Di dalam CCTV terlihat jelas, jika ada seorang wanita membawa plastik berisikan beberapa ekor kecoa mati.
Dia mengamati kondisi dengan melihat di sekeliling, setelah aman dia menaburkan kecoa tersebut pada makanan yang di pesannya.
"Maksud saya seperti ini, jika tadi kalian bertindak cepat dan tidak membiarkan wanita itu pergi begitu saja. Kita bisa menjernihkan permasalahan pada para pembeli lainnya jika semua ini hasil rekayasa. Kita bisa langsung memperlihatkan bukti rekaman CCTVnya pada para pembeli."
"Dan wanita itu bisa kita laporkan pada aparat hukum. Bisa kita minta keterangan lebih lanjut, apakah dia murni bekerja sendiri? atau ada orang di balik dia."
Demikian penuturan Intan yang membuat dua karyawatinya merasa malu atas kebodohannya.
"Kalian tahu, jika tadi kita bisa langsung menjernihkan masalah. Tidak ada makanan yang berserakan di meja dengan sia-sia."
"Begini saja, kalian urus kekacauan ini. Semua makanan yang tadi tidak sempat di nikmati oleh para pelanggan, kita sedekahkan."
"Kalian berdua mintalah bantuan pada karyawan yang lain untuk packing makanan."
"Bagikanlah pada pemulung, tukang becak, tukang parkir, dan anak-anak jalanan. Aku akan mengurus kekacauan yang di buat oleh wanita asing itu."
Demikian perintah Intan pada dua karyawatinya. Setelah selesai berurusan dengan karyawatinya, Intan melangkah pergi untuk menyelesaikan kekacauan tersebut.
Namun saat akan masuk dalam mobil, dia merasakan kram pada perutnya.
"Auw, perutku sakit sekali." Intan merintih kesakitan seraya terus memegangi perutnya.
Intan meraih ponselnya, dia memencet nomor ponsel Tara.
"Terpaksa aku harus minta tolong, Tara. Sudah nggak kuat rasanya." Intan memencet nomor ponsel Tara.
Sementara Tara yang sedang tidur nyenyak, tak mendengar adanya telpon. Membuat Intan tambah gelisah dibuatnya.
"Aduh, kenapa nggak di angkat juga!" Intan mendengus kesal seraya terus mencoba menelpon Tara.
Lain halnya di rumah Laras, dia merasa terganggu dengan bunyi ponsel Tara. Sehingga dia lekas melangkah ke kamar.
"Mas Tara, kalau sudah tidur seperti bangkai. Nyenyak minta ampun, sampai ada telpon berkali-kali tak mendengar." Laras melangkah ke kamar dan menghampiri ponsel milik Tara.
Namun saat Laras akan mengambilnya, Tara lekas mengambil ponselnya terlebih dulu.
"Kamu mau ngapain dengan ponselku." Tara menatap tajam Laras.
Sekilas Tara melirik pada ponselnya, untuk mengetahui siapa yang menelponnya.
"Intan, pasti dia telah berubah pikiran dan akan mengaktifkan kembali semua kartuku serta mengijinkanku kerja di kantor lagi."
Tara lekas mengangkat telponnya dan melangkah keluar kamar. Laras mengikutinya dari belakang, ada sedikit rasa ingin tahu dalam hatinya.
"Mas, siapa yang menelponmu sampai berkali-kali?" tanya Laras menyelidik.
"Urusan kantor, mau tahu saja kamu." Jawabnya ketus seraya melangkah tergesa-gesa ke mobilnya.
"Aku harus cepat sampai, jangan sampai terjadi apa-apa pada calon bayiku. Seperti yang terjadi pada janin yang di kandung oleh Laras." Tara tancap gas dengan melajukan mobil menggunakan kecepatan tinggi.
"Jika kelak bayiku lahir, ini bisa mempererat hubunganku dengan Intan. Dan dia bisa merubah keputusannya untuk berpisah denganku." Gerutunya seraya terus melajukan mobilnya.
"Aku harus selalu bersikap manis, dan mulai sekarang aku akan perbanyak waktuku bersama Intan karena dia sedang hamil. Jika aku memperhatikannya, dia pasti akan mengaktifkan semua kartuku juga mengijinkanku memimpin perusahaan kembali." Gerutunya menyeringai licik.
Tak berapa lama, Tara telah sampai di parkiran mobil. Dimana saat ini Intan sedang merintih kesakitan. Seraya terus memejamkan mata dan memegangi perutnya.
*******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 219 Episodes
Comments
Nonny
entah kenapa aku buat cerita sprt ini
2022-04-23
1