Sepasang Cincin Bagian 3

Dasi mulai dikenakannya menatap penampilannya di depan cermin. Wajah rupawan dengan menggunakan setelan kemeja. Menghubungi salah seorang rekan kerjanya yang memiliki toko perhiasan menggunakan mode load speaker, ditengah kegiatannya mempersiapkan diri untuk berangkat bekerja.

Samar-samar suara seorang wanita terdengar dari seberang sana.

"Aku sudah mengirim fotonya, buat yang sesuai dengan karakternya. Satu lagi, tambahkan hiasan seperti bunga Krisan di cincin miliknya..." ucapnya tersenyum sendiri, membayangkan betapa senangnya Krisan nanti saat cincin pernikahan yang dipesannya jadi.

Cincin pernikahan? Tentu saja, untuk mengganti sepasang cincin emas murah yang dahulu mereka jual guna menambah tabungan yang kurang untuk membeli rumah.

Cincin yang lebih mahal telah dipesannya, khusus untuk menyenangkan istri yang menemaninya kala susah dan senang. Seorang anak perempuan yang dahulu menghiburnya ketika dirinya di usir dari rumahnya sendiri, kala orang-orang dari yayasan sosial membawanya ke panti asuhan.

Anak yang tersenyum menyodorkan coklat murah padanya, berkicau tiada henti dengan mulut cerewetnya.

Uang lembur dan bonus masih disimpannya, cukup banyak memang. Ini untuk istri dan calon buah hatinya nanti, tidak terasa menjijikkan menjilat atasan atau kelelahan menggantikan pegawai lainnya bekerja lembur, menggambil proyek yang sulit. Semua terbayarkan kini.

"Sebentar, foto istrimu baru masuk..." ucapnya menatap foto, agar dapat menyesuaikan desain nantinya."Dia Istrimu? Penampilannya seperti pembantu, bajunya saja seperti kain lap pel..." candaan dari rekan kerjanya, tertawa kecil.

Rain menghela napas kasar mengenakan jam tangannya,"Iya, seperti lap pel, tapi dia tetap istriku..."

Karena inilah, dia terlalu memperhatikan dan iba padaku. Tidak memikirkan dirinya sendiri, aku hanya ingin dia bahagia, menjalani hidup denganku... batinnya.

"Wajah tampan sepertimu, mapan, tidak ada yang kurang. Aku saja mau jadi istri kedua..." suara wanita melalui sambungan telepon itu kembali terdengar, bergurau.

"Gombal... nanti sore aku akan ke tokomu..." kata-kata Rain tiba-tiba terhenti, wajahnya pucat pasi. Mematikan panggilannya terlihat gelagapan menatap Krisan yang berdiri di depan pintu.

"Kita sarapan, makanannya sudah siap," wajah Krisan nampak memaksakan dirinya untuk tersenyum.

Apa dia tau aku memesan cincin? Tapi ini kejutan untuknya nanti... cemas Rain, hingga kata-kata yang terkesan acuh terdengar. Menutupi dirinya yang sejatinya gelagapan.

"Kalau mau masuk lain kali ketuk pintu dulu!?" ucap Rain terlihat sinis, berjalan melewati Krisan memegang handphonenya seolah tidak membiarkan Krisan menyentuhnya sedikitpun.

Jangan sampai ketahuan sebelum cincinnya jadi... jangan sampai ketahuan sebelum cincinnya jadi... komat-kamit kata-kata itu ada dalam hatinya, tidak ingin Krisan mengetahui lebih awal, sedangkan cincin baru saja dipesan.

Wanita itu mengepalkan tangannya terdiam... entah apa yang ada di fikirannya.

***

Hingga tiba hari itu... 3 Juli 2022...

Hujan gerimis mengguyur, harum aroma krim kue tercium. Kue dihias wanita hamil itu perlahan, mengelus perutnya yang membuncit. Hari ini merupakan hari ulang tahun Rain. Tepat pada hari minggu.

Rain tidak mengingat ulang tahunnya sendiri, dengan cepat mengenakan sepatu dan pakaian kerjanya, setelah menerima panggilan dari Dara, Direktur sekaligus anak dari pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Tentang klien yang tiba-tiba complain. "Aku harus pergi bekerja ..." ucapnya kala itu pada Krisan. Tidak menyadari hanya itulah kesempatannya bertemu dengan istrinya. Detik-detik perpisahan mereka akan tiba.

Krisan masih hanya diam menatap kepergian suaminya. Mengendarai mobil second yang tidak begitu mahal di tengah hujan gerimis yang menerpa, seakan tidak diindahkannya.

Hingga rumah besar milik Dara terlihat, perlahan Rain berjalan masuk. Mendapati pintu yang tertutup.

Plak...

Satu piring kertas krim kocok mendarat di wajahnya, disertai konveti yang terbang menyebar kemana-mana. Dara tersenyum, membawa kue ulang tahun untuknya. Disertai karyawan lain yang mulai bernyanyi lagu selamat ulang tahun. Membuat pesta kejutan untuknya.

"Ayo tiup lilinnya!!" teriak salah seorang karyawan.

Fuh...

Lilin itu ditiup oleh Rain, wajahnya tersenyum, dirinya mulai menyadari aroma hangat dari adonan moka yang tercium. Krisan membuatkan kue ulang tahun untuknya, wanita yang tidak pernah melupakan ulang tahunnya.

Plak...

Louis sang wakil direktur memegang bagian bawah kue, melemparnya tepat pada wajah pemuda itu, mengotori sedikit pakaian dan lehernya.

"Hadiah tambahan untuk manager marketing yang baru, sekaligus calon bapak..." ucapnya tertawa kencang.

Rain hanya tersenyum, "Bisa aku pinjam kamar mandi. Kemeja dan wajahku kotor..."

"Pakai kamar mandi yang ada di kamarku saja..." Dara tersenyum, menunjuk ke arah pintu kamarnya.

Bersamaan dengan pesta yang dimulai, minuman keras berkualitas tinggi juga ada disana. Rain mulai membersihkan dirinya di bawah derasnya air shower, sedikit menghilangkan noda kue di kemejanya.

Tidak menyadari hal yang terjadi di luar sana...

Handphone yang diletakkannya di luar kamar mandi berbunyi dengan nama pemanggil Krisan. Orang yang mengakatnya? Tentu saja Dara yang mulai ada dalam kondisi mabuk.

Menyukai Rain? Tentu saja tampan, cerdas, memiliki karier yang bagus. Calon suami yang sempurna, andai saja pemuda itu tidak memiliki istri, andai saja dia belum menikah.

"Halo, Rain hari ini..." suara seorang wanita terdengar dari seberang sana.

Entah karena mabuk, atau itu adalah keinginan terdalam dari lubuk hatinya, dirinya ingin memiliki Rain,"Kamu Krisan, istrinya Rain? Aku Dara, calon istri Rain," dustanya.

Jemari tangan Krisan mengepal, dari dulu hanya dirinya yang mengatakan mencintai Rain. Apa Rain tidak pernah mencintainya? Itu sempat terlintas. Namun, tangannya mengepal hanya Rain yang dimilikinya, tumbuh bersama di panti asuhan. Orang tua, saudara, sahabat, suami itulah Rain dimatanya. Tidak memiliki apapun selain dirinya...

"Aku percaya pada Rain!! Jangan bicara omong kosong..." ucapnya mengepalkan tangan dengan suara bergetar.

"Bicara omong kosong? Kamu hanya ibu rumah tangga lulusan SMU, wajah pas-pasan, seperti pembantu dari desa. Sedangkan aku lulusan luar negeri, anak pemilik perusahaan tempat suamimu bekerja. Perbandingan seperti bangsawan dengan rakyat jelata bukan..." Dara tertawa kecil penuh hina ,"Maaf, salah gelandangan lebih tepatnya..."

Air mata Krisan mengalir tidak terkendali, suaranya terdengar bergetar,"Dimana Rain? Aku ingin bicara padanya?" tanyanya.

"Dia sedang mandi, membersihkan diri. Kamu tau kan setelah aktifitas kami saling memuaskan di ranjang... tapi jika kamu tidak percaya..." Dara terdiam sejenak, memanggil nama Rain, mengetahui dari suara derasnya air shower pemuda itu tidak akan dapat mengangkat panggilan,"Rain!! Ada yang menelfon..."

Suara Rain terdengar, benar-benar terdengar jelas,"Tolong angkat, aku sedang mandi..."

"Kamu dengar sendiri kan? Aku juga sedang mengandung anaknya. Sebentar lagi dia akan menceraikanmu, lebih baik lepaskan dia biarkan dia bahagia..." kebohongan dari mulut Dara.

Brak...

Suara terakhir yang terdengar, sebelum sambungan terputus, kala Krisan melemparkan handphonenya. Menangis menyerah untuk membuat Rain bahagia bersamanya.

Seorang istri yang menyerah untuk mencintai suaminya...

Beberapa belas menit setelahnya, Rain melangkah keluar dari kamar mandi. Dengan rambut setengah basah, serta setelan kemeja yang dipakai sebelumnya.

Tubuhnya tiba-tiba dipeluk dari belakang, bau alkohol menyengat tercium."Aku mencintaimu, bercerailah!! Kemudian menikah denganku..." pinta Dara, merasakan nyamannya punggung pria impiannya.

"Buk Dara, anda sudah mabuk. Lepaskan ya? Carilah pria singel, aku sudah menikah dan akan segera memiliki anak..." ucapnya, melepaskan tangan wanita rupawan yang melingkar di pinggangnya.

Kemudian berjalan mendekati meja, menatap catatan panggilan dari istrinya yang tengah hamil di bulan ke 8. Nomor itu segera kembali dihubunginya, berharap segera mendapatkan jawaban. Sayangnya handphone Krisan tiba-tiba tidak aktif.

Entah kenapa, ada perasaan aneh dalam hatinya, bagaikan lubang besar menganga, atau dihujam pisau belati. Apa Krisan marah padanya? Itulah hal pertama yang terlintas.

"Rain dia itu lulusan SMU!! Wajahnya jelek!! Hanya seorang kasir swalayan!! Dia tidak punya kelebihan dibandingkan denganku!!" ucapnya berusaha menghentikan Rain.

"Kelebihannya, dapat membuatku mencintainya. Permisi..." ucap Rain tersenyum, meninggalkan kamar Dara.

Dentuman suara musik pertanda pesta sedang berlangsung terdengar. Bersamaan dengan pemuda itu yang melintas. "Louis, aku pulang ya? Istriku tidak bisa dihubungi. Dia hamil besar sendirian di rumah. Aku cemas..."

"Tunggu sebentar lagi, kan kamu yang berulang tahun..." ucapnya.

"Sudah, biarkan dia pulang. Dia dan istrinya sama-sama tidak memiliki orang tua. Bagaimana jika benar-benar darurat?" salah seorang karyawan menepuk bahu Louis."Calon bapak, pulang sana!!" lanjutnya tertawa, menuangkan minuman lainnya untuk Louis.

"Terimakasih..." Rain tersenyum, melangkah keluar dengan cepat. Hujan yang mengguyur deras bagaikan tidak dipedulikannya.

Cemas begitulah perasaannya saat ini bagaikan akan kehilangan Krisan entah kenapa. Lubang menganga terasa dihatinya, mungkin bagaikan ikatan batin."Tidak akan terjadi apa-apa... tidak akan terjadi apa-apa..." gumamannya, dengan setetes air mata yang mengalir di pipinya.

Hingga dirinya melintasi toko bunga yang berada di pinggir jalan, membeli buket putih yang indah, berharap dapat menyenangkan istrinya. Merayakan hari ulang tahun seperti biasanya. Wajah Rain tiba-tiba tersenyum, mungkin Krisan tidak akan marah lagi, menatap bunga krisan putih yang bermakna kesetiaan dan kejujuran.

Tidak menyadari arti lain dari bunga krisan putih yang dibelinya. Rasa duka, mengantar kepergian istri dan calon anaknya.

Mobil murah itu kembali melaju, Rain menghela napas berkali-kali. Perasaannya terasa semakin buruk saja, air matanya mengalir dengan sendirinya, sulit dikendalikannya.

"Tenang Rain... tenang...kamu sedang menyetir sebentar lagi sampai rumah dan memakan kue moka dengannya..." gumamnya, melirik buket bunga krisan putih disampingnya.

Krisan... batinnya, bagaikan ingin memanggil istrinya.

Suara sirine ambulance terdengar, menyalip mobil yang dikendarainya di tengah hujan deras. Rumahnya sudah dekat, tangannya memegang stir erat..."Tidak terjadi apa-apa..." gumamnya.

Namun, apakah benar demikian? Jalanan yang berjarak beberapa ratus meter dari rumahnya menjadi tujuan ambulance. Rain terdiam sedikit melirik sebuah kecelakaan yang mungkin baru saja terjadi. Mengingat masih banyak darah yang berceceran di sana.

Sebuah helm tergeletak di lokasi, dengan wanita hamil berada di dekatnya, salah satu korban kecelakaan tersebut.

"Tidak mungkin..." ucapnya kala menyadari warna salah satu daster murah milik istrinya yang tidak banyak. Dunianya seakan runtuh, dengan cepat Rain memarkirkan mobilnya asal.

Berlari di tengah derasnya air hujan, membawa buket bunga di tangannya. Tubuh dingin dengan mata yang terbuka, mulai dipindahkan petugas medis ke atas tandu.

Buket bunga yang dipengangnya terjatuh di atas aspal. Terkena derasnya air hujan, seakan bunga putih yang tersenyum pada akhirnya menerima terpaan air hujan yang dirindukannya.

Rain berlutut, menatap mata istrinya yang masih terbuka dengan wajah yang pucat. Raga tanpa jiwa, yang sejatinya telah meninggalkannya.

"Anda mengenal korban? Kami akan membawa jenazahnya. Dia sudah meninggal sekitar beberapa belas menit sebelum kami tiba..." ucap sang petugas medis.

Jenazah? Meninggal? Krisan meninggalkannya? Tidak Krisan tidak mungkin meninggalkan dirinya.

"Jangan bercanda, tolong bawa dia ke rumah sakit!! Selamatkan nyawanya!! A...aku akan membayar berapapun..." kata-kata dari seorang suami yang tidak dapat menerima kematian istrinya. Mendekap tubuh istrinya yang masih di atas tandu diletakkan diaspal, darah segar masih mengucur bercampur air hujan. Mata itu masih terbuka, Krisan mungkin hanya sedang mengerjainya saja.

Petugas medis menggeleng, "Dari waktu kecelakaan hingga kami sampai, anak dalam kandungannya mungkin juga sudah meninggal dari awal..."

"Krisan bangun!! Jangan bercanda!! Bangun!! Aku mencintaimu... tolong bangun, setelah ini kita makan kue bersama..." pintanya, namun tubuh dingin itu tetap terdiam tidak bergerak. Matanya yang terbuka, menatapnya dengan tatapan kosong. Tidak ada Krisan disana, istrinya benar-benar telah pergi meninggalkannya.

"Tolong ikhlaskan..." petugas medis mulai memisahkan Rain dari jenazah istrinya. Membawa tubuh tanpa nyawa itu ke dalam ambulance.

Air matanya mengalir, mengepalkan tangannya. Mulai ikut menaiki ambulance guna mengurus pemakaman Krisan. Satu-satunya keluarganya, wanita yang menemani masa kecilnya yang kelam, menggenggam jemari tangannya melewati masa remaja, hingga berakhir menjadi calon ibu dari anaknya.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Liana CyNx Lutfi

Liana CyNx Lutfi

😭😭😭😭😭

2024-10-26

0

sahabat pena

sahabat pena

hanya krn misscom rumah tangga jd berantakan 😭itulah penting nya pasangan harus saling terbuka.

2024-08-15

0

RJ 💜🐑

RJ 💜🐑

sedih banget baca part ini 😭😭😭,rain kenapa kamu tidak katakan cinta saja 😭😭😭

2024-08-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!