Pemuda yang selalu dikagumi semua orang karena kecerdasan dan wajahnya yang rupawan? Itulah Rain, "Ini..." ucap Krisan menyodorkan handuk kecil padanya yang usai bermain basket di lapangan kampus.
"Mana airnya?" Rain menadahkan tangannya.
"Maaf aku lupa..." Krisan segera berlari ke kantin dengan cepat, senyuman manis menyungging di wajah kusamnya. Sejatinya senyuman yang ingin membuat Rain menciumnya. Tapi itu harus di tahanannya, mengingat tempat mereka berada saat ini masih ramai.
Aroma pewangi pakaian murah diciumnya dari handuk kecil yang diberikan kekasihnya. Diendusnya tiada henti bagaikan itu adalah tubuh Krisan yang memiliki aroma serupa. Aroma yang membuatnya nyaman. Menyembunyikan tingkah konyolnya sendiri, tidak ingin kehilangan citra baiknya di depan sang kekasih.
Hingga Krisan tiba dengan napas terengah-engah, barulah wajah dingin mempesona dengan citra baik itu kembali. Menatap gadis yang menyodorkan botol air mineral dingin padanya."Ini airnya..."
Rain meraihnya, meminumnya dengan cepat. Sedikit melirik ke arah Krisan, menatap wajah lelahnya...
Maaf kamu jadi kelelahan, aku mencintaimu... setiap perhatianmu membuatku bagaikan tidak waras... hanya dapat mencintaimu... batinnya.
Satu pertanyaan keluar dari gadis itu, memulai pembicaraan mereka,"Rain saat akan lulus SMU, kamu sempat mendapatkan beasiswa ke luar negeri yang diajukan guru. Kenapa tidak mengambilnya?" tanyanya.
Rain menghela napas kasar,"Otakmu bodoh ya!? Aku yang tidak mengambil beasiswa!! Kenapa kamu yang mengurusi hidupku!!"
Dia ini terlalu polos atau apa!? Alasan aku tidak mengambil beasiswa tentu saja agar dapat bersamanya. Tidak ingin ada pria lain yang mendekatinya... karena aku Rain, telah takluk padanya... kata-kata tertahan hanya bergumam dalam hatinya.
Krisan tertunduk mengepalkan tangannya, samar-samar terlihat matanya memerah, bagaikan akan menangis.
Apa kata-kataku terlalu kasar? Atau dia menganggap dirinya batu sandungan hidupku... tidak, tidak boleh... hanya Krisan yang aku miliki...
Pemuda itu terdiam sejenak, mencari alasan lain, agar kekasihnya tidak menangis dengan banyak beban fikiran,"Aku menolak beasiswa, karena ingin menjadi pemain basket..." ucapnya menatap ke arah lapangan, menemukan alasan dadakan.
Sang gadis menoleh ke arah kekasihnya,"Jadi itu cita-citamu. Aku akan mempertaruhkan hidupku untuk mewujudkannya..."
Kata seorang gadis muda, gadis baik hati yang selalu dapat membuat hati Rain berdebar cepat.
***
Beberapa bulan berlalu, Rain berjalan menelusuri lorong kampus, menatap dari jauh kekasihnya mengemasi barang-barang di lokernya satu persatu dimasukkannya ke dalam kotak kardus.
"Kamu berhenti kuliah?" Rain yang baru datang berlari menatap kekasihnya.
Krisan mengepalkan tangannya, tersenyum pada Rain."Iya, kita tidak mendapatkan beasiswa, tidak memiliki orang tua. Jadi aku akan mengalah. Aku akan menambah perkerjaan paruh waktuku, supaya kamu bisa kuliah. Akan menggantungkan hidupku padamu ketika kamu wisuda nanti... jadi belajarlah dengan baik..." ucapnya berjalan sembari tertunduk, menelusuri lorong.
Jemari tangan Rain mengepal air matanya mengalir. Gadis itu berkorban lagi untuknya, ini kesalahannya. Seharusnya dirinya mengambil beasiswa ke Jerman. Namun tetap saja untuk berpisah dengan Krisan... membayangkannya terasa benar-benar menyesakkan...
Matanya menatap punggung gadis yang mengubur semua harapan dan cita-citanya. Gadis yang ingin dilindunginya, satu-satunya orang yang dimilikinya di dunia ini.
Rain mengepalkan tangannya, mengucapkan janjinya pada sang kekasih,"Aku akan membahagiakanmu..."
Suara Rain yang terdengar dari belakang tubuh Krisan yang menelusuri lorong membawa buku-buku perkuliahannya.
***
...Aku bahagia, hidup dalam kemiskinan tidaklah mengapa. Menjadi budak dari atasanku, juga tidak apa-apa. Asalkan selalu dapat melihat senyumanmu......
Rain...
Tahun demi tahun berlalu, pasangan kekasih yang perlahan menjalin ikatan yang disebut dengan pernikahan. Bukan rumah mewah, hanya rumah biasa, terkadang atapnya bocor. Tapi itu semua tidak masalah bagi mereka. Kebersamaan lah yang terpenting.
Bahkan kala sepasang cincin pernikahan mereka harus dijual untuk tambahan uang pembelian rumah, juga tidaklah mengapa.
Sudah beberapa tahun pernikahan mereka, kini Rain menjabat sebagai supervisor sebuah perusahaan Asing. Gaji yang didapatkannya? Cukup besar, namun sebanding dengan pekerjaannya yang menumpuk. Tidak berasal dari universitas ternama? Namun kemampuan Rain tidak dapat diragukan lagi.
Tapi, tetap saja jika ingin tetap bertahan dirinya harus mengerjakan tugas apa saja yang diberikan. Memuji atasannya bagaikan seorang penjilat, ini melelahkan, menekan harga dirinya. Namun sepadan saat pulang dapat menatap wajah istrinya.
Wanita baik hati yang menemaninya dari nol. Berharap dapat membahagiakan wanita mandiri itu suatu hari nanti. Tidak merawat diri? Semua gaji diberikan Rain pada istrinya, berharap Krisan dapat menggunakan untuk membahagiakan dirinya sendiri. Mengganti masa depan Krisan yang hancur karenanya. Hanya uang lembur dan bonus yang ada di tangan Rain.
Dan akhirnya waktu pulang tiba, Rain datang dengan mengendap-endap tersenyum sendiri, mengingat tingkah konyolnya akan dimulai. Wajahnya berusaha ditekuk, bagaikan kelelahan, padahal hanya kerinduan perhatian istrinya,"Krisan!!" panggilnya melonggarkan dasinya, melempar tas kerjanya ke sembarang arah.
"Iya..." Krisan yang baru datang dari pekerjaannya sebagai kasir swalayan, segera keluar dari dapur.
"Lepaskan dasi dan sepatuku," ucap Rain sembari memainkan game di handphonenya.
Krisan menghela napas kasar, melepaskan dasi dan sepatu suaminya. Sentuhan tangan istrinya di kakinya, bahkan kala melepaskan dasinya, perasaan berdebar menyengat itu semakin nyata. Walaupun telah beberapa tahun menikah, sejatinya Rain tidak konsentrasi bermain game di phoncellnya. Kembali lagi, hanya sebuah drama romantis yang terlalu lebay untuk mendapatkan perhatian dan sentuhan istrinya.
Sepatu, dasi dan tas dibawa Krisan ke kamar, kemudian kembali memasak ke dapur.
"Aku ingin membawanya ke tempat tidur, tapi masih sore..." Rain meletakkan phoncellnya di atas meja, mengacak-acak rambutnya, sambil tersenyum-senyum sendiri.
Beberapa puluh menit berlalu, dengan memakai seragam kasir Krisan menyajikan beberapa jenis makanan diatas meja. Sayur sup dengan sayap ayam, serta tahu dan tempe.
Rain yang baru usai membersihkan dirinya, menatap makanan di hadapannya. Jemari tangannya mengepal, Apa gajinya kurang? Apa dirinya tidak dapat membahagiakan Krisan? Hingga istrinya menahan diri untuk membeli makanan yang disukainya.
"Kenapa cuma ini!! Apa uang bulanan yang aku berikan terlalu sedikit!?" ucap Rain dengan intonasi tinggi.
Apa aku harus mencari pekerjaan tambahan di malam hari? Agar kamu dapat makan dan hidup dengan lebih baik...Aku hanya ingin kamu bahagia ... batinnya.
"Bu... bukannya begitu mulai sekarang kita harus berhemat. Gajimu aku tabung sepenuhnya, gajiku sebagai kasir untuk keperluan sehari-hari..." Krisan tertunduk menjelaskan.
"Kamu tidak cukup dengan uang bulanan yang aku berikan. Jika begitu, setiap malam lebih baik aku..." kata-kata Rain terhenti.
Krisan menggeleng padanya,"Karena kita akan segera tinggal bertiga, banyak keperluan yang harus dibeli...aku hamil..."
"Kamu hamil?" Rain tersenyum, memeluk tubuhnya,"Kita tidak akan tinggal berdua lagi, anggota keluarga kita bertambah..." air mata Rain mengalir dalam tawa kebahagiaannya.
Tidak hanya bersama Krisan lagi, tapi akan tinggal bertiga. Dua orang anak yang tidak memiliki keluarga kini tubuh bersama, hingga memiliki anggota keluarga baru, malaikat kecil yang dititipkan Tuhan pada mereka.
***
Perut Krisan semakin membuncit kini kandungannya menginjak bulan ke tujuh. Anak adalah rezeki? Mungkin istilah itu benar kala Rain diangkat menjadi manager marketing.
Perayaan kecil-kecilan diadakan, hanya mengundang beberapa staf makan bersama. Krisan menyiapkan hidangannya seorang diri, menghidangkannya satu-persatu.
Daster lusuh dipergunakannya, sibuk di dapur sedari tadi. Rambut diikatnya sembarang, namun wajah berminyaknya tetap berusaha tersenyum.
Rain menghela napas kasar, ingin menyewa katering agar tidak melelahkan bagi istrinya yang tengah hamil. Namun, sekali lagi, Krisan ingin menabung untuk masa depan anak mereka nantinya.
"Rain, kenapa mempekerjakan pembantu hamil?" tanya Louis (wakil direktur, atasan Rain)
"Dia istriku..." Rain menjawab, berusaha tersenyum. Mengepalkan tangannya kesal, tidak senang istrinya dihina dengan kata pembantu. Ingin rasanya memukul Louis.
Namun dirinya hanya manager yang baru diangkat. Harus menjilat atasan, agar dapat mengumpulkan uang receh demi receh untuk istrinya dan anak yang sebentar lagi akan mereka miliki.
"Istri? Aku kira pembantu, badanmu bagus, wajah mengalahkan artis, jabatan manager. Aku kira istrimu cantik bodynya bagus. Tapi malah seperti pembantu, kain kucel..." cibirnya.
Diam br*ngsek... kesalnya yang hanya dapat terdiam mengingat dirinya hanya bawahan.
Hingga kata candaan dikeluarkannya untuk membungkam mulut Louis,"Mungkin aku kena pelet..." Rain pura-pura tertawa, bagaikan bergurau.
Hal yang sebenarnya? Dirinya juga merasakan sakit tidak pernah berbuat apa-apa kala bibir mereka menghina wanita yang dicintainya. Satu-satunya miliknya yang paling berharga.
Sedangkan Krisan kembali ke dapur, air matanya mengalir tidak terkendali. Mendengar semuanya...
***
Malam mulai menjelang, semua tamu telah pergi. Rain berjalan menghampirinya yang berada di kamar, menggeledah lemari, melempar satu-persatu pakaian yang berada di sana. Tidak banyak pakaian hanya delapan potong daster dan beberapa pakaian santai yang sudah tidak muat di tubuh Krisan.
"Kamu mau mempermalukanku!?" bentaknya dengan intonasi tinggi."Seorang manager tidak bisa membeli pakaian untuk istrinya!!"
Tolong hargailah dirimu, itu uangmu... bukan milikku, gunakan untuk kebahagiaanmu. Jangan biarkan mulut mereka menghinamu... batinnya, mengepalkan tangannya air matanya tertahan tidak ingin istrinya berkorban lagi untuknya.
"Ma... maaf...tapi aku hanya ingin mempersiapkan lebih banyak untuk anak kita nanti!!" ucap Krisan tertunduk.
Rain memijit pelipisnya sendiri, berjalan ke tempat tidur, untuk pertama kalinya memunggungi istrinya.
Ini salahku, aku harus mencari cara sendiri untuk membahagiakannya... fikirnya.
Krisan perlahan bergerak, memeluk tubuh suaminya dari belakang,"Maaf...Aku mencintaimu," ucapnya lirih.
Namun, Rain tersenyum tidak bicara apapun atau menoleh, hingga wajah tersenyumnya tidak terlihat, berjalan meninggalkan Krisan menyingkirkan jemari tangan yang memeluknya. Meraih bantal, memutuskan untuk tidur di ruang tengah.
Sakit? Tentu saja, untuk pertama kalinya Rain tidur terpisah dengannya. Beberapa jam berlalu, hari semakin larut.
Hal yang dilakukan Rain? Menggunakan semua tabungan dari kerja lembur dan uang bonusnya. Untuk memesan keperluan bayi serta pakaian yang sesuai untuk istrinya secara online. Bahkan mengatur waktu pengiriman, saat pertama kali mereka bertemu. Kala dirinya untuk pertama kali dibawa ke panti asuhan.
Hingga, lelah menyapa, matanya terpejam sesaat.
Krisan mulai berjalan menuju ruang tengah, membawa sebuah selimut. Layar phonecell suaminya nampak bersinar berbunyi beberapa kali tanda ada pesan yang masuk. Entah dari siapa.
Wanita hamil itu, menyelimuti tubuh suaminya yang nampak kelelahan. Mengecup keningnya,"Aku mencintaimu..." ucapnya untuk kesekian kalinya. Meninggalkan Rain satu-satunya miliknya kembali ke dalam kamar.
Mata Rain kembali terbuka kala istrinya telah pergi,"Aku juga..." gumamnya memejamkan matanya dalam senyuman.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
🟡🌻͜͡ᴀs Yuna ✨•§͜¢•
bilang baik baik pak, biar gak salah
2024-09-01
0
ρuʝi ¢ᖱ'D⃤ ̐ OFF 🤍
kalau cinta mah ngomong🤧🤧🤧
2023-05-20
2
Lilisdayanti
aqu hadir ☝🏻☝🏻 nyimak dan masih ga bisa pokus,,karan ceritanya maju mundur 🤔🤔
2022-10-03
1