Jawab dong Dinda...aku juga menginginkannya. Bisik hati Zaidan.
Dengan senyum mengulum Dinda memberikan penjelasan pada tuan putri kecil.
"Anya sayang. Ammah juga sangat ingin bisa bersama kalian, sebagai bunda Anya sesungguhnya. Tapi bila tidak menjadi bunda sesungguhnya, ammah akan selalu sayang sama Anya. Anggap saja sebagai bunda. Ammah suka kok..do'a ammah selalu untuk kalian. Dan yang terpenting Anya harus selalu bahagia."
Aduh jawabannya kok mbuletisasi bin membingungkan. Ya atau tidak begitu saja Dinda ... teriak hati Zaidan, gemas dibuatnya.
"Oh ... berarti mau ?"
Iihhhh ... mau tahu hati orang dewasa saja. Susah payah cari jawaban, mentah juga.
Kecil-kecil sudah pandai interogasi. Membuat Dinda makin bingung, tak tahu harus menjawab apa, seperti kehabisan kata.
"Jawabannya ada di ayah, Anya."
Nyerah..nyerah...nyerah...ammah jangan suruh menjawab pertanyaanmu yang rumit ini.
"Ayah, bunda ...!" Anya merajuk ke pangkuan Zaidan. Ditatapnya wajah ayahnya penuh harap. Sejenak diam lalu tersenyum, sambil mengecup dahi putrinya dengan lembut.
Anak kecil polos banget permintaannya. Minta bunda kayak minta permen saja.
"Anya duduk di sini sebentar ya ..."
Zaidan melepaskan Anya dari pangkuan. Pergi menuju mobil yang terparkir. Mengambil sesuatu. Disembunyikan di dalam saku kemeja. Berjalan berlahan mendekati Dinda, yang duduk mematung. Melepaskan pizza yang hendak dimakannya.
Dengan tenang dia menatap Dinda yang tertunduk malu. Ingin menyentuk tangan Dinda tapi diurungkan. Mungkin dia akan lari. Dan merusak suasana hati Dinda. Dia bukan orang yang suka demikian.
Sejenak pandangannya menerawang. Menatap awan hendak bertanya apa yang mesti dia katakan.
Adinda Humaira. Nama yang bagus. Seingatku belum lama kita bertemu. Namun mengapa namamu yang hadir dalam do'aku. Akupun belum banyak mengenalmu. Jati dirimu, keluargamu, bahkan kesukaanmu.
Yang kutahu, hadirmu
Berlahan menyingkirkan kabut duka
Menghapus kenangan lara
Menabur pelangi di langit angan
Penuh akan warna tergambar
Kegembiraan dan keceriaan
Melintas senantiasa beriringan
Tatapan matamu memohon perlindungan
Dari seorang yang hendak engkau jadikan imam
Melewati sajadah perjalanan pengabdian
Pada yang kuasa ditujukan
Berharap hati memilki
Kasih yang hendak engkau tumbuhkan di hati
Siraman kasih Illahi menghiasi
Harapan kalbu berpaut indah pada ikatan suci
Lama terdiam, Zaidan mengumpulkan segenap keberanian untuk mengucapkan kata yang selama ini tersimpan.
"Dinda, maukah engkau jadi istriku."
Hanya itu saja yang bisa dia ungkap. Dari sekian banyak bisikan kata-kata yang dia rangkai dalam angannya.
Membuat Dinda terkesima, dan terdiam.
Ditatapnya wajah Zaidan dalam. Adakah ini main-main belaka, hanya sekedar menyenangkan putrinya atau ini benar-benar perasaan yang mendalam dari kalbunya.
Resah ini biarlah bersembunyi di balik hati. Satu yang tak bisa aku dipungkiri, putrinya membuatku tunduk pada keputusan Zaidan.
"Aku harus jawab apa?" Hanya itu yang bisa terucap dari bibir Dinda. Setelah sekian lama terdiam menghitung butir-butir pasir, terbang terbawa angin menyapanya di atas tikar.
"Hatimu teramat rapuh. Hingga keputusan itu engkau kembalikan padaku. Bila engkau percaya biarlah di bahu ini hendaklah engkau bersandar. Agar bisa kubisikkan hendak kemana biduk ini akan berlayar."
Dinda makin tertunduk, dalam diam dan terpejam. Mencoba melukiskan sebuah nama di hatinya. Yang selama ini dibiarkan kosong merana. Karena berharap imam sesungguhnya. Tak terasa bening tetesan embun terlihat disudut matanya, yang tampak berkaca-kaca. Namun tak tak disadari oleh Zaidan, karena diapun tak mampu menatap gadis yang ada di hadapannya.
"Bisakah engkau percaya ..?"
"Aku percaya."Akhirnya hati Dinda luluh juga. Membuat Zaidan ingin berteriak kegirangan. Tapi dilihatnya mata Dinda yang berkaca-kaca, spontan tangannya mengambil sapu tangan yang ada di celana dan memberikannya.
"Adakah aku telah menyakitimu ...?"
"Sudah duda masih bodoh juga."
Akhirnya Zaidan tersenyum. Dengan keberanian yang ada dia keluarkan kontak mungil bewarna merah dari dalam saku. Dan membukanya dihadapan Dinda dan disaksikan Anya. Ada sepasang cincin yang berkilauan ada di sana. Membuat Dinda terpaku.
"Maukah kupakaikan cincin ini di jari manismu?"
"Maaf, sebelum engkau memintanya pada kakakku, aku tak berani."
"Beri tahu kakakmu. Aku akan ke sana."
"Kapan?"
"Bila dirimu siap ..." Jawab Zaidan menyakinkan.
Tuhan. Mungkin ini keputusan yang terlalu cepat. Atas kebijaksanaanmu pula diriku punya daya untuk ungkapkan semua. Penuhi hasrat hati yang Engkau titipkan pada keinginan putriku ini. Bisik lirih kalbu Zaidan yang paling dalam. Sambil memeluk puterinya dengan hangat. Dan mengecup rambut dengan segenap rasa sayang.
Hembusan angin membelai lembut wajah-wajah yang berharap kasih segera sampai. Berirama dalam debur ombak yang datang berkejaran menuju tepi, mengungkapkan isi hati tengah bernyanyi. Nyata terdengar dalam gelombang bergulung-gulung yang semakin tinggi, menggambarkan hasrat hati rindu terpatri. Menggapai pantai semakin mendekat pada kami yang berkeinginan duduk berjajar dalam ikatan sah pada pandanganNya,harapan kalbu perpaut cinta. Pada langit berhias camar terbang berpasangan. Bertukar cerita tentang kehidupan. Serupakah kita dengan mereka? Yang ingin melangkah dalam cinta. Berpijak pada aturan Tuhan. Hingga halal.
Dinda hanya mampu menatap jauh langit yang tertutup awan. Memayungi lautan biru penuh gelombang. Ada rasa di sana. Kebimbangan dan keraguan hati yang ingin ungkapan hasrat. Apakah ini tidak terlalu cepat ku ambil keputusan.
Ah, aku hanya mampu berpasrah pada kehendakMu Tuhan. Qudrat irodatMu yang pasti akan terjadi. Ada suatu kebaikan yang hendak engkau tampakkan pada kami, yang tak kami sadari.
Bergelut mereka pada angan yang kian liar mengembara. Tak tahu akhirnya dimana. Nyanyian merdu tak sadar terucap dari bibir Zaidan dengan segenap rasa yang ada. Lirih menggema berpaut rasa pada jiwa yang dirudung rindu akan harapan nyata.
🎵
Adinda dikaulah matahari..
Adinda dikaulah embun pagi..
Adinda dikaulah permata hati..
Adinda ...oh adinda....
🎵
Dinda tersenyum mendengar senandung lagu yang didendangkan Zaidan.
"Janganlah memuja seseorang berlebihan."
"Siapa juga!" jawab Zaidan
"Lagu itu bercerita tentang ungkapan kasih sayang orang tua kepada buah hatinya."Zaidan mencoba menjelaskan kata hatinya dengan samar. Tapi tak bisa dia ungkapakn. Sambil menunjuk putri kecil yang ada di pangkuan.
Semilir angin laut membuat matanya terpejam.
"Tapi ... untukmu juga." ucapnya dengan lirih.
"No ... no ..." Jawab Dinda. Tak sengaja mendengar bisikan lembut, yang dibawa oleh hembusan seruni di telinganya. Membuat Dinda terdiam dan malu.
Zaidan menoleh dan tersenyum. Seolah mengerti isi hati Dinda yang tersembunyi.
"Matahari telah tinggi. Mari kita kembali."Ajak Zaidan dengan segera berdiri dengan memapah Anya yang tidur dalam pelukannya.
Dinda menganguk, lalu membereskan peralatan mereka dan meletakkannya di bagasi.
Entah mengapa terlalu banyak kata indah tercipta. Apakah ini karena cinta. Zaidan geleng-geleng kepala tak mengerti akan dirinya.
"Tolong, bukakan!" mohonnya, karena kedua tangan sedang menggendong Anya.
Lalu dinda membukakan pintu.
Zaidan meletakkan putrinya yang sedang terlelap dengan penuh kasih sayang di jok tengah. Dan menutup pintu dengan pelan pula.
"Silahkan di depan!"Ajak Zaidan dengan membukakan pintu depan untuk Dinda.
Tak ada alasan bagi Dinda untuk menolak ajakan Zaidan. Diapun duduk disamping Zaidan dengan tenang menatap ke depan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Neng Yuni (Ig @nona_ale04)
Mampir lagi kak, semangat 😊😁
2020-11-25
1
Neng Yuni (Ig @nona_ale04)
Mampir lagi kak, semangat 😊
2020-11-22
1
My sister...
semangat..
2020-10-21
0