BAB 10: Adinda

Saat ini Dinda tengah sibuk menyelesaikan propasal untuk restoran yang akan dia buka. Alhamdulillah, tidak memerlukan waktu lama. Pekerjaan itu telah beras. Setelah itu, baru dia bisa istarahat dengan tenang. Merebahkan badan yang telah lelah seharian di kasur yang empuk, di kamar yang nyaman.

Tepat pukul 01.30, Dinda bangun dan menuju dapur toko rotinya. Berkutat dengan adonan dan panggangan.  Dan  jadilah sebuah roti yang siap untuk dihias sesuai dengan pesanan.

Nach tinggal sentuhan terakhir. Dengan serius Dinda menyelesaikan pekerjaan menghias kue tart yang yang akan diambil hari ini.

"Sudah bangun, Han." Terlihat bayangan seseorang yang sudah kukenal menghampiri.

"Kamu tidak tidur semalaman, Din."

"Hemmm .... "

Tangannya yang trampil sibuk memainkan vla membentuk bunga-bunga yang indah di atas kua tart yang bersusun tiga. Dominasi warna pink membuat menarik. Dan semakin cantik dengan hiasan sepasang pengantin di puncaknya, memberikan kesan keceriaan dan cinta. Sesuai dengan tema.

"Han, tolong hias kua tart kecil itu."

"Ini bonusnya?" tanya Hani

"Bukan, untuk putri boss."

"Oh ..." jawabnya penuh curiga.

"Ada apa?" kata Dinda sambil terus konsentrasi membentuk bunga-bunga dari buttercream yang dia buat.

"Jangan-jangan ini sogokan ke boss."

"Hani, Jangan bercanda ah!"

"Bossmu single atau sudah menikah."

"Hem ..."

"Apa itu hem. Apa tidak ada jawaban yang lain?"

"Duda, ada apa?"

"Oh ..."

"Masalah?"

"Tidak, hanya ...."

"Kue kamu sepertinya sudah matang."

Segera Hani beranjak pergi meninggalkan kue tars dengan hiasan setengah jadi. Membuka penutup langseng dan meneliti kematangan kuenya. Alhamdulliah telah matang dengan sempurna. Dengan hati-hati diangkat dan dirapikan di atas napan. Agar panasnya segera hilang.

"Din, kamu ikut tidak ke Malang?"

"Entahlah."

"Lha, kamu kan panitia. Masak tidak ikut?"

"Tapi aku lagi sibuk."

"Jangan kerja melulu. Nanti cepat tua. Refressinglah sekali-kali."

"Boleh."

"Nach, begitu dong."

"Din. Tadi pagi Haidar ke sini."

"Lalu?"

"Ya elak ... masak kamu tidak mengerti, Din."

Terlihat rasa gemes di wajah Hani, melihat sahabatnya tidak respect dengan kabar yang mau disampaikan itu.

"Mencari kamu."

"Kok?"  Tanya Dinda tanpa mengalihkan pandangan pada kue tart yang sedang dihiasnya.

"Ya ... untuk memastikan kamu ikut apa tidak."

"Oh ... hanya itukah! Kirain apa."

"Menurut kamu apa?" Balik Hani bertanya.

"Tak kira mau menagih hutang. Aku jadi kepikiran, apa pernah aku hutang dengan dia ya?"

"Ya sudahlah, ngomong sama kamu sepertinya merepotkan."

Dengan kesal Hani mengakhiri pembicaraan. Dan mencoba mengalihkan pada topik yang lain.

"Kita libur ya?"

"Hem...."

"Boleh apa tidak?"

"Silvi ikut apa tidak?"

"Dia kan, tidak suka pergi."

"Kalian lagi membicarakan aku?"

Entak sejak kapan Silvi di belakang kami.

"Sudah lama, Sil?"

"Baru saja."

" Semua pesanan kue untuk hari ini sudah siap?"

"Sudah Din. Tinggal packing. Tapi menunggu panasnya hilang."

"Kalian lagi bicara apa?""

"Besok hari rabu teman-teman kampus mau ke Malang. Kamu ikut atau tidak?"

"Tidak."

"Mengapa?" Tanyaku memastikan.

"Aku itu orangnya suka mabuk kendaraan. Dari pada merepotkan. lebih baik tidak. Mau seneng tambah berabe nantinya."

"Tinggal dikerokin, kenapa."

"Siapa yang mau juga dikerokin"

"Ya sudah, Aku jadi merasa tidak enak."

"Tak apa-apa. Din, Hani. Pergi saja kalian. tokonya biar aku yang jaga."

"Ya sudah kalau begitu."

Saat ini baru sekitar jam 2. Tapi keramaian sudah mewarnai dapur toko rotiku. Kesibukan yang seperti ini adalah hal lumrah terjadi. Biasanya sesudah subuh kegiatan ini dimulai. Tetapi kalau banyak pesanan bisa jadi sebelum subuhpun sudah sibuk.

"Silvi, Hani, sepertinya kita perlu orang lagi untuk bagian produksi. Apa kalian punya pandangan."

"Ya.  Aku ada, kalau kamu tidak keberatan." Sahut Silvi.

"Boleh. Kalau bisa besok suruh datang. Dan bawa lamarannya."

"Oke."

"Din, apa boleh bekerja paruh waktu."

"Memangnya ada apa Sil?" Sejenak Dinda berhenti. Memperhatikan sahabatnya itu dengan seksama.

Silvi diperhatikan seperti itu menjadi gugup. Lalu dia memandang Dinda dengan tersenyum.

"Bukan aku, Dinda. Tapi ada satu adik kelas kita, saat ini pingin bekerja. Tapi masih sekolah."

"Oh ... bagus itu. Boleh saja."Jawab Dinda membuat Silvi senang.

"Terima kasih. Dinda."

Akhirnya selesai juga menghias kue tart ini. Kupandang dengan perasaan puas dan senang. Lalu kuletakkan di atas meja. Siap untuk dibawa tuannya.

"Hani, hiasan kuemu bagus banget."Kecermatannya,  ketelitiannya dan keunikkan yang ditampilkan, dalam menghias kue luar biasa. Bisa jadi wakilku nanti ini.

"Bisa saja."

"Kalau dilatih pasti melebihiku, Hani."

"Kalau kamu puji terus, kepala ini tidak bisa dipakaikan helm"

"Ada saja kamu, Hani...Hani...."

"Silvi. Pizza buatanmu rasanya kok beda kemarin. Kamu kasih apa?"

"Kamu suka?"

Aku mengangguk.

"Bisa nggak kamu buat hari ini. Menambah variasi kue kita. Siapa tahu ada yang minat."

"Aku malah berharap demikian."

"Hari ini bisa?"

"Sepertinya bisa, Din. Bahannya juga sudah ada semua. Kemarin bahan-bahan yang kita pesan kebetulan sudah datang. Bahannya tidak jauh beda dengan roti lain hanya saja ... rahasia dong."

"Aku nanti mau bawa 2."

"Untuk boss ya ...?" Hani tiba-tiba menyela.

"Han ... Han. Pikiranmu kok ke arah situ terus sich." Jawabku sambil geleng-geleng. Tapi Hani hanya senyum-senyum tanpa dosa.

"Aku tinggal dulu,aku belum masak nich."

"Masak yang enak ya ..." seru mereka.

Kujawab dengan segera berlalu. Menuju pintu samping, kembali ke rumah induk.

Segera kucolokkan rice cooker sebelum berangkat membersihkan diri yang terasa kumal ini. Tetapi harus kupastikan persiapan untuk makan besok sebelum kutinggal pergi.

Mempersiapkan hidangan adalah pekerjaan rutinku. Untuk bekal kakak dan pegawai tokoku. Sudah jadi hak mereka untuk mendapatkan makan siang. Karena itu  satu paket dengan pekerjaan mereka di sini. Apalagi mereka menginap, bisa 3 kali sehari. Tapi alhamdulillah, kalau aku tak sempat masak, mereka dengan suka rela masak sendiri dengan bahan-bahan yang sudah kusediakan di kulkas. Untuk nasinya tinggal colok di dapur toko.

"Din. Nanti banyakin bekalnya ya." Rupanya kakak juga sudah bangun.

"Lha ... kakak, uangnya mana dong. Suruh masak banyak tapi belanjanya nggak ditambah."

"Beres." jawab kakak santai.

"Ini juga untuk kamu. Promasi ..."

Lalu Alfath duduk dengan tenang di kursi yang ada di dapur.

"Din, kakak nggak keberatan kalau kamu menjalin hubungan serius dengan seseorang. Asal jangan di belakang kakak."

"Kakak ngomong apa sich. Dinda tidak mengerti."

Lalu Alfath menarik nafas panjang.

"Bagaimanapun kamu masih tanggung jawab kakak. Kakak tidak mau terjadi apa-apa sama kamu."

"Aku semakin tidak mengerti dengan yang kakak omongkan."

"Tugas kakak tinggal satu yang belum terlaksana untuk kamu. Yaitu menikahkan kamu."

"Ich ... Kakak. Kakak duluan kenapa?"

"Kakak belum bisa, kalau belum menikahkan kamu dengan seseorang yang bisa melindungimu dengan baik."

"Kakak ini bikin aku tambah takut tahu!"

"Kamu takut atau tidak. Masa itu akan datang, adik kakak yang manja."

Lalu Alfath pergi begitu saja. Menuju kamar mandi dan bersuci. Seperti kebiasaannya selama ini. Menjemput fajar dalam ketaatan pada yang Kuasa.

Sedangkan Dinda masih terbengong-bengong. Merenungi kata-kata yang diucapkan kakaknya. Setelah menyiapkan bahan-bahan dan mengolahnya dengan baik. Dia ke kamar mandi, membersihkan diri.

Setelah badannya segar dengan siraman air. Diapun berlalu melewati dapur dan melihat masakannya yang sudah masak. Lalu mematikan kompor sebelum meninggalkannya. Dan sejenak melepas lelah dengan bermunajat pada tempat bergantung yang sesungguhnya. Dialah yang maha segalanya.

Terpopuler

Comments

Elisabeth Ratna Susanti

Elisabeth Ratna Susanti

10 like plus rate 5 👍😍

2021-03-10

0

silviaanugrah

silviaanugrah

hai thor, 10 like dan 10vote untuk ceritamu.
semangat up dan smg ceritanya sukses ya.
aku tunggu feedback nya di ceritaku ya. 😊😍

2021-01-16

0

Neng Yuni (Ig @nona_ale04)

Neng Yuni (Ig @nona_ale04)

Mampir lagi kak, semangat 😊😁

2020-11-17

0

lihat semua
Episodes
1 BAB 1: Pertemuan
2 BAB 2: Mengembangkan Sayap
3 BAB 3: Kenangan
4 BAB 4: Perjalanan
5 BAB 5 : Sampai Tujuan
6 BAB 6: Pembelajaran dari Boss
7 BAB 7: Zaidan
8 BAB 8 : Iseng
9 BAB 9:Malam Menjelang Fajar
10 BAB 10: Adinda
11 BAB 11: Repotnya Pagi Ini
12 BAB 12: Anya Hari Ini
13 BAB 13: Piknik ke Pantai
14 BAB 14 : Maukah Engkau Jadi Istriku.
15 BAB 15: Kantor Polisi
16 BAB 16: Karyawan
17 BAB 17: Folder baru
18 BAB 18: di Kampus
19 Bab 19 : Reza oh Reza
20 BAB 20 : Teman Lama
21 BAB 21 : Mommy
22 BAB 22 : Bercanda
23 BAB 23 : Puzzle-puzzle Misteri
24 BAB 24 : Sepi tanpa Anya
25 BAB 25: Menaklukan Hati Dinda
26 BAB 26 : Mami, Bimbinglah Dinda
27 BAB 27 : Surat Cinta
28 BAB 28 : Layla Haydi
29 BAB 29 : Hantaran
30 BAB 30 : Persiapan
31 BAB 31 : Khitbah
32 BAB 32 : Permintaan Anya
33 BAB 33 : Ijab Qobul
34 BAB 34 : Menginap di Rumah Dinda
35 BAB 35 : Tidak malam ini
36 BAB 36 : Bukan Pak Aslam
37 BAB 37 : Pernik-pernik Sesaat dalam Pernikahan
38 BAB 38 : Bunda Anya
39 BAB 39 : Kecemasan Anya
40 BAB 40 : Hasrat
41 BAB 41 : HAYDI
42 BAB 42 : Masa Lalu Haydi
43 BAB 43 : Sesal Tak Berarti
44 BAB 44 : Jelas Sudah
45 BAB 45 : Bergambar kupu-kupu
46 BAB 46 : Dia Istriku
47 BAB 47: Kita Keluarga
48 BAB 48 : Ungkap Rasa dalam Satu Irama
49 BAB 49 : Foto Ini Bercerita
50 BAB 50 : Hangatnya Senja
51 BAB 51 : Dia Mayasa
52 BAB 52 : Ajari Aku, Bunda (menyambut HUT RI)
53 BAB 53 : Penculikan
54 BAB 54 : Melarikan Diri
55 BAB 55 : Misi Layla dkk.
56 BAB 56 : Penyergapan
57 BAB 57 : Mas, Aku di Sini (Reza POV)
58 BAB 58 : Jadilah Cantik
59 BAB 59 : Kak Aris
60 BAB 60 : Selamat Kembali, Cinta
61 BAB 61 : Maaf Itu Indah (Mayasa POV)
62 BAB 62 : Aku bersyukur Engkau Ada di Sisiku
63 BAB 63 : Aturan Mami
64 BAB 64 : Mengikuti Imamku
65 BAB 65 : Anya, Kita Pulang
66 BAB 66 : Maafkan Tante, Anya
67 BAB 67 : Menjadi Model Lukisan Ammah
68 BAB 68 : Kakak Anya
69 BAB 69 : Bahagia Itu Sederhana
70 BAB 70 : Tidurlah Dengan Tenang, Zahara
71 BAB 71 : Dalam Bayang-bayangmu (Aris POV)
72 BAB 72: Ini Untukmu
73 BAB 73 : Aris dan Layla
74 BAB 74 : Aku Merestuimu
75 BAB 75 : Panti Asuhan
76 BAB 76 : Berubahlah Fadly
77 BAB 77 : Gigitan Anya
78 BAB 78 : Bertemu Mayasa
79 BAB 79 : Untuk Si Kembar
80 BAB 80 : Hadiah Untuk dan Dari Anya
81 BAB 81 : Tes Awal
82 BAB 82 : Menghafal AyatMu (Fadly POV)
83 BAB 83 : Bertukar Peran
84 BAB 84 : Lulus
85 BAB 85 : Paman Handoko
86 BAB 86 : Gagal
87 BAB 87 : Selalu Siap
88 BAB 88 : Bukan Hukuman Tapi Hadiah
89 BAB 89 : Masuk Tol saja
90 BAB 90 : Aksi Fadly
91 BAB 91 : Mommy dan Daddy Kamal
92 BAB 92 : Dimana Fadly
93 BAB 93 : Rindu Untuk Berjumpa
94 BAB 94 : Kalau Mommy Ana Sudah Bertindak
95 BAB 95 : Malam Pertama
96 BAB 96 : Mengingat Rencana Awal
97 BAB 97 : Memendam Rindu
98 BAB 98 : Resepsi
99 BAB 99 : Permulaan Pesta
100 BAB 100 : Pesta Berakhir (end)
101 extra part
102 pengumuman
103 pengumuman karya baru
Episodes

Updated 103 Episodes

1
BAB 1: Pertemuan
2
BAB 2: Mengembangkan Sayap
3
BAB 3: Kenangan
4
BAB 4: Perjalanan
5
BAB 5 : Sampai Tujuan
6
BAB 6: Pembelajaran dari Boss
7
BAB 7: Zaidan
8
BAB 8 : Iseng
9
BAB 9:Malam Menjelang Fajar
10
BAB 10: Adinda
11
BAB 11: Repotnya Pagi Ini
12
BAB 12: Anya Hari Ini
13
BAB 13: Piknik ke Pantai
14
BAB 14 : Maukah Engkau Jadi Istriku.
15
BAB 15: Kantor Polisi
16
BAB 16: Karyawan
17
BAB 17: Folder baru
18
BAB 18: di Kampus
19
Bab 19 : Reza oh Reza
20
BAB 20 : Teman Lama
21
BAB 21 : Mommy
22
BAB 22 : Bercanda
23
BAB 23 : Puzzle-puzzle Misteri
24
BAB 24 : Sepi tanpa Anya
25
BAB 25: Menaklukan Hati Dinda
26
BAB 26 : Mami, Bimbinglah Dinda
27
BAB 27 : Surat Cinta
28
BAB 28 : Layla Haydi
29
BAB 29 : Hantaran
30
BAB 30 : Persiapan
31
BAB 31 : Khitbah
32
BAB 32 : Permintaan Anya
33
BAB 33 : Ijab Qobul
34
BAB 34 : Menginap di Rumah Dinda
35
BAB 35 : Tidak malam ini
36
BAB 36 : Bukan Pak Aslam
37
BAB 37 : Pernik-pernik Sesaat dalam Pernikahan
38
BAB 38 : Bunda Anya
39
BAB 39 : Kecemasan Anya
40
BAB 40 : Hasrat
41
BAB 41 : HAYDI
42
BAB 42 : Masa Lalu Haydi
43
BAB 43 : Sesal Tak Berarti
44
BAB 44 : Jelas Sudah
45
BAB 45 : Bergambar kupu-kupu
46
BAB 46 : Dia Istriku
47
BAB 47: Kita Keluarga
48
BAB 48 : Ungkap Rasa dalam Satu Irama
49
BAB 49 : Foto Ini Bercerita
50
BAB 50 : Hangatnya Senja
51
BAB 51 : Dia Mayasa
52
BAB 52 : Ajari Aku, Bunda (menyambut HUT RI)
53
BAB 53 : Penculikan
54
BAB 54 : Melarikan Diri
55
BAB 55 : Misi Layla dkk.
56
BAB 56 : Penyergapan
57
BAB 57 : Mas, Aku di Sini (Reza POV)
58
BAB 58 : Jadilah Cantik
59
BAB 59 : Kak Aris
60
BAB 60 : Selamat Kembali, Cinta
61
BAB 61 : Maaf Itu Indah (Mayasa POV)
62
BAB 62 : Aku bersyukur Engkau Ada di Sisiku
63
BAB 63 : Aturan Mami
64
BAB 64 : Mengikuti Imamku
65
BAB 65 : Anya, Kita Pulang
66
BAB 66 : Maafkan Tante, Anya
67
BAB 67 : Menjadi Model Lukisan Ammah
68
BAB 68 : Kakak Anya
69
BAB 69 : Bahagia Itu Sederhana
70
BAB 70 : Tidurlah Dengan Tenang, Zahara
71
BAB 71 : Dalam Bayang-bayangmu (Aris POV)
72
BAB 72: Ini Untukmu
73
BAB 73 : Aris dan Layla
74
BAB 74 : Aku Merestuimu
75
BAB 75 : Panti Asuhan
76
BAB 76 : Berubahlah Fadly
77
BAB 77 : Gigitan Anya
78
BAB 78 : Bertemu Mayasa
79
BAB 79 : Untuk Si Kembar
80
BAB 80 : Hadiah Untuk dan Dari Anya
81
BAB 81 : Tes Awal
82
BAB 82 : Menghafal AyatMu (Fadly POV)
83
BAB 83 : Bertukar Peran
84
BAB 84 : Lulus
85
BAB 85 : Paman Handoko
86
BAB 86 : Gagal
87
BAB 87 : Selalu Siap
88
BAB 88 : Bukan Hukuman Tapi Hadiah
89
BAB 89 : Masuk Tol saja
90
BAB 90 : Aksi Fadly
91
BAB 91 : Mommy dan Daddy Kamal
92
BAB 92 : Dimana Fadly
93
BAB 93 : Rindu Untuk Berjumpa
94
BAB 94 : Kalau Mommy Ana Sudah Bertindak
95
BAB 95 : Malam Pertama
96
BAB 96 : Mengingat Rencana Awal
97
BAB 97 : Memendam Rindu
98
BAB 98 : Resepsi
99
BAB 99 : Permulaan Pesta
100
BAB 100 : Pesta Berakhir (end)
101
extra part
102
pengumuman
103
pengumuman karya baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!