“Kaliantetap tinggal di rumah ini, tidak boleh kemana-mana. Rumah ini juga atas nama kamu, dan jangan pernah diatas namakan ke siapapun, meski itu suami kamu. Mengerti Nada?”
“Kamu dan Pradipta yang akan mengurus disini, bersama Pak Henky. Jadi setelah Papa Mama pindah, semua kebutuhan rumah ini tanggung jawab kalian berdua. Itu sebabnya mulai nanti sampai seminggu kedepan, mama, papa, Sandra dan Pak Henky akan berada di Bandung,”
Keputusan papa yang tidak bisa diganggu gugat. Hal ini disampaikan Nada sepulang aku dari kantor. Sebuah keputusan yang tidak sepenuhnya seperti yang Ibu inginkan. Namun rupanya ibu cukup senang dengan keputusan ini. Menurut ibu, aku harus bisa mengambil alih dan menguasai rumah ini. Jika itu berhasil, maka akan lebih baik dari rencana awal. Karena rumah ini jauh lebih berharga dari rumah manapun yang kami mampu beli.
Kepindahan Papa dan Mama berjalan lancar. Aku yang kemudian memegang bisnis di Jakarta, memiliki alasan
untuk lebih jarang pulang dan menghindari Nada. Namun ternyata aku tidak memiliki kebebasan akan uang seperti yang akum au. Ternyata Papa mengatur semua uang masuk dikirim ke Nada, dan sedikit untukku. Bermain uang di kantor? Jangan harap. Meski Henky adalah ayahku, tapi dia berpihak pada papa Nada.
Setahun pernikahanku, aku mulai bosan. Rasanya aku mulai lelah bermain dengan wanita-wanita itu. Ibu mulai mendesakku untuk segera mengambil S2, namun ayah memarahi kami dengan menyebut kami tidak tahu diri. Menurut ayah, sudah waktunya aku mandiri dan tidak bergantung pada mertuaku. Dan ibuku, yang sangat takut pada ayah tidak bisa membantahnya. Namun dibelakang ayah, ibu tetap melanjutkan rencananya. Bahkan dia mendesakku untuk mengambil alih keuangan rumah tangga dan susat surat kepemilikan Nada untuk kami balik namakan pada ibu. Karen ajika suatu saat aku berpisah dari Nada, aku tidak boleh mengambil apapun milik kami berdua, seperti saat kami datang. Semua itu kuat berdasarkan hokum dalam surat perjanjian pranikahku dan Nada atas permintaan papa, yang bahkan Nada sendiri kurasa tidak paham. Setelah berpikir panjang, aku memutuskan untuk menghentikan penderitaanku harus tidur bersama perempuan gajah itu.
Saat kami makan malam berdua merayakan ualang tahun pernikahan pertama yang direncanakan oleh Prita, aku
membujuk Nada untuk mau membiayaiku kuliah S2 di Singapura. Dengan alasan selama ini uang dikirimkan ke Nada dan uangku hanya cukup untuk aku dan menghidupi orang tuaku, maka mau tidak mau demi masa depanku, aku membutuhkan tabungan Nada. Dan selama disana, Nada juga harus mengirimkan uang padaku. Apalagi bisnis papa yang di Jakarta sekaran macet. Aku tahu kalau Nada memang memiliki tabungan yang sangat besar. Seperti biasa, kurayu dia dengan senyumku. Kuremas jarinya, elusan, kecupan ditangannya yang gendut, bahkan kuelus paha dan dengan sengaja kuelus daerah v nya yang tak pernah lagi kusentuh sejak malam setelah pernikahan kami itu.
Aku tahu banyak pengunjung restoran heran. Mungkin mereka heran melihat pria tampan dan keren seperti aku merayu bahkan memberikan seikar bunga mawar pada wanita gemuk yang jelek seperti Nada. Tapi demi tujuan masa depan, kuhiraukan semua itu. Tangannya meremas jari jariku. Sesekali dia mengecup tanganku tanpa memperdulilan pandangan heran pengunjung restoran dimana kami makan malam saat itu. Ibu membelikan sebuah gelang dari emas putih dengan inisial nama kami PN, yang sangat kecil dan tipis sebagai pelengkap rayuanku. Kulihat mukanya sudah merah padam terbakar gairah. Aku tahu dia sudah tak bisa berpikir sehat. Aku tahu apa yang diinginkannya. Dan aku serasa ingin muntahn membayangkannya, sampai tanpa sadar aku bergidik. Aku juga tidak suka melihat pandangan orang orang yang seperti mentertawakanku. Ibu dan Prita yang tanpa Nada tahu duduk didekat kami, memberikan kode untuk membawa Nada pulang.
Sesampainya dirumah, aku meminta Nada untuk berganti pakaian dan menungguku di kamar. Aku segera ke lemari penyimpanan wine koleksi papa dan mengambil sebotol tanpa memilih. Hapir setengah botol kuhabiskan sekali tenggak. Rasa pahit dan asam mengalir ditenggorokanku menghantarkan alcohol ke tubuh dan pikiranku agar aku tidak muntah nanti. Ya aku harus mempersiapkan diri untuk dramaku setelah ini. Setelah wine ditanganku hampir habis, kuminum puyer obat perangsang yang dulu pernah Prita berikan kepadaku. Arggh, tidak enak sekali. Beberapa kali kugelengkan kepalaku untuk menghalau rasa tidak nyamanku.
“Arggghhh, bangsat!” tanpa sadar kuteriak sendiri. SEgera kututup mulutku takut Nada mendengar dan mengetahui apa yang akun lakukan. Seperti saat malam pertama dulu, kutunggu reaksi obat itu beberapa saat sebelum aku harus menghadapi istri gajahku. Setelah tubuhku memanas dan juniorku tegak dengan kerasnya, aku melepas semua bajuku, menyisakan bokser ketatku. Sebelum reaksi obat habis, aku segera membawa ponselku yang sudah aku siapkan dalam mode rekaman suara, lalu kuletakkan di nakas samping kepala Nada.
Kuhampiri dia yang sedang duduk bersandar di kepala tempat tidur. Seperti malam pertama dulu, kulakukan semua dengan sangat kasar. Ya meski aku sadar itu menyakitinya tapi aku muak melakukannya. Jadi dia harus merasakan kalau aku tersiksa melakukan ini. Namun aku tetap berusaha mencumbu dan memuaskannya. Buktinya dia bisa mencapai puncakya meski dia juga berteriak kesakitan berulang kali tanpa sadar. Setelah pencapaian pertamanya, juniorku masih berdiri karena pengaruh obat. Oke, ini saatnya aku beraksi. Aku berusaha mencumbunya dengan tidak terlalu kasar. Aku membuatnya terlena dan kali ini aku membayangkan akan hidup bebas di Singapura nanti dan berhasil. Dia mulai bersuara menyalurkan rasa dengan gelisah dan meracau, saat akan mencapai puncaknya yang kedua. Yes, ini saatnya. Kupastikan rekaman di handphoneku nyala. Kupandangi wajahnya yang bergelambir dan berkeringat, menjijikan dan membuatku mual. Namun aku mencoba memejamkan mata dan membayangkan beberapa wanitaku.
“Nada, kamu harus membiayai kuliahku di Singapura. Atau kita hentikan saja sekarang?”kataku berhenti bergerak dan diam mematung, namun jariku menggoda bagian sensitifnya, membuatnya bersuara ingin lebih. Dia
gerakkan pinggulnya namun aku tidak mengijinkan dan menarik diriku keluar. Ini permainanku Nada, jangan coba-coba.“Jawab Nada, kamu mau kan membiayai kuliah dan biaya hidupku selama di Singapura? “ kataku
penuh kemenangan.
“I..iya.. jangan kuatir.. ayo mas..” katanya bergetar mendamba, menjijikan. “Hahaha, dasar jablay, asal kamu tahu. Hanya aku yang mau menjamahmu ******. Jadi kamu harus menurut apa yang aku katakana atau kamu akan kutinggalkan, mengerti?” kataku sambil mengelus wajahnya dan tersenyum. Aku sudah menang. Aku
bebas!
"Oh ya satu lagi, tanda tangani ini," kata ku sambil kuberikan selembar kertas bermaterai dan bolpoin yang sudah kusiapkan diatas nakas tanpa setahu Nada.
"Apa ini mas?" tanyanya, menjengkelkan. Jangan sampai dia sadar dengan yang kulakukan dan perjuangan beratku hari ini sia-sia. Sengaja kuberi remasan di beberapa area sensitifnya agar dia tidak waspada seperti tadi.
"Tidak usah banyak tanya, mau diteruskan tidak? " kataku merayunya. Meski sepertinya dia sempat membaca sekilas surat yang harus dia tanda tangani, dan melihat naama Nada dan namaku disana, dia tetap menandatanganinya. Sebuah surat yang menunjukku sebagai ahli warisnya. Setelah kusimpan surat itu, tidak ada salahnya kuberikan Nada hadiah sekaligus melemaskan sijago yang terkena serangan obat dari Prita ini. Yah, tak ada rotan, gundukan pun jadilah.
“Kamu mau dipuaskan kan! Ini, biar kamu puas!” kataku sambil kembali melanjutkan dengan kasar Dia berteriak kesakitan, tapi aku tak peduli. Aku ingin semua cepat selesai dan tertidur.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 177 Episodes
Comments