"Aduh, aku harus bagaimana? Intan sudah nggak percaya lagi padaku. Jika aku jujurpun, dia tetap akan meminta berpisah dariku." Batin Tara panik, sedang memikirkan cara supaya bisa meluluhkan hati Intan.
"Keluarlah, temani istrimu di rumah sakit. Aku akan istirahat karena kepalaku sangat pening." Intan mengusir Tara seraya masih menitikkan air mata.
Tara tak berkata apapun, dia menuruti kemauan Intan keluar dari kamarnya. Sementara Intan merebahkan tubuhnya di pembaringan. Perlahan matanya mulai terpejam dan dirinya tertidur nyenyak.
***********
Pagi menjelang, Intan bangun dan tak mendapati Tara di sampingnya.
"Sudah aku duga, pasti dia semalam tidur bersama Laras. Menemaninya tidur di rumah sakit." Intan bangun dari pembaringan secara perlahan.
Dirinya mulai menjalankan rutinitas paginya. Setelah itu barulah berangkat mengecek beberapa cabang restorannya.
"Waktu cepat sekali, ternyata sudah jam 10 lewat. Sebentar lagi siang, pantas perutku lapar." Intan berjalan ke dapur untuk mengambil sarapan.
Setelah beberapa menit sarapan, dia memutuskan untuk istirahat di rumah.
"Kenapa sejak aku hamil, merasa gampang lelah dan sesekali kepalaku pening. Alhamdulillah tidak mengalami mual muntah, tidak seperti kehamilanku yang pertama." Intan tersenyum seraya mengusap perutnya yang masih rata.
Intan berjalan ke luar dari restoran sembari terus mengusap perutnya dan menunduk, sehingga tiba-tiba dia menabrak seseorang.
"Heh, kalau jalan pake mata!" bentaknya pada Intan.
Intan langsung menengadahkan wajahnya, karena penasaran dengan orang yang telah berkata kasar padanya.
"Hah, Saras?" batin Intan.
Intan mencoba berlalu menghindari Saras, namun langkahnya terhenti. Saras mencekal lengan Intan secara paksa.
"Heh, dasar janda kegatelan! kamu mau merebut kembali mantan suamimu dari tanganku!" Saras melotot pada Intan.
Salah satu karyawan yang melihat perilaku kasar Saras pada Intan segera menghampiri.
"Heh, bu! lepasin tangan Bu Intan, dan jangan berkata kasar padanya! Bu Intan ini sudah bersuami, dia bukan janda. Dan jangan mengatakan hal konyol, bagaimana mungkin dia mau merebut suami Ibu. Sedang suaminya saja ganteng dan muda!" Karyawan tersebut melotot pada Saras.
"Heh, kuli! kamu nggak usah ikut campur urusanku, atau kamu akan aku laporkan pada atasanmu supaya kamu di pecat!" Dengan lantang Saras mengancam karyawan tersebut.
Semua orang yang hadir tergelak dalam tawa, membuat Saras menjadi bingung.
"Kenapa saat aku berkata, semua orang menertawakanku?" batinnya seraya mengernyitkan alis.
"Heh, situ apa benar-benar nggak tahu? yang kamu maksud atasan dan pemilik restoran mewah ini adalah orang yang ada di hadapanmu." Ucap salah satu pelanggan restoran.
Sejenak Saras terdiam, serasa tak percaya dengan ucapan salah satu pelanggan restoran tersebut.
"Bagaimana bisa, Intan adalah pemilik restoran mewah ini? sedangkan dulu dia sangatlah miskin, makanya Reno meninggalkannya." Batin Saras.
"Kenapa, kamu kaget? kalau aku adalah pemilik restoran ini?" Intan tiba-tiba berucap seraya tersenyum sinis pada Saras.
"Ckckck, baru punya restoran saja sombong. Paling kamu bisa mendirikan restoran ini dari uang nggak halal. Kamu kan wanita yang sangat miskin!" Ejek Saras menyeringai sinis.
"Ya, dulu memang aku sangat miskin. Tapi aku nggak miskin ahlak sepertimu. Kamu kaya tapi sama sekali nggak berahlak yakni merebut suami orang. Kamu takut suamimu akan di rebut orang, karena kamu sendiri mendapatkannya juga dengan cara merebut!" Intan berkata pedas menyindir Saras.
"Oh, dia pelakor." Salah satu pelanggan berucap.
"Ini mah maling teriak maling," Ucap pelanggan yang lain.
"Ya, seperti yang kalian lihat. Dia memang pelakor, dia gunakan kekayaannya untuk merebut suamiku. Saat itu suamiku bekerja menjadi sopir pribadinya, dan dia menggodanya." Kembali lagi Intan berkata membuka kebusukan Saras.
"Wah, jadi seperti itu ya Bu Intan. Pantas dia ketakutan suaminya balik ke istri yang dulu. Lihat saja penampilannya, sangat jauh berbeda dengan Bu Intan." Ucap salah satu karyawati.
"Kami saja iri, melihat kecantikan paripurna Bu Intan. Padahal usia ibu sudah tidak muda, tetapi wajah dominan bak gadis ABG." Puji salah satu karyawati.
Saras mati kutu, saat semua mencemooh dan mencela perbuatan di masa lalunya. Dia bahkan di hina karena penampilan dan parasnya yang sudah terlihat tua.
"Sialan, aku malah di keroyok. Aku ingin mempermalukannya, malah aku yang di permalukan." Saras menunduk malu seraya melangkah keluar dari restoran tersebut.
"Awas ya kamu, Intan. Kamu pikir aku akan tinggal diam, setelah penghinaaan barusan! aku akan membalas kelakuanmu dengan lebih kejam!" Saras berjalan seraya mendengus kesal.
Sementara Intan mengucapkan terima kasih pada karyawan dan pelanggan yang telah membelanya. Di samping itu juga mengucapkan maaf karena kegaduhan yang telah terjadi.
Intan melanjutkan langkahnya menuju ke mobilnya. Namun tiba-tiba kepalanya pusing. Dan saat Intan akan terjatuh, ada seorang pria menopangnya. Hingga Intan tak sampai terjatuh.
Pria tersebut tak lain adalah Tara, suami sirinya sendiri.
"Terima kasih, untung ada ka.."
Ucapannya terhenti saat melihat ada Larasati yang berdiri tak jauh di hadapannya.
"Bu, ibu nggak apa-apa kan?" Laras menghampiri Intan seraya mengusap lengan Intan.
"Nggak apa-apa kok, kamu sudah balik dari rumah sakit?" tanya Intan mencoba tersenyum.
"Alhamdulillah sudah, bu. Ini mau sekalian belanja, di mall seberang jalan." Jawab Laras.
"Kamu kan baru sembuh, kenapa bukan asisten rumah tanggamu saja yang belanja?" Intan merasa iba pada Laras.
"Sekalian jalan-jalan, bu. Kebetulan Mas Tara yang berinisiatif mengajakku jalan. Katanya beberapa hari di rumah sakit, pasti aku suntuk. Kata Mas Tara untuk refresing." Laras menyunggingkan senyum seraya melirik pada Tara.
"Ibu sendiri darimana atau mau kemana, kok nggak sama suami? padahal ibu kan sedang hamil muda, masih sangat rawan." Laras tiba-tiba bertanya.
Pertanyaan Laras sangat menyentuh hati Intan, entah kenapa tiba-tiba air matanya berderai.
"Ya Allah, sakit sekali hatiku. Harus sering melihat suamiku dengan wanita lain." Batinnya.
Laras yang melihat sikap diam Intan dan tangisnya yang tiba-tiba menjadi merasa iba.
"Bu, maaf jika pertanyaanku tadi membuat ibu sedih. Aku lupa jika suami ibu itu tidak pernah peduli pada ibu." Laras tiba-tiba memeluk Intan seraya mengusap punggung Intan.
Intan pun membalas pelukan dari Laras.
"Bu, sudah jangan bersedih. Kasihan anak yang ada di dalam kandungan ibu." Laras tersenyum seraya mengusap perut Intan yang masih rata.
"Begini saja, bu. Lebih baik kita bersenang-senang. Yuk, ibu ikut aku ke mall. Setidaknya bisa mengurangi kesedihan ibu." Laras menggandeng tangan Intan.
"Tapi Laras." Intan menepis pegangan tangan Laras.
"Tapi apa, bu?" Sejenak Laras menghentikan langkahnya.
"Aku kan lagi lemas, pusing sekali. Aku ingin istirahat saja di rumah." Intan menolak halus ajakan Laras.
"Astaghfirulloh alazdim maafkan aku ya, bu. Begini saja bu, biar suami saya yang mengantar ibu pulang. Karena bahaya jika dalam kondisi kurang sehat mengemudikan mobil. Ibu nggak usah khawatir, suamiku bisa nyetir kok." saran Laras secara tiba-tiba.
**********
Mohon dukungan like, vote, favorit..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 219 Episodes
Comments
Nonny
like it
2022-04-21
0