Jauh di pinggir kota dekat persawahan, Zaidan sedang dibuat tak berdaya menghadapi putrinya satu-satunya itu. Sedari pagi sudah menggoda. Sampai-sampai harus menelpon Dinda untuk membangunkan Anya.
"Bi Rahma, tolong siapkan pakaian Anya 2 stell lengkap. Susunya jangan lupa. Oh ya ... cupper bag." Kata Zaidan sambil mendampingi Anya yang harus dipaksa minum susu dan roti.
"Adik, makan yang banyak ya!"
"Nggak mau, bosan." Dia terus merengek, membuat Zaidan bertambah bingung, karena tidak tahu apa yang diinginkan.
"Ya sudah sini ... putri ayah yang manis."
Dia raih putrinya yang masih cemberut. Dan mendudukkan di atas pangkuan.
"Anya ... putri ayah yang cantik, pintar dan sholihah. Makan ya ... ayah suapin." Zaidan terus membujuknya.
"Satu roti ini saja ya ... agar perutnya terisi dan tidak gampang sakit."kata Zaidan lembut. Tapi terus saja Anya merajuk dan cemberut.
Dengan nafas panjang, Zaidan meletakkan putrinya ke kursi yang lain. Agar dia bisa sarapan, walau hanya satu lembar roti dengan selai kacang. Sekedar untuk mengganjal perutnya yang lapar.
"Putri ayah yang manis dan sholihah. Sebenarnya ingin apa? Kok cemberut terus."
"Aku pingin jalan-jalan. Bosan di kantor terus."
"Oh itu ... baik. Tapi harus minum susunya." Bujuk zaidan. Akhirnya terminum juga susu itu, meski dengan susah payah.
"Tapi ayah harus mampir ke kantor dulu. Ada Ammah Dinda di kantor. Kita ajak Ammah Dinda jalan-jalan."
Kalau sudah menyebut ammah Dinda, semangatnya segera bangkit.
"Benar, Yah. Ada ammah di sana."
Ammah Dinda memang punya sesuatu untuk bisa melembutkan dan menaklukan putri kecilku yang manis ini.
"Insya Allah." Zaidan mengangguk kepalanya.
"Sekarang, dimakan rotinya ya ...."
Anya tetap geleng kepala.
"Ya sudah. Kita berangkat."
"Asyik ... ketemu sama ammah." Diapun berlari dengan riang untuk mengambil sandal cantiknya di rak. Tanpa perduli Zaidan yang terbengong-bengong. Dan hanya bisa tersenyum menatap keceriaan yang kembali hadir di wajah putri kecilnya itu.
"Bi, mana tasnya." Tanya Zaidan.
Bi Rahma segera membawa tas kecil yang berisi perlengkapan putri Anya.
"Bi Rahmah maaf, tolong dibereskan ini semua."
"Baik, Den."
Zaidan berlalu meninggalkan rumah yang luar biasa berantakannya karena ulah Anya sejak bangun pagi. Dengan semangat Zaidan menuju mobil yang ada di garasi. Sedangkan Anya sudah berlari mendahului, menunggu dekat mobil sambil berdiri. Dengan senyum cerianya menghiasi. Hingga Zaidan dibuat gemes dalam hati.
"Ayah jangan lama-lama. Nanti kesiangan." Celotehnya, membuat Zaidan tertawa.
"Baik sekarang masuk, tuan putri." Kata Zaidan sambil membuka pintu mobil. Mempersilahkan Anya untuk masuk layaknya tuan putri. Lalu menutupnya kembali dengan hati-hati. Kemudian dia masuk mobil lewat pintu satu lagi. Serta meletakkan perlengkapan Anya di kursi tengah. Dengan tenang, Zaidan duduk di belakang kemudi.
"Bagaiamana tuan putri, sudah siap untuk berangkat." Tanya Zaidan dengan sedikit menggoda.
"Sudah, ayo berangkat ..."jawab Anya dengan berteriak serta menggangkat kedua tangannya ke atas.
Dengan berlahan, mobil dikemudikan keluar garasi. Menuju jalanan yang di kelilingi persawahan. Sebelum memasuki jalanan kota yang ramai dengan kendaraan.
Akhirnya sampai juga mereka di kantor Zaidan yang sangat megah. Serta-merta Anya berlari menuju gedung itu. Meninggalkan Zaidan yang sedang menutup pintu mobil, dan menguncinya.
"Ayah, lambat sekali. Kalah sama Anya, cepat sedikit dong."
"Baiklah ... ayah kejar."
Ketika pintu liff terbuka, Zaidan masuk segera.
"Nach, akhirnya ayah yang menang, ayah yang jadi juara."
"Tidak bisa, Anya yang menang. Anya sudah sampai dari tadi."
"Ya, tidak bisa. Lha ... ayah yang masuk duluan." Jawab Zaidan dengan serius. Membuat putri kecilnya itu marah-marah tidak terima.
Perdebatan masih juga berlanjut hingga mereka keluar dari lif. Pegawai yang mereka lewati dibuatnya tersenyum.
"Aris, apa acara kita hari ini?" Tanya Zaidan setelah tiba di meja sekretaris nya.
"Pagi ini bapak ada metting."
"Apa perlu dibatalkan."
"Nggak usah. Hari ini Anya baik kok om Aris." Kata Zaidan sambil melirik putri kecilnya itu. Yang diajak bicara hanya diam menoleh kesana-kemari, seakan-akan ada yang dicari.
"Mana ammah. Kata ayah ada di kantor ini. Anya tidak suka, ayah bohong." Ucapnya dengan wajah cemberut.
"Anya mencari ammah Dinda?" Tanya pak Aris sambil tersenyum.
"Ya."
"Itu!"
Seketika wajahnya berubah cerah, secerah matahari bersinar menyongsong indahnya pagi. Melihat orang yang dicari berjalan menuju ke arahnya. Tanpa peduli orang di sekitarnya, Anya berlari memeluk Dinda. Yang menyambutnya dengan senyum dan pelukan hangat.
"Sudah lama menunggu." Tanya Zaidan begitu Dinda sampai.
"Belum."
"Mari masuk ke ruanganku."
"Baiklah." Refleks Dinda ingin menurunkan Anya dari pelukannya. Tapi putri kecil itu seakan tak mau lepas darinya.
"Lha, kenapa putri Anya manja sekali hari ini. Ada apa sayang?"
Dengan lembut dibelailah rambut Anya dengan penuh kasih sayang.
"Anya kangen Ammah ..."
"Sama!" Jawab Dinda sambil mengecup dahi Anya. Dengan pelan diturunkannya putri kecil itu. Dan memberinya paper bag yang dibawanya dari rumah. Anya menerimanya dengan senang sekali. Lalu dengan gembira, mereka bertiga masuk ke dalam ruangan Zaidan.
Seperti biasa Zaidan langsung duduk di kursi kebesarannya. Lalu mempersilahkan Dinda untuk duduk dihadapannya.
"Mana proposalnya?" Kata Zaidan.
"Ini Pak."
"Bagus."
"Baiklah, nanti saya transfer keuangannya sebagai modal awal."
"Terima kasih, Pak."
"Kalau gitu saya undur diri dulu, Pak."
"Sebentar Dinda. Bisakah saya minta tolong padamu saat ini."
"Apa itu,Pak. Kalau saya bisa, insya Allah akan saya bantu."
"Hari ini aku sudah janji sama Anya, untuk mengajak jalan-jalan. Apa kamu ada waktu untuk menemani kami." Dinda merasa heran, mendengar permintaan pak Zaidan. Tapi karena dia bossnya dan ditambah Anya yang telah mencuri hatinya, Dinda tak kuasa untuk menolak.
"Ke mana, Pak?"
"Ya ... kesuatu tempat yang bisa membuat Anya senang. Tapi maaf ... sekali lagi maaf sudah melibatkan kamu dalam masalah ini."
"Bisa ya ..." Mohon Zaidan sungguh-sungguh.
Dalam hati terus terang ingin tertawa melihat wajahnya yang memelas itu. Yang bisa meruntuhkan keangkuhan Dinda. Dia menganggukkan kepala, tanda setuju. Terlihat kegembiraan di wajah Zaidan. Namun sesaat kemudian nampak sedikit cemberut. Dinda memperhatikan arah pandangan Zaidan.
"Masya Allah ..." Teriak kami berbarengan melihat Anya yang sedang makan kue tart. Buttercream yang menghiasi, kini sudah berpindah tempat ke seluruh wajahnya. Bahkan poni rambutnya ikut mencicipi juga. Membuat kami tertawa.
"Ini gara-gara ammah." kata pak Zaidan
Gleegk ... enak saja menuduh.
"Benar-benar anak ayah ini." Balasku.
"Enak, Yah. Mau coba?" Dia berdiri, lalu berjalan mendekati Zaidan. Tanpa permisi langsung menyuapkan ke mulut. Karena tidak siap, terkenalah hidungnya. Jadilah mereka berdua seperti badut. Wajah penuh dengan buttercream yang manis.
"Besok bawa lagi, Ammah ...!"
"Tidak-tidak ... bisa dikerubutin semut ayah nanti."Jawab Zaidan sambil membersihkan hidungnya dengan tissu yang ada di meja dekat sofa. Kemudian menuju ke kamar mandi yang ada di ruang sebelah.
"Ammah Dinda yang manis ... ini jadi tanggung jawabmu ya ..."Perintah nya setelah kembali dengan wajah yang sudah bersih. Dengan seenaknya menunjuk padaku untuk bertanggung jawab. Sambil tersenyum kuusap wajah Anya dengan tissu. Diriku tak tahan untuk menyembunyikan tawaku, menyaksikan wajah lucu Anya dan ayahnya itu.
"Sekarang kalian berdua saya tingal meeting. Dan nanti kalau ayah kembali semua sudah harus bersih. Kalau tidak ... tidak jadi piknik. Dan jangan lupa kuenya jangan dimakan semua. Ayah juga pingin."
"Baik, Ayah."jawab kami sambil tertawa, melihat Zaidan ke luar ruangan.
"Itu laptop mu?"
"Ya, Pak?"
"Proposal nya ada di dalam kan?"
"Aku bawa dulu sebagai hukuman. Nanti aku kembalikan."
"Ya, Pak."
Apa-apaan sich pak Zaidan ini. Masak laptop dibawa juga. Tapi karena aku tidak berdaya, kujawab ya saja ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Neng Yuni (Ig @nona_ale04)
Mampir lagi kak, semangat 😊😁
2020-11-19
0
My sister...
semangat..
2020-10-19
0
🍃🥀Fatymah🥀🍃
tinggalin jejak lagi aku....
2020-09-16
0