Sudah hampir tiga hari sang kekasih berada di kota Pelajar untuk meninjau lokasi proyek, dan sudah tiga hari pula Alisha tak dapat tenang karena sang kekasih yang terus saja mengiriminya pesan hampir satu jam sekali, sungguh pacar yang posesif.
"Nggak makan siang lu?" ucap Luna sang sahabat yang datang ke lantainya.
"Bentar deh!" ucapnya masih fokus dengan komputer yang ada di hadapannya.
"Gue udah pesen gado-gado sama mas Dono, bentar lagi juga di anter!" ucapnya.
"Lo memang sahabat terbaik!" ucap Alisha mencubit pipi Luna gemas.
"Merah Alisha!" rengek Luna mengusap pipinya, sedangkan Alisha justru tertawa melihat wajah cemberut sahabatnya.
Luna adalah teman Alisha dari mereka di bangku kuliah, walau mereka berbeda jurusan namun tak membuat mereka menjauh justru semakin dekat, bahkan Alisha juga sangat dekat dengan kedua orang tua Luna. Alisha menganggap orang tua Luna bagai orang tua sendiri mengingat ia sudah tak memiliki keduanya, Alisha kini hanya memiliki satu kakak kandung yang tinggal bersama suaminya di Bandung.
"Sampai kapan pujaan hati lo di Jogja?" tanya Luna.
"Satu minggu katanya! tapi berasa dia gak di Jogja!" cetus Alisha sambil menggelengkan kepalanya.
"Maksud lo!" tanya Luna.
"Ya, seperti biasa Lun, satu jam sekali dia bakal kirim pesan atau telepon kalau waktunya ada!" Luna tertawa terbahak.
"Posesif banget sih, Pak Reza. Nggak nyangka, mantan Playboy bisa begitu!" serunya, Alisha hanya bisa menggelengkan kepalanya malas.
"Permisi, Mbak Luna!" seorang OB yang bernama Dono datang membawakan pesanan Luna, Alisha yang sudah lapar langsung menghentikan pekerjaannya dan langsung melahap si gado-gado.
Tanpa terasa Jam makan siang usai, Luna yang memiliki pekerjaan banyak segera pamit dan kembali ke ruangannya yang berada di lantai 5.
"Al, keruangan saya!" Asisten pak Ryan memanggilnya lewat sambungan telepon.
"Baik, Pak!" Alisha berdiri dan merapikan kemejanya.
"Permisi, Pak Bagas!" Alisha masuk dan berdiri di depan meja.
"Kamu tolong cek berkas yang barusan saya kirim via email, tolong di lihat detailnya dan rapikan setelah itu berikan ke saya dalam berkas jadi!"
"Baik, Pak!" Alisha mengangguk, maaf pak saya belum bisa menjenguk Ibu Ninda.," lanjut Alisha.
"Tidak apa-apa nanti saja jika pekerjaanmu longgar!" jawabnya sambil terkekeh.
"Kapan longgarnya, Pak!" jawabnya Alisha dengan wajah sedihnya.
"Terimakasih atas kiriman kadonya, bermanfaat sekali!" ujar Bagas.
"Sama-sama Pak, itu sesuai seperti apa yang di katakan kakak saya, apa saja kira-kira yang di butuhkan bayi baru lahir!" ucap Alisha seraya tersenyum.
"Saya doakan semoga jodohmu juga disegerakan, agar bisa segera menyusul!" ucap pak Bagas mendoakan Alisha.
"Terimakasih, Pak." Alisha mengangguk.
***
Suara ketikan menggema cukup keras di ruangan yang sepi itu, Alisha yang sedang fokus mengerjakan tugas dari asisten Ryan, mendesah kesal karena ulah sang kekasih yang menghubunginya terus menerus.
"Mas Reza nih apa-apaan sih!" geramnya
"Iya, halo Mas!"
"Kenapa lama sih sayang, 5 kali loh!" serunya.
"Pekerjaan aku banyak, Mas. Ini aku lagi rapikan berkas!" jawabnya menahan kesal.
"Oke kalau begitu! aku akan kirim pesan satu jam lagi, langsung balas oke?" ujarnya.
"Iya, Mas!" jawab Alisha lembut.
"Haah!" Alisha mengacak rambutnya geram.
"Selalu begini!" serunya kesal.
Disebuah Butik dan salon kecantikan ternama di ibu kota seorang pria sedang memandang matahari sore yang sedang memancarkan sinarnya di sebalik awan yang menggumpal dari balik tirai ruangannya.
Kedua netra matanya memandang jauh, entah apa yang sedang dipikirkannya, sesekali helaan nafas terdengar seperti sebuah kelelahan namun juga seperti sebuah rasa kecewa.
"Apa yang harus aku lakukan?" lirihnya bertanya pada dirinya sendiri.
Bahkan dering ponsel tak membuat lamunannya terhenti, sedangkan seorang diseberang sana mengumpat kesal karena tak ada satu jawaban pun dari si pria ini yang sudah ia hubungi lebih dari sepuluh kali.
"Aku tahu perasaan yang ada padaku memang aneh, tapi aku tidak tahu ini kesembuhan atau hanya gundah ku saja!" gumamnya.
Dimana hari ia bertemu Alisha, di hari itu ia baru tiba di indonesia setelah pulang dari singapura untuk berobat, bukan penyakit berbahaya, namun jika tak di obati akan berdampak buruk untuknya dan karirnya.
"Halo?" ucapnya menjawab telepon yang terus berdering.
"Astaga kemana saja kau, Vier?" seru seorang lelaki diseberang sana.
"Apa mau mu?" tanyanya.
"Kita harus bicarakan ini, kau tak bisa memutuskan sepihak hubungan kita!" pekiknya.
"Dari awal semua langkah yang kita ambil salah Andra!" jawabnya penuh kesedihan.
"Tapi aku mencintaimu! rasa ini tidak salah!" bujuknya.
"Maaf!" jawabnya pelan.
"No, jangan ucapkan maaf! kita lanjutkan hubungan ini, ok! pungkasnya.
"Aku tidak bisa, aku mau sembuh!" lirihnya.
" Kita tidak sakit, sayang!" jawabnya mencoba merayu.
"Tolong! sementara jangan ganggu aku!"
"Tut tut." panggilan berakhir.
Pria bernama Vier itu menatap ponselnya dengan penuh kesedihan, dilema di dalam hati serta tubuhnya membuatnya melangkah dalam kubangan yang kini sulit ia hindari.
Tok tok
"Masuk!"
"Permisi, Bos!" ucap salah satu karyawannya.
"Ada apa?"
"Ada, Nyonya besar, Bos!"
"Mami?" Vier terkejut.
"Kenapa?" Seru wanita paruh baya yang di panggil Mami oleh Vier.
"Permisi Nyonya," pamit karyawan Vier. Wanita paruh baya itu mengangguk dan tersenyum.
"Ada apa, Mi?" tanya Vier sang anak lelaki satu-satunya.
"Apa iya harus ada masalah dulu baru mami datang ke tempat anak mami sediri?" serunya.
"Bukan gitu, Mi. Biasanya Mami yang nyuruh Vier ke rumah," elaknya.
"Kapan kamu akan menikah Vier? rumor itu semakin menyebar, apa kamu tidak takut karirmu hancur?"
"Biar saja! toh itu hanya rumor, Mih!" jawabnya sambil mendekat ke arah sang mami duduk.
"Ryan sudah punya anak satu, kamu kapan?"
"Ya ampun, cari istri dulu Mi! anak ntar nyusul!" jawabnya sambil tersenyum
"Rubah penampilan centil kamu ini, Vier!" geram sang mami.
"Mih, ini sudah jadi identitas Vier!" ucapnya sambil menyibakkan rambut indahnya itu.
"Ya sudah terserah kamu, Mami kesini cuma mau minta kamu datang ke rumah om Raja!"
" Om Raja bukannya lagi di jerman ngantar tante Nadine?" tanya Vier memastiakan,
"Bulan depan mereka pulang, si Reza mau lamar pacarnya!" ketus sang ibu.
"Sejak kapan Reza punya pacar?" pertanyaan bodoh yang membuat snag ibu semakin dibuat geram.
"Sejak Nabi Adam lahir!" ketus sang mami membuat Vier tertawa keras.
" Dulu kamu selalu nurut sama mami, kenapa sekarang gak, kamu merubah Vier!" sambil mengusap lelehan air mata yang tak sengaja menetes.
"Nah kan, pasti leleh es krimnya?" ujar Vier mencoba bercanda agar sang mami tak larut dalam kesedihan dan kekecewaannya.
"Kamu, ih!" memukul dada Vier pelan.
"Doakan saja Vier tetep sehat mih, insha Allah kalau Tuhan berkehendak jodoh pasti datang,"
" Jodoh yang sesungguhnya," batin Vier.
"Ya sudah, Mami akan terus berdoa agar kamu diberikan jodoh yang baik dan cantik," tuturnya.
"Vier sayang Mami," sang mami mengangguk dan mencium kening anak kesayangannya lembut.
"Ah ya, mami jadi lupa. Mami datang sekarang sengaja untuk ngingetin kamu, karena semua persiapan tante Nadine mau kamu yang kerjakan," tutur sang Mami.
"Iya Mih, Vier akan masukkan agenda,"
"Jangan lupa!" sang anak mengangguk memastikan.
Obrolan ibu dan anak itu berlanjut begitu saja, Vier yang selalu menjadi pendengar setia setiap curhatan sang mami hanya mendengarkan dan sesekali menimpali, semenjak sang ayah meninggal beberapa tahun silam hanya ia yang menjadi pendengar setia sang mami, karena kakak perempuannya memilih mengikuti sang suami ke Singapura untuk melebarkan bisnisnya disana.
...🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤...
Hai readers....🥰🥰🥰🥰
aku sarankan jangan membaca novel ini lompat lompat ya,agar dapat feel nya gitu,karena ada beberapa bab yang menceritakan satu waktu.jadi mohon jangan di skip ya...
Terimakasih sudah bersedia mampir...🙏🙏🙏
dukungan kalian adalah penyemangat ku...🥰🥰🙏🙏
Lope Lope sekebonnn....💕💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
meE😊😊
maksud y vier itu g*y ya??
2023-04-04
0
Memyr 67
banyak yg like, kok yg komen dikit?
2023-03-24
0
Laila Umami
SMA author
2022-08-23
1