Setelah asyar adalah waktu bibi Sari untuk pulang ke rumah.
"Den, bibi pamit pulang." Begitu melihat Zaidan keluar dari kamar, menuruni tangga. Dan bertepatan mobil yang dibawa Pak Aris datang.
"Ya, bi."
"Jangan lupa besok datang lagi ya."
"Ya, Den."
"Pak Aris, tolong antar bi Sari ."
"Ya, Pak."
"Oh ya bi Sari, besok sudah ada saudara nya Pak Aris yang akan tinggal di sini. Untuk membantu pekerjaan bibi Sari."
"Terima kasih, Den."
"Mana orangnya, Pak Aris." Tanya Zaidan ketika dilihat hanya pak Aris saja yang masuk.
"Masih di luar, Pak." Jawab pak Aris.
"Suruh masuk!"
"Baik, Pak."
"Mari pak, saya mengantarkan bi Sari dulu." Kemudian pak Aris pergi dari hadapan Zaidan.
Terlihat malu-malu, seorang wanita setengah baya dengan kerudung di kepala, masuk ke ruang tamu.
"Assalamu'alaikum...."
"Wa"alaikum salam. Masuk Bi."
Dengan ragu dia masuk dan duduk di kursi ruang tamu.
"Bibi namanya siapa?"
"Rahma."
"Baik bi Rahma, sudah tahu tugasnya kan?" Diapun mengangguk.
"Sekaran saya tunjukkan kamar bibi." Zaidan mengantarkannya ke kamar belakang. Di sana sudah tersedia tempat tidur dan juga almari.
"Nanti kalau sudah selesai beres-beres tolong bersihkan kamar saya ya ....."
"Baik , Den."
Zaidan pergi meninggalkan bibi Rahma yang sedang menata baju-bajunya ke dalam almari. Duduk santai di ruang tengah, sambil memutar cennel anak-anak yang biasa ditoton Anya. Tak lama kemudian Anya turun begitu mendengar suara upin ipin, film kesukaannya.
Saat di ujung tangga, sepintas dia melihat ada orang di dapur. Ada ketakutan di wajahnya. Dengan segera berlari menuju ke pangkuan ayahnya.
"Ayah ...." Zaidan terkejut melihat Anya yang berlari kencang ke arahnya dengan ketakutan. Hampir saja menabrak meja.
"Ada apa sayang?" Dia peluk putrinya dengan penuh kehangatan.
"Itu siapa?" Sambil jarinya menunjuk bi Rahma yang baru keluar dari kamar dan berjalan menuju ke arah mereka.
"Ruangan mana yang akan saya bersihkan." Tanyanya bingung.
"Ruangan atas." Zaidan menunjukkan ruangan itu.
"Anya nggak boleh gitu sayang. Ini bi Rahma, orang yang mau jadi teman kita dan bantu Anya." Sambil mengecup dahi Anya yang terlihat masih cemas. Berlahan wajah Anya kembali tenang dan tersenyum.
"Anya, kita telpon ammah Dinda yuk !" Tiba-tiba saja terbesit ide gila di kepala Zaidan. Agar putrinya tidak lagi cemas.
"Iya, Ayah." Jawabnya kegirangan.
Dia ambil hp dan mencari-cari nomor ammah Dindanya tersayang.
"Tapi adik harus makan!"
"Hem..."Rupanya dia sudah mengaabaikanku. Zaidan tersenyum. Namun nomor yang diinginkan belum muncul juga. Wajahnya terlihat sangat kecewa.
"Nggak ada ni, Yah."
"Lha masa?!"Jawabku menggoda. Terang saja tidak ada. Namanya masih kusembunyikan.
"Mana, sini."
Dengan kecewa dia sodorkan hp. Segera kupencet nama Adinda. Langsung hp itu direbutnya.
🔸
Di ujung telpon Dinda masih berkutat dengan proposal yang dibuatnya. Dia hanya beristirahat 15 menit. Waktu yang sedikit itu, cukup memulihkan energi dan mengembalikan kesegaran tubuhnya. Untuk melanjutkan pekerjaan yang masih menumpuk. Sedapat mungkin hari ini selesai. Agar tidak menjadi beban.
Dinda ingat, bahwa nanti malam dia juga harus membuat kue pengantin untuk bu Leli. Bisa jadi malam ini dia akan begadang. Namun dia tidak mengeluh karena sudah menjadi konsekwensi pekerjanya.
Dinda mengerjakan proposal itu dengan teliti. Hingga tidak menyadari telponnya berdering berkali-kali.
Sewaktu akan membuka catatannya. Dia baru menyadari ada telpon yang masuk.
Ah ... dari boss. Ada apa ini?
Dan mengapa pakai vc?
Timbul pertanyaan dalam hati Dinda.
Tak ingin lama-lama, hati ini dibuat penasaran, lebih baik kubuka saja. Siapa tahu ada sesuatu yang penting yang akan disampaikan.
Dinda hanya tersenyum sewaktu membuka hpnya. Ternyata yang muncul wajah Anya tersayang.
"Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh, ada apa Anya sayang."
"Ammah sedang apa?"
"Ammah sedang sibuk sayang. Sibuk ini."
"Ini apa." Tanyanya terus. Kuarahkan hp ke layar leptop di depanku. Diharap dia mengerti.
"Kok ammah Dinda main leptop seperti ayah. Bikin apa?" Tanya serius.
"Bikin apa ya ..., ah bikin tulisan." Jawabku sekenanya tanpa melepaskan pandangan pada leptop.
"Anya sudah makan apa belum?"
"Belum."
"Makan dulu ya, Sayang. Agar tidak sakit."
"Ini lagi makan." Terdengar bisikan seseorang dari hp yang kupegang. Rupanya si boss ikutan juga. Batinku menggerutu ....
"Ya, Ammah. Ini makan sama ayah."
"Teruskan makannya dulu ya, supaya tidak tersedak." Jawabku menghindar.
"Ammah juga. Agar sehat."
Membuatku tersenyum atas jawaban yang diberikan. Bakat pintar dan cerdasnya ini makin kelihatan. Gemas rasanya. Ingin kumencubitnya namun sayang kita sedang berjauhan.
"Oke ... nanti kita ngobrol lagi ya, ammah selesaikan pekerjaan ini dulu. Agar rumah makannya bisa segera dibuka. Dan kita dapat uang banyak." Ups ....
"Yang punya ayah itu ya, Ammah."
"Ya, Anya." Jawabku singkat.
Hemmm, bikin gemas hati ammahmu ini, Anyaku yang manis
"Sekarang tutup telponnya, Besok ammah janji mau bikinkan kue lezat untuk Anya." Sebenarnya tak tega aku mengakhiri obrolan ini. Tapi gimana lagi, orang yang di belakang Anya bikin tak nyaman.
"Ayah juga mau kuenya, Ammah." Mulai bikin sebal. Dia asyik berpose di belakang Anya. Merusak pandanganku saja.
"Kalau untuk Ayah, bayar." Candaku.
"Kata ammah kalau untuk ayah bayar." Samar kudengar kata-katanya. Kulihat di layar dia menengok ke belakang.
Jawab saja, "Oke ammah nanti akan dibayar ayah 100 kali lipat ..." dia berkata lirih sambil tertawa. Membuat diriku makin senewen.
"Oke Ammah. Nanti akan dibayar ayah 100 kali lipat." Anya mengulangi perkataan ayahnya yang menyebalkan itu.
"Yes ... " Jawabku pura-pura gembira.
"Makasih, Ammah. Selamat bekerja. Jangan lupa kuenya. Anya tunggu besok. Jangan lupa untuk ayah juga." Keduanya melambaikan tangan. Mengakhiri bincang'bincang menjelang petang ini.
Dinda menutup hpnya dan melanjutkan pekerjaan yang sedikit tertunda oleh gangguan yang menyenangkan, dari tuan putri Anya.
🔸
Belum selesai makan, Anya sudah mulai terkantuk-kantuk di sofa.
"Anya, sebelum tidur sikat gigi dulu ya ..." kata Zaidan.
Dengan malas dia turuti ucapan ayahnya. Bersegera ke kamar mandi dan sikat gigi. Lalu merebahkan diri di samping ayahnya. Di atas sofa yang ada di ruang tengah.
Sementara Zaidan membiarkan putrinya tertidur , dia menuju ke ruang kerjanya dan kembali membawa leptop. Untuk memeriksa email-email yang masuk.
"Bi Rahma" Panggil Zaidan ketika melihat bi Rahma turun dari tangga.
"Ya, Den."
"Bisa buatkan saya susu jahe."
"Ya Den, saya buatkan." segera bi Rahma berlalu menuju dapur.
Tak lama kemudian, kembali dengan membawa napan berisikan pesanan Zaidan. Dan meletakkannya di meja.
"Ini pak."
"Terima kasih, Bi."
"Sama-sama." Jawabnya sambil berlalu dari tempat itu.
Zaidan tak beranjak dari leptopnya dan hanya berhenti ketika adzan berkumandang, saatnya untuk sholat.
Dia bereskan pekerjaannya dan mengangkat Anya yang telah terlelap ke dalam kamarnya.
Kemudian dia melangkah ke depan. Menemui satpamnya dan mengajaknya sholat isya' berjamaah, di mushola samping rumah. Dia titipkan Anya yang sedang tidur pulas kepada bi Rohma.
"Pak Tata, Pak Aslam , ayo sholat isya berjamaah." Ajak Zaidan kepada 2 orang satpamnya. Mereka mengikuti ajakan. Zaidan. Keduanya lalu mengambil air wudhu dan masuk ke musholla. Dan mendapatkan Zaidan tengah sholat sunnah. Keduanyapun melakukan sholat sunnah sendiri-sendiri.
"Pak Aslam, qomat." Perintah Zaidan.
Setelah sholat isya selesai dilaksanakan . dan dilanjutkan dengan berdoa, pak Tata dan pak Aslam berbisik-bisik. Tentu saja mengundang penasaran Zaidan.
"Ada apa, Pak?" Tanya Zaidan.
"Maaf pak, tadi siang orang gila yang akan masuk rumah ini. Tapi saya curiga apa dia benar-benar gila atau pura-pura gila. Kami tak bisa menyimpulkan." Kata pak Aslam.
"Lalu?" kata Zaidan,
Namun pak Aslam berhenti bercerita dan terlihat ingin berteriak.
"Sebentar Pak." Segera pak Aslam melompat dan berlari keluar. Sepertinya ada bayang-bayang seseorang melompati pagar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
sahabat syurga
waduh jgn2 ada org yg ngincar anya
2021-04-18
0
Neng Yuni (Ig @nona_ale04)
Mampir lagi kak, semangat 💪😊
2020-11-03
0
Sept September
like
2020-10-22
0