Tara langsung menghampiri Intan, dan menggendongnya membawanya masuk dalam mobil.
"Sayang, sabar ya. Kita akan lekas ke dokter." Tara menghibur istrinya seraya melajukan mobilnya ke rumah sakit terdekat.
Ucapan Tara sama sekali tak di respon oleh Intan. Dia hanya terus mengerang kesakitan. Tak berapa lama, sampailah mereka di rumah sakit. Tara menggendong tubuh Intan yang terus saja merintih kesakitan.
"Suster, cepat tolong istri saya!" Tara memanggil seorang perawat yang sedang melintas.
Segera perawat tersebut mengambil brankar, dan Tara lekas membaringkan Intan di atas brankar tersebut. Perawat mendorong brankar menuju ruang pemeriksaan.
Segera perawat memanggil dokter untuk memeriksa kondisi Intan. Tara menunggu di luar ruangan dengan perasaan cemas dan panik.
"Ya Allah, semoga istri dan anakku tidak apa-apa." Doa Tara seraya menengadahkan kedua tangannya ke atas sembari terpejam matanya.
5 Menit kemudian, perawat memanggil Tara untuk segera masuk ke ruang periksa.
"Tuan, istri anda tidak apa-apa cuma kecapean. Saran saya, selama masih hamil muda lebih baik bedres. Karena jika hal ini sering terjadi berbahaya juga buat ibu dan janin."
"Usahakan istri anda jangan banyak pikiran, apalagi di usianya yang sudah tidak muda resiko buruk gampang terjadi pada wanita hamil seusianya. Jadi anda sebagai seorang suami, harus benar-benar memperhatikan kesehatan istri."
Demikian panjang lebar dokter menjelaskan kondisi Intan. Setelah itu, dokter menyarankan Intan di rawat inap selama dua hari, supaya kondisi kesehatannya benar-benar stabil dan benar-benar bisa istirahat total.
"Dok, jika saya rawat jalan saja bisa kan? setelah di periksa, kondisi saya sudah membaik kok." Intan meminta sebuah penawaran pada dokter.
"Maaf, Nyonya. Terpaksa kami tidak bisa mengabulkan ke inginan, nyonya. Mengingat kondisi Nyonya yang memang harus di rawat di sini. Semua juga demi keselamatan anda dan janinnya." Dokter tersenyum.
"Baiklah, Dok." Intan mengerucutkan bibirnya.
Setelah tidak ada lagi pertanyaan, dokter lekas meninggalkan ruang periksa. Dan perawat memindahkan Intan ke ruang rawat.
"Ya Allah, enggan rasanya aku harus opname dua hari di sini." Batin Intan seraya menelpon ibunya memberi kabar jika saat ini dirinya sedang di rawat di rumah sakit dan harus opname dua hari.
"Sayang, kamu nggak usah banyak pikiran dampaknya ke anak kita. Apa kamu nggak kasihan?" Tara mengusap surai hitam Intan.
"Nggak usah sok manis padaku, justru yang nggak kasihan itu kamu! aku banyak pikiran karena ulahmu juga!" Intan mendengus kesal.
"Sayang, tolong jangan marah-marah. Bukankah barusan dokter bilang, kamu harus mengontrol dirimu." Kembali lagi Tara menasehati Intan.
Intan hanya diam saja, namun bulir bening keluar begitu saja dari pelupuk matanya. Pikirannya telah buntu, dan dia merasa sudah tak sanggup lagi menahan semua ini.
"Ya Allah, waktu sembilan bulan masih teramat lama. Sedang usia kandunganku baru berjalan dua bulan. Apa aku sanggup menahan lara selama tujuh bulan lagi. Harusnya saat hamil aku selalu tersenyum dan bahagia sambil menanti si buah hati." Gerutunya dalam hati.
"Ya Allah, sulit sekali bagiku untuk bisa iklas menerima semua ini. Aku sudah nggak sanggup." Tiba-tiba tangisnya semakin menjadi.
Di saat seperti itu, Bu Mita datang.
"Nak, ada apa denganmu? sampai harus di rawat di sini?" Bu Mita menatap sendu anaknya.
Intan tak menjawab pertanyaan ibunya, dia terus saja menangis dan menangis. Membuat Bu Mita semakin cemas.
"Tara, sebenarnya apa yang terjadi? bagaimana kondisi kandungan Intan?" Bu Mita menatap tajam Tara.
"Tadi Intan sempat merasakan sakit perut dan kram. Kata dokter itu efek dari terlalu cape dan banyak pikiran." Tara keceplosan mengatakan jika Intan banyak pikiran.
"Dokter menyarankan Intan untuk rawat inap selama dua hari," Tara menghela napas panjang.
Sejenak Bu Mita mencerna perkataan Tara barusan.
"Nak, sudah berkali-kaki ibu nasehati kamu supaya jangan terlalu cape apa lagi banyak pikiran. Memang apa sebenarnya yang sedang meresahkan hatimu, cerita saja pada ibu siapa tahu ibu bisa bantu kamu menyelesaikan permasalahanmu." Bu Mita menatap sendu Intan.
"Nggak ada apa-apa kok, bu. Intan cuma memikirkan pekerjaan yang saat ini juga sedang ada masalah." Intan masih saja menyembunyikan permasalahan pribadinya.
"Nak, kamu kan punya suami. Kenapa pula kamu pendam sendiri masalah pekerjaanmu, cerita pada Tara siapa tahu dia bisa memberi jalan keluar." Bu Mita memberi saran.
"Iya, bu." Jawab Intan singkat.
"Tara, seharusnya kamu sebagai suami harus benar-benar siaga. Kamu harus lebih memperhatikan Intan, kenapa pula di saat istrimu hamil kamu masih saja berkeliaran di luar kota. Apa kamu nggak bisa sepenuhnya tinggal di sini, dan mengesampingkan pekerjaanmu yang ada di luar kota."
"Kamu nggak kasihan sama istrimu, harus berjuang mencari nafkah. Kalau menurut ibu, Intan harusnya di rumah saja. Kamulah yang mencari nafkah."
"Ibu minta, selama Intan hamil tidak ada alasan apapun untukmu pergi ke luar kota. Yang paling penting itu, istri dan anakmu."
Panjang lebar Bu Mita menasehati Tara yang hanya di jawab dengan anggukan kepala saja oleh Tara.
Dua jam berlalu, Bu Mita pamit pulang sebentar. Dan dirinya nggak sengaja berpapasan dengan mantan menantunya Reno.
Bu Mita mencoba menghindar, namun Reno malah menghadang langkahnya.
"Bu, kenapa ada di rumah sakit? jangan bilang saat ini Intan sakit?" Reno menatap sendu Bu Mita.
"Awas mingggir, ibu mau lewat." Bu Mita tak merespon ucapan Reno, dia malah bersikaras untuk pulang.
"Bu, aku mohon. Jawab pertayaanku, setelah itu ibu boleh pergi." Bujuk Reno.
"Untuk apa kamu mengkhawatirkan Intan, sedang kamu telah mencampakkan begitu saja!" Bu Mita melotot seraya mendengus kesal.
"Bu, aku mohon jawab pertanyaanku. Iya aku akui dulu aku salah besar meninggkalkan Intan begitu saja dan bahkan membawa serta anak kita. Tapi saat ini aku telah menyadari kesalahan dan kekeliruanku. Bahkan aku ingin memperbaiki dan menebus dosaku pada Intan." Reno mencoba meyakinkan Bu Mita.
"Memperbaiki dan menebus dengan cara apa?" Bu Mita mencibir sinis.
"Aku bukan hanya akan mempertemukan Intan dengan anaknya, tapi aku akan menyatukan mereka kembali." Reno berkata serius supaya Bu Mita percaya.
"Sudahlah, kamu nggak usah mendekati Intan lagi. Kalian sama-sama telah memiliki pendamping. Jadi pikirkan saja pendampingmu, jangan ganggu kebahagiaan Intan yang sebentar lagi akan memiliki keturunan." Di saat Reno lengah, Bu Mita berlalu pergi dari hadapan Reno.
"Jadi saat ini Intan sedang hamil, kok aku merasa nggak terima dia hamil dengan pria lain. Andai waktu bisa di putar, aku tidak akan melakukan kesalahan sefatal ini." Reno menghela napas panjang.
*******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 219 Episodes
Comments
Nonny
terlalu rumit
2022-04-23
1