Dear all,sampai saat ini, terus bersyukur banyak respon positf dengan kisah Nada ini. Semoga, kisah ini bisa membuat kalian semua terhibur dan memetik manfaatnya.
Sebelum melanjutkan, ada pesan dari Nada. No Bully please. dan buat yang dibuli, jangan menyerah. Kita semua punya kelebihan dan kekurangan masing masing. Sebarkan cinta dan kasih sayang bukan kebencian dan hinaan. (tapi bukan berarti terlalu baik hingga berbagi hati dan jadi buaya ya... hehehe)
Tolong tinggalkan jejak buat Nada ya biar kami semangat berkisah. Juga ajak yang lain buat kenalan sama Nada.
Sore itu, Aku dan Juli mengakhiri sesi panas kami dengan bersantai tanpa sehelai benangpun di tempat tidur. Kami sudah menyelesaikan beberapa sesi sejak kepulangan kami dari rumah sakit tanpa ada keluhan sedikitpun dari Juli tentang sakitnya yang menyebabkan dia dilarikan ke rumah sakit tadi. Bahkan dia sangat aktif dan bergairah lebih
dari sebelumnya. Entahlah, mungkin kejadian tadi siang justru membuat Juli bergairah. Dan itu membuatku senang tentunya. Ini juga membuktikan dugaanku tentang kejadian yang sebenarnya tadi siang. Sedikit banyak aku sudah bisa menduga apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimanapun aku sudah mengenal Nada dari kami kecil. Tak lama kemudian bel apartemen berbunyi.
“Itu pasti ibu Jul, mandilah. Aku bukakan pintu untuk mereka. Setelah itu aku yang mandi dan kita makan sama sama. Aku lapar. Kamu terlalu luar biasa menguras energiku,” kataku mengedipkan mata menggodanya. Juli tertawa dan memukulku pelan.
“Huft, cepet bener mereka datang. Padahal aku kan ingin mandi bersamamu,” kata Juli pura pura merajuk. Aku tertawa terbahak melihat tingkahnya. Kucubit gemas pipinya lalu kukecup ujung kepalanya.
“Masih belum puas juga? Nati malam kita lanjut, oke. Sana mandi,” kataku sambil berdiri dan mengenakan kaos serta bokserku. Juli dengan tubuh tanpa sehelai benangpun berjalan santai ke kamar mandi membuat gairahku mau tidak mau bangkit. Namun aku tahu, sebaiknya aku melupakannya karena dibawah, ibu dan adik-adikku
menunggu. Segera kuambil celana pendek dan memakainya. Kutelpon satpam dibawah untuk membiarkan mereka masuk dan memencet lift untuk mereka. Aku membereskan kekacauan yang kami buat mulai dari ruang tamu sampai kamar. Tepat setelah semua selesai, bel pintu berbunyi.
“Calon menantuku mana? “ Ibu langsung bertanya begitu pintu kubuka.
“Siapa? Nada?” kataku heran.
“Cck, itu menantu gajahku. Yang aku tanyakan calon menantu cantikku Pradiptaaaa!” kata ibu jengkel disambut cekikikan kedua adikku.
“Oh, mandi,” kataku cuek dan mengambil sekaleng softdrink di kulkas. Ibu membuka paperbag yang berisi makanan dari restoran kesukaan Juli dan menatanya dimeja. Aku meninggalkannya dan duduk di sofa bersama kedua adikku yang sudah lebih dulu nangkring disana tanpa membantu ibu.
“Gile, baru keluar dari rumah sakit sudah diembat aja kak,” kata Pipit saat Juli keluar sambil mengeringkan rambut basahnya. Juli tertawa tergelak menanggapi Pipit.
“Lah kenapa emang? Dianya suka, kok kamu yang sewot, iya nggak Yang,” kataku mengedipkan mata pada kekasihku. Juli hanya tersenyum sambil menguncupkan bibirnya memberikan ciuman dari jauh.
“Hah, dasar pasangan mesum! Awas hamdun!” kata Prita
“Nggak mungkin lah, aku kan masih punya banyak kontrak dengan nilai besar. Kalau hamil, aku bisa langsung miskin bayar pinaltinya. Aman kok, aku pakai kontrasepsi,” jawab Juli dengan santai. Ya Juli memang pernah bilang kalau dia tidak ingin punya anak, karena itu akan menghancukan tubuh dan karirnya. Berbeda dengan Nada yang
selalu bilang ingin punya anak-anak yang lucu yang mirip denganku dan membuat ramai rumah kami nantinya. Anak-anak yang cerdas dan tampan kata Nada. Iya ya, lucu kali ya kalau ada Pradipta kecil dengan otak super Nada. Haishhh aku mikir apa coba! Stopi it Pradipta!
Untuk mengalihkan pikiranku, aku lalu mengajak mereka semua makan. Kebetulan ibu juga sudah selelsai menyiapkan semuanya. Meski banyak makanan dimeja dan semua seperti disediakan untuk Juli, Namun kekasihku itu hanya mencomot sedikit makanan dan meninggalkannya. Sangat berbeda dengan Nada yang selalu makan dengan lahap dan penuh syukur. Cara makannya sejak kecil selalu membuatku gemas. Aku selalu tertawa senang melihatnya makan.
Setelah makan, Pipit dan Prita sedang sibuk dengan Juli membicarakan fashion yang sedang trend di kamar. Aku sedang duduk dengan ibu membicarakan masalahku dengan Nada dan Juli. Ibu ingin aku segera meceraikan Juli. Ibu bercerita tentang apa yang terjadi pada pagi hari setelah Nada memergoki kami di apartemen. Namun hanya aku yang tahu tentang hal itu. Ibu, Prita dan Pipit hanya menduga kalau Nada tahu tentang hubunganku dengan Juli.
Mereka menceritakan bagaima Nada yang biasanya ceria dan rajin, pagi itu hanya mengurung di kamar tanpa melakukan semua pekerjaannya. Bahkan mereka kelaparan karena tidak ada yang memasak sarapan. Huft, tiga perempuan malas ini memang luar biasa ya, hal seremeh itu saja mampu membuat mereka mengamuk pada Nada yang pasti sedang sangat kesakitan. Bahkan mereka tidak perduli. Kembali terselip rasa iba dihatiku yang buru buru aku tepis. Ibu bilang, bahwa hampir saja Nada dipukulnya jika ayah tidak muncul. Ibu kesal bukan kepalang karena ayah lebih membela Nada dan perhatian kepada Nada. Aku hanya diam mendengarkan.
“Jadi kapan kamu menceraikannya? Lalu antar dia pulang ke Bandung kerumah mamanya?” kata ibu dengan tegas.
“Iya mas, kapan kamu menceraikan Nada. Dia sudah menyerangku hari ini. Jadi mungkin dia akan kembali menyakitiku nanti,” kata Juli yang duduk disampingku memeluku mesra. Rambutnya yang masih lembab sisa keramas tadi menguarkan bau harum yang kusuka. Tanganku kembali menyusup dibalik jubah tidurnya dan bermain-main disana, tak perduli ibu dan kedua adikku didepanku. Ya semesum itulah aku dengan Juli. Dan itu alasan utamaku memilih Juli, pasangan mesum yang bisa mengimbangiku, lebih dari pacar-pacarku selama ini. Kami sama sama memiliki hasrat yang besar, kapan saja, dimana saja.
“Pradipta, ayah tadi mengingatkan ibu tentang hutang budi dan tentang surat perjanjian pranikah kalian. Kata ayah, jika sampai kamu menyakiti Nada dan Nada ingin bercerai, maka kita semua akan keluar rumah tanpa membawa apapun, bahkan perhiasan dan tabungan kita semua harus ditinggal jika Nada mau,” kata Ibu.
“Kamu jangan gegabah. Ibu tidak mau kehilangan rumah ibu dan semua harta simpanan ibu ya. Ayah kamu itu sudah dipelet apa sih, sampai lebih membela mereka dari pada istri dan anaknya sendiri,” gerutu Ibu.
“Apa? Menyerahkan semua pada Nada? Termasuk apartemen ini?” tariak Juli.
“Sssst tenang juli, jangan teriak teriak dikuping,” kataku sambil mengelus kupingku yang pengang akibat JUli berteriak tepat disamping telingaku.
“Tapi ini semua kan hasil kerja kerasmu mas, juga simpanan Ibu kan, aset tanah dan sebagainya, itu kan hasil kerja keras ayah dan kamu? Bagaimana mungkin kamu mau menandatangani perjanjian seperti itu? Dengan Nada lagi!” kata Juli heran.
“Sebenarnya dari awal Papa sepertinya sudah curiga. Makanya dia membuat perjanjian itu. Dan sebenarnya memang semua aset dan simpanan itu milik Nada. Karena semua dibeli dengan uang Nada. Uangku tidak pernah aku belikan aset apapun. Bahkan uang yang ibu simpan dan ibu pakai beli barang barang itu uang Nada yang dikelola ibu. Ayah snagt tahu itu. Itulah alasan ayah tidak membela kita bu. Ayah pernah sangat marah menegurku saat terakhir ke Singapura dan melihat Juli baru saja meninggalkan apartemen waktu itu,” kataku jujur.
“Jadi kamu akan miskin dan tidak punya apa apa kalau kamu menceraikan Nada?” Tanya Juli.
“Ya nggak miskin Juli. Aku ini CTO di LC lho,” kataku sambil mengelus pundaknya. Juli menegakkan badannya dan menepis tanganku.
“Mungkin jika memang memaksa Nada bercerai sekarang, untuk sementara aku akan membeli rumah kecil dan kita semua tinggal disana,” kataku yang disambut oleh teriakan “TIDAK!” dari empat perempuan didepanku. Aku menarik nafas berat dan kepalaku mulai berat. PUSING!
End Pradipta POV
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 177 Episodes
Comments