu diri Nada. Kamu paling jago mempermalukan diri sendiri. Lihat, video penyeranganmu
kepada Juli sudah sangat viral. Apa kamu tidak malu?” kataku menekankan nada jengkel untuk mengalihkan pembicaraan kami.
“Tapi aku tidak melakukan apa apa,” katanya berusaha membela diri. Dan aku tahu dia memang tidak salah. Semua ini adalah ulah Juli untuk menyelaatkan diri dari malu dituduh pelakor dan mengalihkan perhatian orang-orang disana waktu itu, kurasa. Juli tidak mau namanya tercemar dan membuat langkah penyelamatan lebih dahulu.
“Sudahlah, lihat sendiri videonya. disosmed yang mengatakan artis ternama, Juli, mendapat serangan dari wanita gendut yang iri padanya. Disitu kelihatan kamu mendorong, menyerang dan menindih Juli. Kamu dijuluki Hater ekstrim seorang artis karena iri pada kecantikannya. Sudah aku tidak punya waktu meladenimu. Aku harus menenangkan dan merawat Juli. Kamu pulang sekarang. Nanti kita bicara lagi, “ kataku. Sepertinya aku harus menunda rencanaku menceraikan Julia tau aku akan kehilangan banyak, Aku belum siap untuk pergi dari apartemenku. Aku belum siap untuk membawa keluargaku keluar dari kediaman Hermawan tanpa membawa apapun. AKu harus melakukan persiapan dan memindahkan semuanya terlebih dahulu baru mengakhiri hubunganku dengan Nada. Ternyata dia tidak sebodoh yang aku kira. Aku segera pergi meninggalkannya agar dia tak lagi membahas ancamannya. Aku segera menuju ke kamar kekasihku yang dari tadi sudah menerorku dengan banyak pesan, karena dia sudah ingin pulang. Benar kan dugaanku, Juli memang tidak apa-apa.
Sesampainya didepan ruangan, dimana tadi aku meninggalkan Joy, kulihat Joy dan Juli berdiri gelisah. Kutanyakan pada Joy apakah semuanya sudah beres, Joy mengangguk sambil mengacungkan jempol. Juli yang merajuk memasang muka cemberut. Segera kuraih kepalanya dan kukecup mesra.
“I love you princess. Jangan merajuk ya. Are you ok?” kataku lembut. Juli yang mendapat perlakukan mesra langsung tersenyum dan mengangguk. Dia memeluku erat
“Yuk kita pulang. Aku sudah kangen sama kamu. Biar nanti di apartemen aku sembuhkan luka-lukamu dengan kecupan diseluruh tubuh kamu,” kataku sambil mengedip pada Juli. Mukanya yag putih langsung memerah, dan dia memukulku gemas sambil tertawa. Sedangkan Joy tampak senyum-senyum sambil berusaha memandang kearah lain.
“ Ibu sudah memasak makanan kesukaanmu, nanti dia akan ke apartemen mengantarkannya bersama Prita
dan Pipit. Joy, kamu mau ikut mobil atau naik taksi?” kataku lagi.
“Aku naik taksi aja mas, harus ke GI. Kan harus ambil mobil. Tadi kesini kan pakai mobil si gajah itu,” kata Joy yang kusambut dengan pelototan mataku dan ketawa Juli. Kamipun segera pulang ke apartemen. Sepanjang jalan Juli mengadu tentang apa yang terjadi tadi dan sepenuhnya menyalahkan Nada. Aku tahu bahwa kebenaran cerita
Juli diragukan. Namun aku tidak peduli. Mataku beberapa kali melirik ke bukit indah yang tersembul setelah Juli melepaskan blazernya di mobil. Tanganku juga sudah berkelana menysuri paha mulusnya. Hanya ingin segera memuaskan keingin yang muncul yang kupikirkan dan ingin segera sampai ke apartemen.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 177 Episodes
Comments