Laras menerima suapan dari Tara, walaupun sebenarnya dia enggan untuk makan.
"Bu, aku minta maaf tadi sempat kasar padamu. Karena aku sedang panik, di kantor sedang banyak permasalahan," Tara tersenyum seraya mencium punggung tangan Laras.
"Iya, mas. Nggak apa-apa kok, aku juga salah karena kurang berhati-hati." Laras mencoba tersenyum walaupun hatinya masih sakit dengan apa yang sedang menimpanya.
"Nak, kamu nggak apa-apa kan?" tiba-tiba datang sepasang suami istri menghampiri Laras.
"Mami nggak perlu khawatir, Laras baik-baik saja," Laras menyunggingkan senyum di hadapan Saras.
"Baik-baik saja bagaimana? bukannya kamu kehilangan janinmu?" Reno melirik sinis pada Laras.
"Ya, pi. Aku memang kehilangan janinku, tapi ini bukan kemauanku," Laras menitikkan air mata.
"Pi, jangan menambah kesedihan Laras, apa kamu nggak kasihan!" Saras melotot pada Reno.
"Iya iya, maafkan papi ya." Reno mengusap lengan Laras.
"Iya, pi. Nggak apa-apa kok." Laras berkata lirih.
Setelah cukup lama Reno dan Saras menjenguk Laras, mereka pamit pulang dan meminta ijin pada Laras, untuk membawa serta Rizky ke rumah. Hingga Laras pulih, Rizky akan di antarkan kembali ke rumah Laras.
Sementara Intan masih saja kepikiran Laras.
"Kasihan Laras, harus kehilangan janinnya. Entah kenapa aku ingin terus selalu berada di sampingnya untuk menguatkan dan memberi penghiburan," Gerutu Intan seraya mengemudikan mobilnya.
"Jika dulu aku tak berpisah dengan anakku, pasti aku bahagia. Dimana dia sekarang berada ya, Allah. Semoga selalu dalam lindunganMu," batin Intan.
*****
Sore menjelang, saat ini Intan sedang menunggu kepulangan Tara.
"Kenapa sudah hampir maghrib begini kok suamiku belum pulang juga?" Intan mondar mandir di teras depan rumahnya.
Selagi gelisah, ponselnya berdering.
📱" Sayang, maaf hari ini aku nggak bisa pulang. Karena mendadak harus menangani tender besar di kota lain."
📱" Tender apa lagi, sudah tiga hari kamu bilang sedang di luar kota. Ini bilang lagi, di kota lain."
📱" Sayang, aku mohon pengertianmu sedikit saja. Aku janji, besok aku akan pulang pagi-pagi sekali."
📱" Hem, baiklah."
Intan segera menutup panggilan telponnya dengan perasaan geram. Selagi merasa kesal, tiba-tiba kepalanya pusing dan perutnya mual sekali.
"Hoex hoex,"
"Ya Allah, kenapa kepalaku sakit sekali?" Intan memijit pelipisnya sendiri.
"Nak, kenapa wajahmu terlihat pucat sekali?" Bu Mita menghampiri Intan.
"Iya, bu. Aku juga merasa badanku kurang sehat, tiba-tiba kepalaku sakit sekali dan perutku mual." Intan menghela napas panjang.
"Ya, sudah mendingan kita segera periksa ke dokter. Biar ibu temani kamu, mau kan?" Bu Mita menawarkan diri menemani Intan ke dokter.
"Baiklah, bu. Sekarang juga kita ke dokter." Intan langsung menelpon salah satu asistennya untuk mengemudikan mobilnya.
"Lebih baik aku ke rumah sakit dimana saat ini Laras sedang di rawat. Aku bisa sekalian menjenguknya," batin Intan tersenyum kecil.
Intan ke rumah sakit di temani oleh Bu Mita, hanya beberapa menit saja telah sampai di rumah sakit tersebut.
Intan langsung mendaftar dan kebetulan sepi nggak ada pasien, hingga Intan tak perlu mengantri.
"Maaf, apakah anda telat haid?" tanya sang dokter.
"Iya, dok. Sudah 5 minggu saya belum datang bulan," jawab Intan sekenanya.
"Saat ini anda sedang hamil 4 minggu, namun untuk lebih jelasnya anda bisa cek ulang besok pagi ke dokter spesialis kandungan," kata sang dokter.
Dokter yang memeriksa Intan hanyalah dokter umum, dokter jaga. Bukan dokter spesialis kandungan.
"Baiklah, dok." Jawab Intan.
Setelah sejenak mendapat pengarahan dari dokter tersebut, serta mendapatkan resep vitamin dan tambah darah. Intan dan Bu Mita meninggalkan ruangan dokter.
"Selamat ya, nak. Sebentar lagi kamu akan punya momongan." Bu Mita mengusap surai hitam Intan.
"Sebenarnya Intan malu, bu. Karena usia Intan sudah tidak muda lagi tapi malah hamil," Intan tertunduk lesu.
"Kenapa mesti malu, banyak yang usianya jauh lebih tua darimu yang hamil. Lagi pula kamu hamil dengan suamimu sendiri jadi nggak usah malu," Bu Mita menasehati Intan.
"Nak, perut ibu mules. Ibu ke toilet sebentar ya, kamu tunggu saja di mobil." Ibu Mita memegangi perutnya seraya berlari kecil mencari toilet.
Seperginya Bu Mita, Intan melangkah ke ruang rawat Laras.
"Aku ingin menjenguk Laras, kebetulan kan dia di rumah sakit ini juga." Intan melangkahkan kaki ke ruang rawat Laras.
Namun saat Intan membuka pintu ruang rawat Laras, dirinya syok melihat Tara yang sedang menyuapi kue untuk Laras.
Tara yang sempat melihat Intan juga terhenyak kaget.
"Mampus dech, kenapa Intan bisa tahu jika aku sedang ada di sini?" batin Tara.
"Ya, Allah. Ujian apa lagi yang kamu berikan padaku?" batin Intan seraya mata berkaca-kaca.
Saat Intan akan mengurungkan niatnya menjenguk Laras. Laras malah memanggilnya.
"Bu Intan, sini bu. Masa baru sampai sudah mau pergi saja." Laras melambaikan tangannya seraya tersenyum pada Intan.
Hingga Intan perlahan mendekati Laras yang sedang bersama Tara.
"Bu, kenalkan. Ini Mas Tara, suamiku." Laras memperkenalkan Tara sebgai suaminya.
Hati Intan bagai di sambar petir, dia sama sekali tidak menyangka jika wanita yang telah di anggapnya anak adalah istri dari lelaki yang sama.
"Jadi Laras adalah istri Tara, jangan-jangan istri sahnya Tara. Jangan-jangan aku yang telah menjadi madunya, karena selama ini Tara tidak bersedia menikah resmi denganku," batin Intan berkecamuk diantara ingin marah habis-habisan pada Tara dan ingin berkata jujur pada Laras.
"Bagaimana aku bisa mengatakan kalau aku juga istri Tara, sedang saat ini kondisi Laras sedang sakit." batin Intan seraya menghela napas panjang.
"Bu, Bu Intan kenapa? kok diam saja?" Laras mengagetkan lamunan Intan.
"Nggak apa-apa, Laras. Aku cuma sedang kurang sehat, maaf aku permisi pulang." Intan membalikkan badannya dan berjalan keluar dari ruangan tersebut.
Air mata Intan sudah tak bisa di bendung lagi.
"Ya, Allah. Ternyata selama ini suamiku berbohong padaku, berarti selama ini dia tidak ke luar kota tapi ke rumah Laras," Intan melangkah menuju mobilnya.
Sementara Tara terus saja gelisah memikirkan hal ini, dia bingung harus bagaimana menjelaskannya pada Intan.
"Bagaimana aku menjelaskan semua ini pada Intan, dan darimana pula Laras mengenal Intan?" batin Tara penuh dengan sejuta tanya.
"Bu, tadi itu siapa?" Tara pura-pura tak kenal dengan Intan.
"Tadi itu Bu Intan, wanita yang waktu itu menyelamatkan Rizky saat akan tertabrak motor. Sejak saat itu, kami jadi bersahabat. Namun dia nggak mau di panggil Mba tapi mintanya di panggil Ibu." Jawab Laras panjang lebar menjelaskan siapa itu Intan.
Setelah mendengar penuturan dari Laras, Tara hanya berhooh ria tanpa merespon dengan kata-kata.
Namun di dalam hati Tara, ada rasa gelisah karena telah ketahuan.
****
Mohon dukungan like,vote, favorit
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 219 Episodes
Comments
Suhendi hendi
lanjuuuutttt mah..
2022-03-24
2