Salma dan Ringgo suaminya, awalnya tinggal di rumah kecil hampir sama ukurannya dengan rumah sang ibu, Warijah. Memiliki anak bernama Desta yang berusia 12 tahun, sebentar lagi akan harus mencari sekolah SMP.
Sekolah swasta bertaraf internasional, itulah yang akan menjadi pilihan mereka. Telah membayar separuh uang, termasuk untuk asrama.
Satu tahun ini uang yang dikirimkan Sakha berjumlah cukup besar. Bahkan mereka sudah merenovasi rumah, membeli mobil pickup untuk usaha, warung kecil-kecilan juga ada lengkap di depan rumah mereka.
Sakha hidup hemat di tempat kost-kostan sempit, mengirim uang agar dapat membiayai ibunya yang sakit harus menjalani berbagai pengobatan dan operasi. Serta demi putra tunggalnya yang mendapatkan pendidikan dan juga dapat memakan makanan enak setiap hari.
Tidak disangka uang yang dikirimkannya sejatinya untuk memanjakan keponakannya, sedangkan putra tunggalnya pergi entah kemana.
Sakha mengepalkan tangannya, menghapus air matanya, menatap rumah Salma di hadapannya. Sang adik yang baru akan membuka warungnya, melihat kedatangan kakaknya, tangannya gemetar. Namun bibir itu berusaha tersenyum setenang mungkin.
"Kakak, kenapa tidak memberi kabar akan pulang?" tanyanya menyambut kedatangan Sakha.
Sakha hanya terdiam, entah apa yang diharapkannya dari adik yang dipercayainya. Membiarkan kopernya ditarik, tangannya dibimbing memasuki rumah Salma yang kini telah dipasangi ubin. Tembok batako yang telah diplester, lengkap dengan bau cat baru yang masih menyengat.
Ringgo tiba-tiba keluar, bersama Desta, putranya ikut duduk di teras depan rumah. Memakai pakaian baru, Desta yang bahkan membawa mainan robot mahal, mainan yang dapat bergerak dan mengeluarkan suara.
Sedangkan, dimana putranya Randy saat ini? Apa dia sudah makan? Putra kebanggaannya yang cerdas.
Bibirnya kelu, namun berusaha menahan emosinya. Jika ini hanya sebuah kesalahpahaman dan Randy tinggal disana, selepas diperlakukan dengan baik atau tidak mungkin dirinya masih akan dapat memaafkan.
"Desta akan sekolah dimana?" tanya Sakha mengepalkan tangannya dengan nada suara bergetar.
"Rencananya, di sekolah SMP swasta bertaraf internasional, fasilitasnya lebih lengkap, Desta nanti bisa belajar bahasa Inggris dengan baik disana," jawaban dari mulut Ringgo penuh kebanggaan.
"Putramu peringkat pertama dari belakang, sekolah dimanapun akan tetap bodoh. Berbeda dengan Randy putraku yang pintar dan mandiri dari kecil..." untuk pertama kalinya Sakha merendahkan orang, dirinya masih berusaha keras mengontrol amarahnya berharap putra tunggalnya ada disini.
"Sakha!! Kamu keterlaluan!!" Ringgo memegang kerah pakaiannya, hendak memukul kakak iparnya.
Namun, dengan cepat Salma datang membawa minuman, menghentikan suaminya."Sudah, kak Sakha mungkin kelelahan karena perjalanan jauh. Kakak tidak bermaksud berkata begitu kan?"
Sakha terdiam, kemudian tersenyum sejenak,"Dimana Randy?" tanyanya.
Ringgo tertunduk, terlihat salah tingkah. Sementara Salma yang telah memikirkan kebohongan lain mulai berucap,"Randy sekolah di sekolah asrama. Ini memang liburan semester, tapi dia terpilih ikut lomba lukis tingkat SD, jadi masih tinggal di asrama, harus mendapatkan bimbingan dari gurunya,"
Lomba? Terpilih mewakili sekolah mengikuti lomba lukis? Randy pintar dalam olahraga, matematika dan sains. Namun tidak bisa menggambar, bahkan saking buruknya nilai pelajaran menggambarnya hanya 5 atau 6.
Tapi kini? Putranya terpilih dalam lomba lukis? Entah, lelucon apalagi ini.
"Dimana alamat asramanya? Aku akan menjemputnya, membawanya ke kota, tinggal bersamaku," kata-kata yang keluar dari mulut Sakha, bahkan meminum teh buatan adiknya pun rasanya dirinya tidak ingin.
Salma memilin jemari tangannya berfikir, bagaimana caranya mengelak kali ini. Ibu, mungkin Warijah dapat menjadi alasannya.
"Ibu masih di rumah sakit, Randy cucu kesayangan, kalau kamu membawanya pergi, ibu akan beban fikiran. Sakitnya bisa tambah parah. Selain itu kakak sekarang singgel parent, Randy akan kesepian tinggal dengan kakak. Aku disini menyayangi dan merawatnya dengan baik jadi..." kalimat Salma terhenti.
Sakha menendang meja di hadapannya hingga semua yang ada di atasnya jatuh berceceran,"Ibu kita sudah meninggal satu tahun lalu!! Dan sekarang aku ingin menjemput Randy juga kamu ingin menghalangi!?" bentaknya, dalam air mata yang mengalir tiada henti.
Salma mengepalkan tangannya gemetar, berusaha membuat kebohongan baru lagi. Air matanya ikut mengalir, entah itu palsu atau tidak,"Ibu memang sudah meninggal, ibu meninggal saat menjalani operasi, maaf tidak memberi kabar pada kakak. Aku sudah berusaha merawat ibu dengan baik,"
"Aku tidak bertanya tentang ibu!! Biar aku nanti yang pergi sendiri ke makamnya, untuk minta maaf!! Yang aku tanyakan dimana putraku!?" suara bentakan yang menggelegar. Salma tidak pernah melihat sang kakak semarah ini.
"Randy..." Salma tertunduk, mengeluarkan keringat dingin.
"Randy pergi ke tempat ibunya, sudah untung kami dan saudaramu yang lain memberinya bekal uang untuk makan dan transportasi," ucap Ringgo tanpa perasaan bersalah sedikitpun, merasa sudah cukup memiliki banyak uang. Menyetir mobil pickup dan usaha warung milik istrinya, mereka dapat bertahan hidup, tanpa uang kiriman Sakha lagi. Untuk apa peduli...
Memberi Randy uang 200.000 sebagai bekal sudah merupakan kebaikan belas kasih dari dirinya, istri dan ipar-iparnya yang lain. Kurang baik apa seorang Ringgo pada keponakannya?
Sakha mengepalkan tangannya, menatap tajam pada mereka,"Berapa!? Berapa uang yang kalian berikan?"
"200.000..." kali ini Salma berkata jujur tertunduk di hadapan kakaknya.
"200.000!?" gumam Sakha tertawa, namun hatinya terasa perih. Putra tunggal yang begitu dikasihinya, diperlakukan buruk oleh adiknya sendiri.
"Ada hakku juga atas warisan ibu, kalian mengusir putraku, menjual rumah ibu tanpa persetujuanku!?" teriaknya.
Plak...
Satu tamparan mendarat di pipi Salma, wajahnya memerah isakan tangisannya terdengar memegangi pipinya yang memerah.
"Br*ngsek!!" Ringgo hendak memukul Sakha membela istrinya, namun sang kakak ipar itu memegang tangan Ringgo. Menghantam tepat di perut adik iparnya yang kini roboh meringkuk di lantai.
"Aku sedang bicara dengan adikku!! Jangan menyela!!" ucapnya menatap tajam.
"Kakak, Salma cuma ingin Desta bisa sekolah dengan baik..." Salma tertunduk masih menitikkan air matanya, memegangi pipinya yang memerah.
Sakha berjalan masuk kedalam rumah berjalan menuju dapur, mengambil mangkuk besar berisikan cap cay, piring berisikan paha ayam krispi, serta tempura.
Prang...
Semua dibawanya, dibantingnya satu persatu di depan teras rumah tempat Ringgo masih meringkuk di lantai. Dan Salma yang tertunduk memeluk putranya.
Tetangga yang mendengar keributan mulai kasak kusuk, mengintip ingin mengetahui hal yang terjadi. Bahkan mulai ramai berdiri di depan rumah.
"Hampir ratusan juta, gaji dan komisiku bekerja di kota!! Setiap hari aku hanya memakan ikan teri dan tahu, karena harus berhemat. Kamu mengatakan ibu sakit, harus menjalani operasi berkali-kali! Padahal hanya putraku Randy yang merawat ibu, sampai ibu meninggal!!"
"Kalian tega mengusirnya dengan uang 200.000. Padahal sudah ratusan juta uang yang masuk ke rekeningmu!!" bentaknya, tidak peduli dengan warga desa yang melihat.
"Kakak, jangan bicara disini, kita bicara di dalam ya...?" pinta Salma menahan malunya.
"Anak durhaka,"
"Paman dan bibi b*jat,"
"Jangan makan atau belanja di warung bu Salma lagi, tidak berkah,"
Banyak lagi semua hujatan yang didengarnya. Menarik tangan Sakha ke dalam rumah.
Ringgo mulai bangkit,"Kamu sudah kaya kerja di kota, kami yang melarat di sini. Jadi wajar saja kami mengambil sedikit uangmu. Toh itu juga untuk Desta, keponakanmu sendiri! Jika Randy memilih untuk tinggal dengan ibunya atau menghilang, tinggal perlakuan Desta sebagai anakmu! Kami bersedia membesarkan Desta bersamamu,"
Sakha menepis tangan adiknya, berjalan ke depan warung adiknya mengambil bensin yang dijual disana. Menyiramnya pada mobil pickup yang terparkir. Mulai menyalakan api yang membakar mobil pick up hasil membohongi tentang kehidupan bahagia putranya.
"Apa yang kamu lakukan!?" Ringgo berlari mengambil air, untuk memadamkan api. Namun terlambat api mulai membesar, bahkan ledakan kecil terjadi.
"Br*ngsek!!" geramnya hendak memukul Sakha. Namun sekali lagi, adik iparnya itu dilumpuhkan dengan mudah.
"Kakak sudah... aku minta maaf," ucap Salma memegangi sang kakak.
"Dengar! Jika Randy tidak aku temukan di rumah Melani. Aku akan menjebloskan kalian ke penjara dengan tuduhan penipuan," ucap Sakha mengambil kopernya dan tas berisikan oleh-oleh untuk almarhum ibu serta putra tunggalnya. Berjalan hendak meninggalkan rumah tersebut.
"Ini berikan pada orang yang seusia atau lebih tua dari ibu saya..." ucapnya dengan mata memerah menahan tangisannya, memberikan beberapa helai pakaian dan alat kesehatan oleh-oleh untuk Warijah pada salah satu warga yang menyaksikan pertengkaran di depan rumah Salma.
"I...iya, ada nek Murti yang..." kata-kata warga yang diberikannya kepercayaan terhenti, Sakha melangkah pergi. Mencari kendaraan menuju kota terdekat, rumah Melani, mantan istrinya, berharap putra kebanggaannya ada disana.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Putri Nunggal
sungguh luar biasa
2022-08-12
3
Putri Nunggal
orang yg gak tak tau diri macam ringgo
2022-08-12
2
Putri Nunggal
sungguh luar biasa hasil berbohong
2022-08-12
2