"Hati hati di jalan, ya, sayang!" Reza mengusap surai wanitanya yang seperti gelombang lautan biru itu.
Hari ini Alisha akan bertolak ke kota Bandung untuk mempersiapkan dirinya dalam rangkaian proses menuju ijab kabul. Siang tadi Praja sang kakak ipar datang untuk menbawa Alisha ke Bandung.
"Iya, Mas!" Alisha memeluk Reza sangat erat. Seakan ada sesuatu yang mengganjal dihatinya tentang Reza.
"Siap Alisha?" Alisha menoleh ke arah sang kakak ipar, mengangguk dan tersenyum tanda dia sipa untuk berangkat.
Di kediaman Reza hari ini tampak cukup sibuk. Para art serta beberapa orang terlihat mondar - mandir untuk melakukan pekerjaan mereka masing -masing. Malam nanti di sini akan di adakan pengajian dan doa bersama untuk mendoakan calon pengantin berharap bahwa mereka bisa melakukan setiap prosesnya dengan baik hingga kata SAH di lontarkan oleh penghulu. Dan esok hari mereka akan bertolak ke Bandung dan akan menginap di hotel yang sudah Ryan siapkan untuk keluarga besarnya itu.
Sedangkan di tempat lain Dua orang beda gender sedang melakukan pembicaraan yang cukup serius. Si wanita kalut karena pria yang ia kirimi foto beberapa waktu lalu sama sekali tak menggubrisnya jangankan menhubunginya, membalas pesan yang dia kirimkan saja sepertinya enggan dilakukan pria itu.
"Lo yakin?" wanita itu mengangguk.
"Anak ini butuh pengakuan Ayahnya. Jika dia nggak peduli sama gue, nggak masalah," tuturnya.
"Tapi lo yakin, itu anaknya?" ucap si pria merasa wanita dihadapannya ini tidak cukup meyakinkan,
"Gue yakin!" tegasnya.
"Setelah malam itu, gue nggak pernah berhubungan dengan siapapun," lanjutnya lagi. Si pria sedikit tak percaya karena ia tahu bagaimana pergaulan wanita di hadapannya ini namun dia berusaha menepisnya.
"Gue dapat kabar dari grup teman kuliah. Jika dia akan mengadakan pernikahannya besok di Bandung. Sedangkan resepsinya akan di selenggarakan di sini."
"Gue udah kirim hasil medis padanya. Namun, dia sama sekali tidak meresponnya," ucap si wanita sambil mengusap wajahnya, bingung.
"Jelas! dia akan menikah Davina!" serunya. Merasa bahwa wanita bernama Davina itu terlalu naif.
"Siapa yang akan percaya hanya dengan foto kertas medis. Bisa saja di palsukan kan!" tuduhnya.
"Lo nuduh gue bohong? lo gak lihat gimana bentuk badan dan perut gue ini!" pekiknya kesal.
"Wo wo. Sabar Dav, anak lo terkejut nanti."
Pria itu tertawa melihat Davina yang cukup kalang kabut karena permasalahan ini.
"Ini semua juga salah lo! untuk apa lo naruh obat itu di minumannya!" si pria terkejut. Tak mengira wanita di depannya ini tahu apa yang dilakukannya.
"Kenapa lo diem? kaget?" pria itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Gue juga cuma iseng!" lirihnya.
"Iseng! lo gak liat hasil dari ke isengan lo?" sarkasnya
"Lagian kenapa lo waktu itu nawarin diri buat anter dia ke hotel. Dari awal lo udah tertarik sama dia, cih! nyalahin gue. Sok suci lo!" sarkasnya.
"Bre*ng*sek!" pekiknya.
"Kalau lo gak terbuai semua ini juga gak akan terjadi!"
Seakan luka yang ditaburi dengan garam wanita bernama Davina itu memejamkan matanya merasakan kekesalan yang tak lagi bisa dia ungkapkan.
"Brak!"
Si pria yang di panggil Arav itu keluar kamar hotel dan membanting pintunya cukup keras.
"Semua cowok si@lan!" pekik Davina yang melihat Arav pergi begitu saja tanpa memberikan solusi apapun padanya.
***
Sore hari di kediaman tuan Wisma sudah ramai oleh para tetangga yang ikut membantu persiapan acara. Alisha yang sudah tiba kemarin sedang berada di dalam kamar untuk beristirahat. Karena ibu mertua sang kakak melarangnya untuk melakukan apapun. Pamali. Katanya.
Baju dan beberapa perlengkapan untuk proses ijab kabul besok sore juga sudah tertata rapi di dalam kotak kotak besar yang diletakkan di atas meja kamarnya.
"Lagi apa, Dek?" tanya Anisa yang masuk kedalam kamar Alisha serta membawa si mungil penerus generasi tuan Wisma.
"Rebahan, nggak boleh bantu apa - apa!" kesalnya.
"Calon nganten mah harus gitu, tetep tenang di dalam kamar sampe pangeran datang," ujar Anisa sambil mengulum senyumnya.
"Kak?" panggil Alisha.
"Ada apa?" jawan Anisa.
Kakak dulu waktu nikah sama Mas Praja ngerasa ada yang aneh nggak?"
"Aneh gimana, maksudmu? Udah ah, semua keraguanmu itu hanya karena nerveous saja," ujar Anisa.
"Mungkin ya, Kak." Anisa mengangguk dan mengusap pundak sang adik pelan untuk menguatkannya.
Beberapa hari ini Alisha memang merasa sedikit ada yang tak nyaman di hati dan pikirannya. Namun setelah ia mencoba mengkaji pada logikanya. Dia tak menemukan jawaban apapun atas ketidak nyamannya yang ada di hatinya.
**
Malam hari selepas mahgrib.
"Assallamualaikum! selamat malam. Terima kasih atas ke datangan bapak dan ibu dalam acara pengajian ini mohon doa agar pernikahan anak kami yang bernama Alisha Lintang yang akan di langsungkan besok di berikan kelancaran serta menjadi pahala yang tak terhingga.
Sepatah dua patah tuan Wisma ucapkan untuk membuka acara pengajian itu. Sebagai kepala rumah tangga.
Di kediaman Reza pun sama malam ini di sana juga sedang melakukan acara tersebut. Hampir seluruh keluarga besar datang ke acara ini. Bahkan Vier yang jarang sekali terlihat juga Tampak hari ini. Walau beberapa saudara dari sang ayah banyak yang mencibirnya, namun ia tak pernah mempermasalahkan itu. Baginya pendapat sang ibu adalah yang paling utama.
"Vier?" panggil wanita paruh baya penghasil ketampanan seorang Reza. Karena reza mendapatkan wajah blasterannya dari sang mami yang memang asli keturunan Jerman.
"Iya, Tante," jawab Vier dengan senyum tampannya.
"Bagaimana untuk persiapan resepsinya?" tanya sang tante.
"Berjalan sesuai kemauan keduanya, Tan. Gaun serta persiapan lainnya juga sudah Vier siapkan dengan baik."
"Untuk resepsi semua kamu yang pegang 'kan?" Vier mengangguk. Membuat sang tante bernafas lega.
"Makasih ya udah bantu Reza," ucap sang tante tulus.
"Sama - sama Tan. Reza saudara Vier. Sudah sepantasnya Vier membantu," ujarnya sambil tersenyum ke arah sang tante.
"Semoga kamu cepat di pertemukan sama jodohmu, ya Vi," ujar sang tante mengusap surai rambut Vier yang sedang dia gerai. Walau berita di luar sana ramai dengan vier yang seperti ini dan itu. Namun mami Nadine tak pernah mencibir atau mengolok Vier. Karena dia cukup menghormati sang asik ipar yang begitu mencintai anaknya ini. Namun sayangnya itu semua tidak berlaku dengan tuan Raja. Setelah Vier menjadi seorang desainer terkenal justru ia bersikap lain. Apalagi berita tentang Vier cukup membuatnya harga dirinya terluka.
" Semoga, Tan!" jawab Vier.
Sedangkan di sisi sana Ryan yang melihat Reza sedikit aneh mendatangi pria itu bermaksud bertanya, apa ada hal yang sedang terjadi pada Alisha.
"Kenapa?"
"Alisha nggak bisa di hubungi? " tanya Ryan. Karena dari tadi Reza terus fokus pada ponselnya.
"Iya," jawabnya singkat.
"Mungkin disana juga lagi repot. Sabar, besok juga ketemu, ganti status lagi!" serunya.
Reza yang mengingat akan status baru yang akan berubah menjadi suami dari Alisha langsung menarik kedua ujung bibirnya membuat lengkungan senyuman. Baginya tidak ada hal yang lebih penting dari Alisha. Dia yakin semua akan baik - baik saja. Toh, apa yang dikirimkan seseorang itu belum benar adanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments