Reno menuruti saja apa yang di inginkan oleh Saraswati. Dalam waktu itu juga, mereka pindah ke kota lain tanpa sepengetahuan Intan.
Esok harinya, Intan menyambangi rumah Saraswati. Dia bermaksud ingin melihat kondisi putri kecilnya.
"Semoga kali ini, Mas Reno dan Saras berbaik hati dengan mengijinkan aku bertemu dengan putriku," batin Intan selama dalam perjalanan ke rumah Saraswati.
Tak berapa lama, sampailah di rumah mewah dan megah milik Saraswati.
"Alhamdulillah sudah sampai, tapi kok sepi sekali." Intan mengintai dari balik pintu gerbang.
Melintaslah seorang wanita yang ternyata adalah tetangga Saraswati, menghampiri Intan.
"Mba Intan ya, mantan istri Mas Reno?" tanyanya tersenyum ramah.
"Iya, mba." Jawab Intan seraya membalas senyuman wanita tersebut.
"Maaf, mba mencari Mas Reno? mereka sudah pindah kemarin siang," kata wanita tersebut.
"Saya bukan mencari Mas Reno, tapi saya ingin menjenguk putri kecil saya. Apa mba tahu dimana mereka pindah?" tanya Intan menyelidik.
"Maaf, mba. Kalau itu saya nggak tahu, karena waktu Mba Saras di tanya cuma jawabnya pindah ke luar kota," jawab wanita tersebut.
"Oh begitu ya, mba. Terima kasih atas informasinya, kalau begitu saya permisi." Intan menyunggingkan senyum seraya berlalu pergi dari depan pintu gerbang rumah Saraswati.
"Ya Allah, kemana lagi aku harus mencari keberadaan anakku? kalau sudah kehilangan jejak seperti ini?" batinnya seraya terus melangkah pulang.
Berbeda situasi di rumah baru Saraswati, dia saat ini sedang merasakan kebahagiaan yang seutuhnya.
"Aku yakin, saat ini pasti Intan sedang kebingungan mencari keberadaan Laras. Aku pastikan, selamanya kamu nggak akan bisa bertemu dengan Laras," batin Saras menyeringai sinis.
"Hidupku telah sempurna, punya suami tampan dan putri kecil yang sangat sehat dan menggemaskan," Saras menciumi terus bayi Larasati.
********
Waktu bergulir dengan cepat, kini usia Larasati sudah satu tahun. Namun Intan belum juga bisa menemukan keberadaan anaknya.
"Bu, kemana lagi aku harus mencari anakku? sudah satu tahun aku berkelana kesana kemari hanya untuk mencari keberadaan anakku." Intan menitikkan air mata.
"Nak, bersabarlah terus. Ibu yakin penantianmu tidaklah sia-sia, mungkin saat ini kamu belum di takdirkan oleh Allah untuk bertemu anakmu. Tapi lain waktu, kamu pasti akan bisa bertemu bahkan bersamanya lagi." Ibu Mita mencoba memberi penghiburan dan kekuatan pada Intan.
Namun kali ini, iman Intan sedang lemah. Hingga dirinya drop dan tak bisa berpikir jernih. Dia sudah berputus asa dan tak ingin melanjutkan hidupnya.
Intan mengurung diri di kamar dan berhari-hari tak mau makan bahkan selalu saja melamun dan menangis memikirkan putri kecilnya.
"Nak, janganlah kamu seperti ini. Kamu nggak boleh lemah, jika kamu sakit bagaimana kelak bisa ketemu anakmu? dan apakah kamu tidak kasihan sama ibumu yang sudah tua ini, jika terjadi apa-apa padamu bagaimana dengan nasib ibu?" tiba-tiba Ibu Mita menitikkan air mata.
Intan yang melihat ibunya menangis tersedu-sedu merasa iba dan merespon perkataan ibunya.
"Ibu, Intan minta maaf. Tapi tolong ibu berhentilah menangis, Intan janji tidak akan seperti ini lagi dan tidak akan membuat ibu bersedih lagi." Intan menghapus air mata ibunya.
"Syukur alhamdulillah ya Allah, putriku akhirnya meresponku." Bu Mita memeluk Intan.
"Sudah, bu. Jangan menangis lagi, karena aku sudah tidak apa-apa," Intan mencoba tersenyum walaupun hatinya masih belum juga bisa mengikhlaskan perpisahannya dengan putri kecilnya.
Namun dia juga nggak ingin melihat ibunya ikut merasakan kesedihannya.
"Bu, mulai besok Intan akan usaha sendiri. Kebetulan Intan masih punya sedikit tabungan, bisa di gunakan untuk modal," kata Intan antusias.
"Nah, begitu. Ini baru anaknya ibu." Bu Mita sumringah mendengar penuturan dari Intan.
Intan berencana akan membuka sebuah usaha warung makan di depan rumahnya yang kebetulan jalan raya besar.
Dia ingin merubah hidupnya agar kaya raya dan bisa mengambil kembali anaknya.
5 Tahun berlalu..
Usaha warung makan Intan telah berubah menjadi usaha restoran. Bahkan kini dia memiliki beberapa cabang restoran di kota besar lainnya.
"Bu, bagaimana kalau kita hari ini ke puncak Bogor. Sudah lama kita nggak berlibur," Intan mengajak ibunya liburan.
"Tapi bagaimana usaha restoranmu di kota ini, nak?" Bu Mita mengernyitkan alis.
Ibu nggak usah khawatir, karena aku punya banyak orang kepercayaan. Jadi semua restoran akan tetap buka," Intan mengedipkan matanya seraya tersenyum pada Bu Mita.
Akhirnya hari itu juga Intan dan Bu Mita berangkat ke puncak Bogor dari kota Pemalang, Jawa Tengah dengan mengemudikan mobil pribadi.
Setelah beberapa jam perjalanan, sampaah mereka di puncak Bogor. Intan langsung memesan hotel yang tak jauh dari puncak Bogor.
Pagi menjelang, Intan dan ibunya berjalan berkeliling di puncak bogor, menghirup udara sejuk dingin.
"Mami, papi, hiks hiks hiks..mba Ita.." seorang anak kecil berumur 6 tahun sedang menangis sendiri di tepi jalan.
"Ibu, itu ada anak menangis." Intan lekas berlari kecil menghampiri anak kecil tersebut.
"Nak, mana orang tuamu? kok kamu sendirian?" Intan mengusap air mata anak kecil tersebut.
"Ya Allah, kenapa gadis kecil ini mengingatkanku pada anakku. Mungkin saat ini dia telah tumbuh sebesar ini," batin Intan.
"Nak, namamu siapa? dan dimana orang tuamu?" tanya Intan dengan lirih.
"Namaku Larasati, tante. Mamiku bernama .
Belum juga si kecil Laras selesai berucap, datanglah baby sitternya menghampiri.
"Alhamdulliah, Laras. Akhirnya mba bisa menemukanmu, lain kali jangan seperti ini lagi." Mba Ita menuntun Larasati.
"Mba, makasih ya." kata Ita tersenyum ramah pada Intan.
"Iya, sama-sama. Tadi dia sedang menangis sendiri, jadi aku dekati dan tanya nama orang tuanya, eh belum juga di jawab mba sudah datang. Lain kali jangan di biarkan sendiri, mba." kata Intan menasehati.
"Iya, mba. Tadi saya sudah nggak bisa nahan kepingin kencing, padahal saya sudah bilang suruh nunggu di depan pintu toilet, jangan pergi. Eh begitu saya buka, laras sudah nggak ada." Kata Ita tertunduk malu.
"Ya sudah, mba. Saya permisi dulu." Ita menuntun Laras berlalu pergi dari hadapan Intan.
Tak berapa lama, Laras bertemu orang tuanya.
"Kalian berdua kemana saja, kami mencari kalian?" tanya Saras panik.
"Maaf, nyonya. Tadi saya ke toilet sebentar." Jawab Ita tertunduk.
"Mi, pi. Tadi Laras bertemu tante cantik dan baik. Saat Laras terpisah dari Mba Ita." Dengan polosnya Larasati bercerita.
"Aduh, ini anak malah ngomong. Habis dech aku bakal di omelin nyonya," batin Ita.
"Dimana tantenya, mami ingin ucapin terima kasih sudah jagain Laras?" Saras mencolek hidung Laras.
"Tadi di sana, mi. Tapi kok sudah hilang," Laras celingukan mencari Intan.
"Sudah, yuk kita pulang. Pasti lain waktu kita bisa ketemu tante itu lagi," Saras menuntun Laras.
*********
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 219 Episodes
Comments
El_Tien
kalau benci mah jangan bawa-bawa anak di jadiin alat. Saras....
2022-04-02
0
Gembelnya NT
Melasi mak anake ... Pinter rik loh
2022-04-01
1
Cerita Aveeii
keren thorr
2022-04-01
1