Tak dapat kupungkiri, hati ini masih terasa kacau mengingat kejadian tadi. Membuat selera makanku hilang. Yang bisa kulakukan hanya menghibur diri, dengan menyuapi Anya. Rasanya ingin kuberlari, pergi dari tempat ini. Menghindar dari kegalauan yang menyelimuti hati.
"Dinda kamu tidak makan." kata pak Zaidan. Membuatku kaget dan gugup dihadapannya.
"Masih keyang, Pak."
"Biar aku saja yang menyuapi Anya. Kamu makan dulu."
"Tidak Pak, biar saya saja."
Zaidan termenung, melihat makanan yang masih utuh, belum tersentuh sama sekali.
"Sekali lagi, aku minta maaf atas kejadian tadi. Aku benar-benar tak sangaja."
"Tidak apa-apa"
"Ammah tak makan. Oh ... apa tak nak?" Logat upin ipinnya keluar dari bibir si mungil yang lucu. Aku hanya tersenyum tak bisa menjawab.
"Apa Anya suapin ya ..." Mungkin dengan cara itu ammah Dinda mau makan, pikirnya.
"Wah ...wah ...Anya sekarang sudah pinter. Tapi bukan itu sebabnya sayang. Percaya sama Ammah. Ammah hanya tak biasa makan di luar. Insya Allah ammah akan makan di rumah saja." Aku kehabisan kata-kata untuk menghindarkan diri dari keingintahuannya.
"Ammah jadi gemes sama kamu dech." Sambil kupeluh dia, lupa bahwa Zaidan sedang memperhatikan. Zaidan tersenyum melihat sikap Dinda terhadap putri kecilnya itu.
"Makanya jangan suka bohong. Tidak bakat." kata Zaidan tertawa. Sekedar untuk mencairkan suasana yang kaku.
Tapi sayang, Dinda merasa diledek dengan kata-kata itu.
Ya ... terusin sampai puas. Kesal rasanya tak bisa membalas. Dan hanya bisa melotot memandangnya. Tapi buru-buru dia alihkan pandangannya, ke tempat yang lain sebelum ketahuan.
"Sudah kenyang ...." Dia mengangaguk.
" Kita berdo'a ya ...." Segera dia mengangkat kedua tangannya dan menundukkan kepala. Tapi tidak lekas berbunyi. Hanya ekor matanya melirik kesana-kemari.
"Ammah Dinda, apa do'anya?"Setengah berbisik dia menoleh padaku. Aku jadi sadar bahwa aku menyuruhnya tanpa memberi bimbingan terlebih dahulu. Tetapi malah sibuk membereskan kotak makanan yang sudah berserakan di atas meja.
"Alham....dullihi. ladzi ath...amana wa saqona wa ja'alana minal mus...limin."Berlahan-lahan aku melafaldkan do'a itu. Dia mengikuti dengan baik meski terbata-bata.
"Sekarang cuci tangan dulu ...."Dia mengikuti ajakanku dengan senang. Dengan syarat harus digendong. Karena nyeri lukanya masih terasa.
"Oke, ammah mau cuci tangan dulu. Setelah ini Anya."
"Terima kasih , Dinda." Zaidan tersentuh melihat sikap Dinda yang begitu tulus menyayangi putrinya.
Kulihat kakak sudah terlebih dulu menyelesaikan makannya. Lalu membereskan sisa-sisa makanan sendiri. Dan berjalan ke wastafel unik yang menempel di dinding. Tanpa pamit terlebih dahulu, dia meninggalkanku bersama pak Zaidan dan Anya.
Kak Alfath pergi berkeliling melihat-lihat keadaan semua interior. Dari belakang hingga parkiran. Sehingga kubisa leluasa bermain-main dengan putri kecil yang manja ini. Tanpa intervensi darinya.
Tak lama Zaidan juga sudah selesai. Lalu dia mengajak Dinda untuk melihat-lihat seluruh ruangan. Di lantai bawah ada dapur , tempat cuci-cuci dan kamar mandi. Sedangkan di lantai etas terdapat satu kamar yang nyaman. Di dalamnya terdapat satu tempat tidur dan satu almari dan juga kamar mandi. Adapun musholla terletak di luar, dekat parkiran, namun terpisah dari bagunan utama.
Adapun peralatan dapur sepertinya sudah lengkap. Lalu peralatan untuk menyajikan makanan juga lengkap. Alhamdulillah, sepertinya untuk peralatan sudah beres. Tetapi ada beberapa kekurangan kecil dan itu bukan masalah. Tinggal ajukan proposal beres. Adapun untuk masalah interior menjadi tugas kakak.
"Oh ya ... jika tidak keberatan aku titip mang Udin. Orang yang selalu membersihkan tempat ini."
"Baik boss." Jawabku senang.
Zaidan terheran-heran dengan kata-kata yang baru keluar dari bibir Dinda. Sejenak dia tertegun. Dipandangannya Dinda yang asyik bermain dengan Anya, putrinya. Dia geleng-geleng kepala. Apa yang merasukimu, Dinda ....
"Apa aku nggak salah dengar ya!"
"Ada apa, Pak."
Dinda tak perduli, karena tidak sadar dengan apa yang diucapkannya.
"Tentang apa ..., Pak?"Jawab Dinda sekenanya. Belum menangkap maksud dari kata-kata bossnya. Dia teramat sibuk dengan tingkah Anya, yang minta diturunkan dari gendongannya. Ingin melihat ikan -ikan kecil yang sedang berenang.
Baru setelah menurunkan Anya, dan menuntunnya berjalan ke kolam kecil yang ada di hadapan mereka. Baru kemudian fokus memperhatikan apa yang dikatakan bossnya.
Kemudian Dinda menatap Zaidan dengan tenang. Sayang bertepatan saat Zaidan menatapnya juga. Pandangan mereka beradu, membuat Dinda tertunduk malu. Zaidan memahami itu segera mengalihkan pandangannya.
"Tadi bapak bicara apa ya?" Tanya Dinda
"Terserah, mau panggil apa."
"Boleh bapak boleh juga boss."Jawab Zaidan tertawa.
"Maksud bapak apa ya ... saya benar-benar tidak mengerti." Jawab Dinda penasaran. Ketika Zaidan tertawa.
"Bagaimana tadi tentang mang Udin, Dinda?"
"Siap boss."Sekali lagi Dinda mengucap kata yang salah. What is it ... Apa yang saya ucapkan ... dia kaget dengan kata-kata yang baru saja keluar dari bibirnya. Jadi ini tadi yang bikin pak Zaidan tertawa. Mau diletakkan dimana muka ini. Dinda tersipu ....
"Maaf pak. Nggak sengaja."
"Kenapa harus minta maaf. Aku memang bossmu. Dan kamu bawahanku."Jawabnya santai. Hanya untuk menguji mental Dinda. Karena orang seperti Dinda paling tidak suka dalam hubungan kerja ada istilah bawahan dan atasan. Yang ada adalah mitra.
"Justru lebih akrab kalau kamu panggil aku boss dari pada bapak. karena kalau bapak rasanya kok formal banget. Dan kamu tidak akan keliru menyebutku lagi ... bla ... bla ... bla" Panjang lebar Zaidan menerangkan dengan senyum yang masih tetap cool dan tenang. Membuat Dinda tak berkutik, diam dan membisu.
Akhirnya Zaidan tidak tahan juga. Lama-lama bisa menangis gadis manja ini.
"Hai ... mikirkan apa?" Suaranya membuat Dinda kaget. Seketika dia membalas dengan senyum walau tidak tulus-tulus amat, sedikit dipaksakan.
"Jadi pemimpin itu belajar fokus dan jangan sampai membingungkan dalam membuat kebijaksanaan. Bisa-bisa bawahanmu nanti tak beres melaksanakan tugas bukan karena tidak bisa tapi karena kebijaksanaan boss yang membingungkan. Bagaimanapun juga pemimpin dan yang dipimpin harus bisa menunjukkan eksitensi masing-masing dalam kebersamaan sehingga mencapai tujuan yang diinginkan." Dinda hanya bisa melongo mendengarkan ceramah bossnya yang seperti dosen killer di kampus. Nggak ada yang masuk ke otak. Bukan karena tidak paham tapi karena terpesona.
"Woi...paham tidak." Kembali Dinda senyum-senyum. Takut mengakui kalau tadi otak lagi blenk. Pikirannya hilang, mendengar ceramah yang panjang.
"Iya, ammah dari tadi nggak paham-paham juga."Anya ikut-ikutan membela ayahnya.
"Wah, ammah dikeroyok nich."
Kami lanjutkan obrolan sambil bermain-main dengan Anya. Yang sedang asyik menggoda ikan sedang berenang.
Sementara itu, kulihat kakak sudah selesai mengamati interior di seluruh tempat, masuk ke dalam. Menghampiri kami yang sedang bercanda, sambil menemani Anya.
"Bagaimana Alfath, kira-kira apa yang dibutuhkan." Kakak mengangguk dan ingin menjawab dengan segera. Tapi dicegah oleh pak Zaidan.
"Tolong nanti ajukan proposal ke saya. Jadikan satu dengan apa yang dibutuhkan Dinda. Agar kita bisa membuka restoran ini dengan segera. Paling lambat saya tunggu senin."
"Oh ya, ajari Dinda untuk membuat proposal, karena ini wewenang Dinda."
Kalau hanya bikin proposal mengapa harus minta bantuan ke kakak. Pak Zaidan ini ada-ada saja.
"Baik pak."
"Bagaimana Dinda. Sanggup?"
"Insya Allah."
"Senin."
"Oke."
Dari arah luar terlihat sebuah mobil berjalan berlahan. memasuki parkiran. Sepertinya mobil pak Zaidan sudah datang. Lalu terlihat ada seseorang yang keluar dari mobil, berjalan ke arah kami yang tengah mengobrol.
"Pak Aris, Tunggu sebentar."
"Baik pak."
"Kalau begitu saya undur diri dulu pak Zaidan."
"Ya Alfath, Dinda sampai ketemu lagi. Semoga minggu depan restoran ini sudah bisa dibuka."
"Amin ...."
"Anya ammah pergi dulu ya ... sampai ketemu lagi." Kukecup pipinya yang menggemaskan itu.
"Ya, Ammah Dinda."
"Baik-baik ya sayang sama ayah."
"Ya, Ammah Dinda." dengan wajah sedikit cemberut.
Kamipun pergi meninggalkan pak Zaidan, pak Aris dan Anya. Kembali pulang dengan setumpuk pekerjaan yang mengasyikkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Neng Yuni (Ig @nona_ale04)
Mampir lagi kak, semangat
2020-10-08
0
Sept September
semangat kakakkkk 🤗
2020-09-12
0
Erlina Khopiani
😍😍😍😍 semangat kak
2020-08-30
0