Namun benarkah demikian? Sang pemuda menghela napas."Kita akan tinggal di rumah orang tuaku ketika menikah nanti. Sedikit demi sedikit kita akan mengumpulkan uang untuk membeli rumah, kamu tidak apa-apa kan?,"
"Tidak masalah..." Krisan berusaha tersenyum.
"Baguslah, istri pertamaku pasti akan senang mengenalmu. Kalian bisa membesarkan anak kita bersama-sama," ucapnya tanpa malu sedikitpun.
"A...apa maksudnya?" tanya Krisan masih memaksakan senyuman menyungging di bibirnya.
"Begini, istri pertamaku mengalami kesulitan untuk memiliki keturunan. Karena itu dia sudah rela aku menikah lagi, kita dapat membesarkan anak-anak yang lucu bersama-sama..." jawabnya tidak tahu malu.
Senyuman di wajah Krisan menghilang, es teh poci yang ada di mejanya disiram tepat pada kepala sang pemuda."Dengar! Aku paling membenci pria yang dengan entengnya mengatakan akan menikahi wanita lain..."
"Ta...tapi, kamu bilang saat di media sosial dapat menerima kekurangan dan kelebihan..." kata-kata sang pemuda di potong.
"Kekuranganmu banyak...tapi kelebihanmu apa?" geramnya, mengambil tas miliknya.
"Tunggu!! Krisan!! Dompetku ketinggalan, bisa aku pinjam uang untuk bayar!?" teriak sang pemuda.
Gadis itu tetap melangkah pergi,"Bayar sendiri..." ucapnya, menuju kasir hanya membayar segelas es teh poci miliknya. Tidak ingin membayar belanjaan sang pemuda yang benar-benar memesan banyak makanan cepat saji. Pizza, nugget, bahkan kentang goreng, mungkin sudah berencana untuk meminta pasangan kencannya yang membayarnya.
***
"Menyebalkan!!" teriak Krisan melempar sepatu hak tingginya asal.
"Ada apa?" Sela (teman yang menyewa satu apartemen berdua dengan Krisan) masih mengenakan masker wajahnya, berbaring tenang di sofa."Kencan butamu gagal lagi?"
"Iya, aku mau dijadikan istri kedua, padahal di foto media sosialnya tampan, memakai pakaian PNS... ternyata guru honorer, dengan foto wajah hasil editan," geramnya, meraih kapas dan susu pembersih. Perlahan membersihkan riasannya.
Lebih merawat diri? Begitulah kehidupan Krisan saat ini. Mengingat pekerjaan yang didapatkannya mendapatkan gaji yang cukup besar. Namun, tetap tidak berlebihan, gaun yang dimilikinya tetap hanya dua atau tiga. Selebihnya pakaian santai yang tidak sampai satu koper, hanya beberapa helai.
Sela, melepaskan masker wajahnya mengenyitkan keningnya,"Memangnya tipe kamu seperti apa?" tanyanya penasaran.
Krisan mulai menggunakan air mawar, kemudian melekatkan masker berbetuk tissue di wajahnya,"Tidak muluk-muluk, tampan, singgel, mapan, mencintaiku hingga tidak takut menghadapi kematian sekalipun, seperti di film-film,"
Sela mengenyitkan keningnya jenuh,"Itu tipe sempurna namanya!! Mana ada pria seperti itu!?" kesalnya tidak mengerti dengan sahabatnya. Bersamaan dengan hujan lebat yang turun membasahi jendela apartemen mereka.
***
Sementara di tempat lain...
Mobil berharga fantastis melaju membelah jalanan perkotaan di tengah hujan deras yang melanda, seorang pemuda rupawan, memakai pakaian terbaik yang dimilikinya, tatapan matanya kosong menggenggam sepasang cincin yang menjadi bandul kalungnya.
Entah mimpi atau bukan, namun semuanya terasa nyata. Menjalani hidup dengannya hingga berakhir pada kematian. Bagaikan semua kejadian berulang kembali.
Sesuatu yang terasa nyata, meninggalkan kalung dengan bandul sepasang cincin di lehernya...
Dirinya bermain basket kala itu, tujuannya? Mencari perhatian gadis impiannya. Wajah kusam berbalut pakaian SMU lusuh di hari kelulusan mereka. Tepat pada ulang tahunnya 3 Juli 2012. Sebuah kejutan yang membahagiakan diterimanya.
"Rain, aku menyukaimu..." ucap Krisan, gadis impian yang menemani masa kecil, remaja, hingga dewasanya.
Bahagia? Tentu saja, dirinya terlalu takut untuk mengatakan perasaannya pada Krisan. Ingin rasanya, mengangkat tubuhnya, memeluknya, menunjukkan betapa dirinya mencintai Krisan.
Namun urung dilakukannya, apa Krisan tidak akan malu. Hingga kesadaran dalam lamunannya pulih. Kala siswa-siswa lain mulai mencemooh wanita yang dicintainya.
"Uu...uuu..." sorakan dari semua orang. Mulai mencibir seorang gadis yang tidak melihat cermin, tidak melihat tinggi rendah. Tapi apa yang salah? Perasaan cintanya ini nyata.
"Krisan akan ditolak..."
"Wanita tidak tau diri..."
"Beruntung jika Rain tidak melempar kue ke wajahnya..."
Air mata gadis polos itu mengalir, ditatap olehnya.
Apa dia terluka mendengar kata-kata dari orang lain. Krisan, yang terpenting saat ini, perasaan kita berdua... bibirnya yang selalu kelu saat berhadapan dengan wanita yang memiliki hatinya.
Hingga keputusan itu diambil Rain, menariknya dari lapangan basket. Membawanya ke kelas kosong yang lebih sepi.
"Rain?" Krisan bagaikan bertanya menatap sorot mata tajam pemuda di hadapannya.
Aku mencintaimu... bibirnya kembali kelu tidak dapat mengucapkannya. Hingga kata-kata lain yang keluar.
"Kue ini, aku terima, jangan melakukan hal itu lagi..." ucapnya masih menatap mata Krisan, berharap gadis itu mengerti, betapa dirinya mencintai seorang Krisan yang menemaninya tubuh dewasa di panti asuhan. Tidak ingin Krisan dicemooh orang-orang lagi.
"Ja... jadi kita pacaran?" tanyanya tersenyum.
Dijawab hanya dengan anggukan oleh Rain, tidak dapat mengatakan perasaannya dengan benar.
Dengan cepat Krisan memeluk tubuh tinggi kekasinya, menyambut perasaan bahagianya. Satu-satunya tempat Rain tersenyum, tertawa, kini dimilikinya. Krisan baginya? Segalanya, orang tua, saudara, teman dan kekasih. Satu satunya kehangatan yang dimiliki anak terbuang sepertinya.
Namun sesuatu terjadi, dia juga seorang pria, dipeluk erat seperti ini, membuatnya menginginkan hal lebih dari wanita yang dicintainya."Lepas ..." Rain melepaskan pelukan Krisan, gelagapan merasakan hal mengganjal yang sulit ditahan. "Aku harus kembali bermain basket,"ucapnya berjalan cepat meninggalkan ruangan kelas yang kosong tanpa satu orangpun di sana.
"Dia mau jadi pacarku!!" Krisan berteriak melompat-lompat kegirangan.
Rain tidak langsung menuju lapangan basket, pemuda itu duduk di lantai koridor depan ruangan kelas. Tempat Krisan berteriak kegirangan saat ini. Tersenyum-senyum sendiri, merasakan sensasi debaran dalam hatinya.
Bimbang? Awalnya dirinya bimbang untuk mengambil beasiswa ke Jerman. Beasiswa yang didapatkannya dari ujian masuk yang didaftarkan gurunya. Dari belasan siswa tercerdas, hanya dirinya yang lolos.
Namun, kini dirinya tidak bimbang lagi, akan memilih Krisan, untuk tinggal dengannya. Tidak akan membiarkannya direbut pria manapun. Karena hanya Krisan satu-satunya yang dimilikinya. Perlahan Rain bangkit, masih tersipu-sipu seorang diri, berjalan ke ruang guru. Guna menolak beasiswa tersebut.
***
Hingga dua tahun berlalu...
Kampus biasa yang tidak begitu elite, tempat mereka meneruskan pendidikan selama ini. Aneh memang, Rain maupun Krisan tidak mendapatkan beasiswa sama sekali, dengan berbagai alasan. Salah pengetikan dan lain sebagainya, hingga mereka harus bekerja paruh waktu untuk dapat tetap kuliah.
Krisan tidak pernah berubah, mencintai Rain sebagai satu-satunya orang di hatinya. Satu-satunya keluarga yang dimilikinya. Begitupun Rain, bibirnya selalu kelu setiap berhadapan dengan Krisan. Hanya sekedar mengatakan 'Aku mencintaimu' begitu sulit baginya.
Namun, perasaan cintanya nyata, tidak dapat terucap. Menjalar di hatinya tidak dapat mencintai wanita manapun. Bagaikan Hujan (Rain) yang selalu merindukan untuk jatuh di atas bunga Krisan putih yang dicintainya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
buna Risma
aq pernah baca cerita setype dgn ini...tp dgn alur cerita berbeda....tokoh, latar semua berbeda...judulnya karma kl gak salah...
2024-02-08
2
FisyanaLica
Kayak plot twist gtu ea,,,harus pelan" bacanya biar paham ceritanya,,
2023-12-30
0
Triani
oooohhhh....seperti ituuuu....😬
2023-07-23
0