Apa yang di pikirkan oleh Intan memang benar adanya, jika saat ini Tara sedang bersama Laras. Sedang menemani Laras di rumah sakit. Karena Laras belum juga di ijinkan pulang.
"Loh, mas. Kok kamu sudah pulang? memangnya tugasmu sudah selesai?" Laras kaget saat melihat kedatangan Tara.
"Aku nggak tega kalau kamu harus sendirian, jadi aku minta pada rekan bisnisku untuk sementara waktu tidak bertemu dulu," Tara tersenyum seraya mengedipkan mata pada Laras.
"Mas, katanya papi sama mami akan kemari tapi kok sampai sekarang belum sampai juga, coba kamu telpon." Laras meminta Tara untuk menelpon orang tuanya.
Baru saja akan memencet nomor ponsel Reno, tiba-tiba Reno dan Saras telah berada di balik pintu di mana saat ini Laras di rawat.
"Pi, mi. Padahal aku baru saja meminta Mas Tara untuk menelpon, aku pikir kalian tidak jadi kemari," Laras sangat senang saat di jenguk orang tuanya.
Saat melihat Laras, sejenak Reno teringat Intan.
"Nak, tadi papi ketemu ibu kandungmu. Sekarang papi baru sadar, jika tindakan papi dulu itu salah. Kasihan juga ibumu, pasti sampai sekarang merindukanmu." Batin Reno.
Laras merasa ada yang aneh dari cara Reno menatapnya.
"Pi, apa ada yang aneh sama Laras? kok cara pandang papi ke Laras nggak seperti biasanya?" Laras menatap menyelidik.
"Masa sih, itu hanya perasaanmu saja. Papi hanya iba sama kamu, wajahmu terlihat pucat nggak seperti biasanya," Reno mencoba menutupi kegugupannya.
"Papi itu lucu, kan Laras sedang kurang sehat ya wajahnya pucat," Sela Saras.
Sejenak Saras menyeret tangan Reno menjauh dari Tara dan Laras.
"Mas, jangan bilang kalau kamu sedang ingat Intan! awas ya, mas. Kalau kamu sampai membuka rahasia masa lalu kita pada Laras, aku pastikan kamu akan hidup di jalanan!" bisik Saras mengancam Reno.
Reno hanya diam tak bergeming saat mendapat ancaman dari Saras.
"Mi, pi, kenapa sih kok ngomongnya menjauh dan berbisik? jangan bilang kalian menyembunyikan sesustu dariku," tiba-tiba Laras memanggil orang tuanya.
Hingga keduanya kembali mendekat pada Laras.
"Kamu jangan berpikiran kalau kami ini menyimpan suatu rahasia darimu." Saras mencoba memberi pengertian.
"Jika memang kalian tak menyembunyikan sesuatu kenapa pula harus menjauh ngobrolnya, dan berbisik pula." Intan masih curiga dengan sikap orang tuanya yang menurutnya tak wajar.
"Sayang, kamu nggak boleh curiga sama orang tuamu sendiri. Harusnya kamu fokus sama kesehatanmu," Tara mencoba menasehati Laras.
"Kamu nggak usah mencari perhatian dari kami, karena sampai kapanpun aku nggak akan merestui anakku bersamamu," Saras melirik sinis pada Tara.
Saras tak pernah akur jika berada dekat dengan Tara. Dari dulu Saras tidak merestui pernikahan Laras dengan Tara. Hanya karena Tara cuma seorang pegawai biasa dan tak berharta.
Namun pada saat itu, Laras telah hamil duluan hingga terpaksa harus di nikahkan dengan Tara.
Namun rasa kecewa terus saja berlanjut sampsi sekarang.
Meskipun orang tua Saras kaya, namun orang tuanya tak mengijinkan Tara untuk bekerja kantornya.
Sehingga Tara berbuat nekad, tanpa sepengetahuan Laras, dia menikahi Intan.
"Jika orang tuamu tidak pelit, dan mengijinkanku bergabung di perusahaannya, aku nggak akan mungkin menikahi Intan hanya demi kekayaanya saja," batin Tara seraya menahan rasa sakit hatinya oleh setiap ucapan Saras.
"Mi, mau sampai kapan bersikap acuh dan kasar pada suamiku, padahal Mas Tara mandiri punya perusahaan sendiri." Laras mencoba menegur Saras.
"Iya, mi. Sekarang ini Tara sudah menjadi bagian hidup dari keluarga kita. Berdamailah dengannya dan terimalah dia sebagai menantu kita," Reno ikut memberi pengertian pada Saras.
"Kalian ayah dan anak sama saja, lagi pula kamu tanpaku juga bukan apa-apa, Mas!" Saras kesal melangkah pergi dari ruang rawat tersebut.
"Mi, kamu mau kemana?" Reno berlari menyusul Saras.
Sejenak Saras berhenti.
"Aku mau pulang saja, untuk apa aku disini? kamu dan anakkmu nggak anggap aku ada, kalian selalu saja membela Tara!"
"Ya sudah, kalau mami mau pulang. Papi ikut pulang ya." Reno merangkul Saras.
"Senyum dong, mi. Jangan cemberut terus, entar hilang cantiknya." Goda Reno mencolek hidung Saras.
Murung dan kesal Saras perlahan hilang.
"Kamu itu paling bisa mengambil hatiku, dan membuatku tersenyum kembali. Terima kasih ya, pi."
Mereka berlalu melangkah bersama menuju mobil, dan segera asisten pribadi melajukan mobilnya.
"Jika bukan karena kamu kaya raya, mungkin sudah aku tinggalkan. Bahkan aku telah menyesal telah meninggalkan wanita sebaik Intan hanya demi harta yang Saras miliki. Aku akan mencari tahu dimana saat ini Intan tinggal," batin Reno.
Berbeda situasi di rumah Intan, saat ini pikiran terus traveling pada suami dan Laras.
"Aku harus selidiki ke rumah sakit dimana saat ini Laras di rawat, apakah suamiku sedang berada di sana." Intan mengecek kamar ibunya.
"Ibu sudah tidur, mungkin pengaruh obat. Baguslah, dengan begini aku bisa leluasa pergi." Intan melangkah pergi dari kamar ibunya.
Sejenak Intan melangkah ke paviliun belakang, berpamitan pada beberapa asisten rumah tangganya.
"Bi Minah, Bi Mumun, aku titip ibu. Jika ibu bangun dan mencariku, bilang saja aku sedang berada di restoranku yang di pusat kota," Pesannya pada dua asisten rumah tangganya.
Intan langsung melangkah ke mobilnya dan melajukannya ke arah rumah sakit dimana saat ini Laras sedang di rawat.
Setelah sampai di rumah sakit, yang langsung saja Intan melangkah ke ruang rawat Laras.
"Kenapa dadaku berdegup kencang, sepertinya aku akan melihat hal yang membuatku kaget." Perlahan Intan membuka pintu ruang rawat Laras.
Intan benar-benar di buatnya kaget, saat melihat Tara sedang memijit kaki Laras seraya bercanda ria.
"Bu Intan, masuk bu." Sapa Laras membuyarkan lamunan Intan.
"Aduh, kenapa Intan kemari lagi?" batin Tara dengan wajah panik dan menahan malu karena telah berbohong pada Intan.
Intan perlahan masuk menghampiri Laras, dengan mata sesekali melirik sinis pada Tara.
"Bagaimana kondisimu, Laras? cepat sembuh dong, karena aku rindu shopping bareng kamu." Intan mengusap lengan Laras seraya mencoba tersenyum.
"Sudah baikan kok, bu. Besok pagi juga sudah di ijinkan pulang. Entah kenapa, aku juga rindu jalan-jalan bareng ibu," Laras tiba-tiba terkekeh.
"Entah kenapa, aku bahagia saat melihat senyum ceria Laras. Tapi aku juga merana melihat suamiku bersamanya," batin Intan.
"Laras, betapa beruntungnya kamu. Mempunyai suami yang sangat sayang dan perhatian denganmu," Intan melirik pada Tara.
"Alhamdulillah, bu. Setelah 8 tahun menikah dan dikaruniai anak, kami berdua tetap langgeng. Walaupun tidak di pungkiri kerap kali dalam rumah tangga kami juga sering melewati berbagai permasalahan," Laras menyunggingkan senyum.
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 219 Episodes
Comments