Saras merasa emosi karena sikap Reno yang perlahan mulai berubah.
"Mas, kenapa kamu jadi seperti ini? dulu kamu selalu membelaku, tapi kenapa sekarang malah membela Intan?" Saras menatap tajam pada Reno.
"Bukan masalah bela membela, tapi memang Intan ibu kandungnya." Reno melotot pada Reno.
"Kamu lupa sama janjimu, jika selamanya kamu akan merahasiakan jati diri Laras untuk selamanya. Tadi kamu akan membuka rahasia tentang Laras pada Intan kan?" Saras mendengus kesal seraya melempar ponsel Reno.
"Heh, kenapa ponselku di lempar! kamu lihat kan, hancur jadinya. Padahal di ponsel banyak sekali nomor penting!" Reno membentak Saras.
"Nomor kan tersimpan di kartu memori bukan di ponsel." Saras melotot.
"Nyesel aku menikah denganmu!" tiba-tiba Reno berkata.
"Apa aku nggak salah dengar? "Saras mengernyitkan alisnya.
"Telingamu masih berfungsi kan? apa perlu aku mengulang kembali yang barusan aku ucapkan?" Reno tiba-tiba mencengkeram rahang Saras.
"Mas, kenapa sekarang kamu kasar?" Kata Saras dengan mata berkaca-kaca.
"Kamu yang mengajarkanku menjadi kasar, karena kamu tak pernah menganggapku sebagai suami. Kamu selalu merasa dirimu hebat dan selalu membanggakan hartamu." Reno berkata panjang lebar.
"Memang benar kan, kamu bukan apa-apa jika tidak bersamaku. Apa kamu lupa asal usulmu, mas?" Saras malah menghina Reno.
"Aku salah telah membuang berlian hanya demi batu kali. Kamu dan Intan bagaikan langit dan bumi. Intan tak pernah menghinaku, beda denganmu yang selalu menghinaku!" Kembali lagi Reno berkata
Pertengkaran berlangsung begitu lamanya, satu sama lain tidak ada yang mau mengalah.
"Awas kamu, Intan! gara-gara kemunculanmu kembali, Mas Reno menjadi berubah," batin Saras.
Sementara Intan terus saja melamun, mengingat semua kata-kata yang di ucapkan oleh Reno.
"Putriku bernama Larasati dan anaknya bernama Rizky. Kok sama dengan nama istri dan anak, Tara?" batin Intan.
"Masa serba kebetulan, Larasati juga punya anak lelaki umur lima tahun namanya Rizky." Batin Intan seraya terus saja gelisah.
"Ya Allah, kok aku jadi semakin penasaran dengan Larasati istri sah Tara. Bagaimana jadinya jika benar kalau Larasati yang selama ini dekat denganku ternyata adalah anak kandungku?" Intan panik, gelisah, tak karuan.
"Astaghfirulloh alazdim, aku tak bisa membayangkan jika hal itu benar-benar terjadi. Jika aku adalah madu dari anak kandungku sendiri," Intan memijit pelipisnya yang serasa pening.
Kegelisahan Intan bisa terbaca oleh Bu Mita yang tak sengaja melintas di teras halaman.
"Nak, kamu nggak jadi ke restoran? apa kamu baik-baik saja, atau sedang kurang sehat atau sedang ada masalah?" serentetan pertanyaan keluar dari mulut Bu Mita.
"Bu, nggak usah khawatir dengan kondisiku. Ntar malah ibu jadi drop kembali, Intan nggak ada masalah ataupun sakit. Intan kan menuruti apa kata ibu, supaya jangan terlalu cape. Makanya Intan pulang untuk istirahat." Intan berkata dusta.
"Ibu, maafkan Intan yang telah berbohong. Karena Intan nggak ingin kesehatan ibu menjadi memburuk jika aku cerita yang sebenarnya." Batinnya seraya menahan rasa ingin menangis.
Selagi asik bercengkrama dengan Bu Mita, mobil Tara parkir di halaman rumah.
"Kenapa Tara sudah pulang?" Intan terus menatap heran akan kepulangan Tara.
"Aku ingin bicara denganmu sekarang juga." Tiba-tiba Tara menarik paksa tangan Intan.
Perilaku Tara yang kasar membuat geram Bu Mita.
"Tara, hentikan! kenapa kamu bersikap kasar pada istrimu, sedangkan dia saat ini sedang hamil muda!" Bu Mita kesal menampis tangan Tara yang menarik paksa tangan Intan.
"Maaf, bu." Tara langsung melepaskan tangannya pada tangan Intan.
"Sayang, ada yang ingin aku bicarakan padamu. " Tara berubah halus setelah mendapat teguran dari Bu Mita.
"Bicara saja, biar aku dengarkan." Intan menatap tajam pada Tara.
"Aku ingin bicara empat mata saja, sayang." Kembali lagi Tara berkata.
Tara melangkah masuk dalam rumah menuju ke kamar di ikuti oleh Intan. Bu Mita merasa penasaran dengan sikap Tara yang menurutnya akhir-akhir ini sungguh mencurigakan.
"Sebenarnya ada permasalahan apa dengan mereka, berapa hari terakhir sikap Intan dan Tara juga tidak seperti biasanya. Apakah sebaiknya aku ikuti mereka secara diam-diam dan mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Ah, tapi nggak etis, dan kalau ketahuan mereka pasti akan marah padaku." Batin Bu Mita diantara iya atau tidak.
Hingga akhirnya Bu Mita memutuskan untuk tidak menguntit pembicaraan antara Tara dan Intan.
Sementara Tara dan Intan telah sampai di dalam kamar, Tara tengok kanan dan kiri setelah itu mengunci pintunya dari dalam.
"Sebenarnya apa yang ingin kamu bicarakan denganku sampai berbuat kasar, jika tadi saat kamu seret aku terjatuh bagaimana? kamu akan melukai anak yang ada di kandunganku!" Intan mendengus kesal.
"Sayang, aku minta maaf karena gerak reflek secara tiba-tiba. Semua bukan unsur kesengajaan." Tara menangkupkan kedua tangannya.
"Sudahlah, nggak usah berbasa basi. Cepat katakan apa yang ingin kamu katakan!" Intan sudah sangat geram.
"Sayang, untuk apa kamu curhat pada Laras? dia itu wanita yang kurang normal, seperti yang waktu itu katakan padamu. Sejak meninggalnya suaminya, dia jadi seperti yang kamu lihat." Tara berkata dusta.
"Kamu pikir aku mudah dibohongi, dulu memang aku bodoh dengan kepolosanmu. Namun sekarang aku telah tahu semuanya. Intinya, kamu nggak mau menikah resmi denganku karena kamu telah punya istri sah!" Intan mulai emosi.
"Pantas, selama dua tahun kamu bersamaku. Kamu selalu saja beralasan tugas ke luar kota, ternyata untuk menemani istri sahmu!" kembali lagi Intan berkata.
"Pokoknya aku nggak mau tahu, setelah anak ini lahir, kita pisah!" kata Intan sudah tak bisa lagi membendung rasa emosinya.
Intan terkulai lemas duduk di pinggir pembaringan. Perlahan air matanya berderai.
"Aku nggak menyangka, ternyata kamu seperti mantan suamiku. Bedanya dia menusukku dari depan dan kamu menusukku dari belakang." Tangis Intan tak dapat di hindarkan.
"Aduh, bagaimana ini? aku gagal membujuk Intan, aku nggak bisa bayangkan jika Intan benar-benar lepas dariku. Aku pasti nggak punya apa-apa lagi, karena semua yang aku punya adalah seutuhnya milik Intan," Tara terus saja menggerutu dalam hati.
"Sayang, sampai kapanpun aku nggak akan menalakmu. Camkan itu!" Tara berkata dengan nada tinggi.
"Baiklah, kalau begitu kamu ceraikan Laras dan menikah resmi denganku." Intan sengaja memojokkan Tara.
"Bagaimana bisa aku menceraikannya, sedang aku tak pernah menikahinya." Kembali lagi Tara berkilah.
"Bohong! sampai kapan kamu akan terus berkilah. Serapat-rapatnya kamu menyimpan bangkai, pada akhirnya akan tercium juga." Intan mendengus kesal.
Setelah Intan berkata hal itu, Tara tak bisa berkata lagi. Dia hanya diam seribu kata.
******
Mohon dukungan like, vote, favorit..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 219 Episodes
Comments