"Dinda, bangun. Sudah subuh."
Suara kak Alfath yang lembut, membuat diriku tersadar dari buaian mimpi. Aku terbangun dalam keadaan masih memakai mukena.
Astaghfirullahal adzim ....
Rupanya aku ketiduran waktu menunggu waktu subuh. Sebab rasa capek yang kurasakan. Setelah semalaman begadang, menyelesaikan pesanan. Hingga suara adzan dari masjid yang tak jauh dari rumah, bisa tak terdengar.
Segera kuberanjak mengambil air wudhu. Untunglah tidak ketinggalan waktu. Sehingga bisa melakukan sholat subuh pada waktunya meskipun harus sendiri di rumah.
Selesai sholat kulihat jarum jam sudah menunjukkan pukul 05.30. Aku berlalu menuju dapur. Memanaskan masakan yang sudah kubuat. Menatanya ke dalam rantang sebagai bekal kakak. Lalu meletakkan sebagiannya ke mangkuk. Untuk lauk teman-teman makan siang di toko. Sebagiannya untuk di rumah.
"Masak apa , Din?" Sapa kakak yang terlihat rapi dengan kaos olah raga. Hendak jogging seperti yang dilakukan setiap hari.
"Sup Ayam."
"Sedap. Jangan lupa banyakkan untuk kakak!"
"Ih ... Kakak tidak takut gemuk apa?"
"Lha, kakak tidak makan sendiri. Teman kakak suka nimbrung. Hitung-hitung promosi."
"Siapkan juga 2 rantang yang lain. Pesanan teman kakak"
"Hampir saja lupa." Jawabku, "Untung saja kakak mengingatkan."
"Pagi ini kakak mau dibuatkan nasi goreng, apa tidak?"
"Tidak ... tidak ... kakak belum laku. Nanti makin gendut ini badan." jawab kakak sambil tertawa. Meninggalkanku yang sedang berkutat dengan acara masak-memasak sendirian.
Untuk sarapan pagi biasanya kakak hanya mengonsumsi susu dan roti. Jarang sekali makan nasi. Hanya kalau ingin, dia akan reqoest lebih dulu.
"Neng Dinda ..." Teriakan keras mang Maman terdengar dari luar.
"Sebentar Mang. Masuk saja. Barangnya turunkan di teras." jawabku agak berteriak. Mengimbangi suaranya. Lalu kuambil dompet, berjalan ke luar menemuinya.
"Nah ... yang begini yang saya mau. Tidak apa-apa agak mahal sedikit asalkan barangnya fress dan terjamin. Jangan seperti kemarin. Nanti jadi turun kwalitas kue dan masakan saya ..."
"Maafkan Mang Maman, Neng Dinda. Insya Allah tidak terulang lagi."
"Berapa Mang."
"Itu sudah ada jumlahnya, Neng."
"Oke." jawabku sambil mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompet.
"Tolong dihitung dulu, Bang."
"Pas, Neng."
"Dan ini daftar sementara untuk besok. Nanti kalau ada perubahan saya telpon, Mang."
"Permisi , Neng."
"Silahkan, Mang."
Setelah mang Maman pergi, Dinda memilah-milah sayur, buah, ikan, daging dll. Yang mana untuk toko rotinya dan yang mana untuk kebutuhan dapurnya.
Tak terasa waktu berjalan amat cepat. Saat ini mungkin sudah jam 06.00 lebih. Karena terlihat mbak Rani dan mbak Mira sudah datang. Mereka sedang memparkirkan sepeda di samping toko roti. Ah, kebetulan pikir Dinda.
"Mbak Rani, tolong ... bantu saya bawa ini!" Panggilku setengah berteriak.
Dengan cepat mereka menghampiriku yang kerepotan membawa semua belanjaan.
"Yang ini bawa ke toko. Dan ini tolong bawa ke dapur rumah." Perintahku sambil memilah-milah.
"Baik, Mbak." Dengan segera, mereka membawa belanjaan tersebut.
Sementara mereka berdua berlalu menuju masing-masing tujuan. Kulihat kakak telah kembali dari acara joggingnya. Masuk ke dalam rumah untuk membersihkan diri. Dan bersiap untuk berangkat ke kantor.
Selesai bersih diri, kakak duduk di kursi meja makan. Dengan tenang menikmati roti yang ku panggang dengan sedikit selai di atasnya.
Aku berlalu membersihkan diri dengan cepat. Sebelum menikmati sarapan bersama. Walaupun dengan menu yang berbeda. Vegetarian untuk menu dietku. Untuk hari ini segelas air lemon dan beberapa potong buah apel yang ingin kumasukkan di dalam perut ini.
"Din, proposalnya sudah siap."
"Beres kak."
"Ya sudah.".
"Apa aku harus ke kantornya, Kak."
"Kalau suruh ke kantor. Ya ... ke kantor. Kalau suruh kirim lewat email. Ya ... kirim. Gitu kok repot."
"Kak, boleh minta tolong." setengah takut agak merinding Dinda mengatakan itu.
"Apa?"
"Aku ada sedikit kue untuk Anya. Putrinya pak Zaidan. Tolong berikan ya...."
"Lha kok kakak?"
"Sebentar, Kak."
Ku hentikan bicaraku, saat mendengar hpku berbunyi. Ada nama boss di sana. Dengan segera kumelangkah pergi, ke ruang depan. Meninggalkan kakak seorang diri di meja makan melanjutkan sarapannya.
Kok mesti pakai vidiocall sih, batinku. Namun bagaimana lagi. Mau tak mau harus kubuka juga.
"Assalamu 'alaikum, Ammah ..."
Dari seberang terlihat pak Zaidan menyapa, sambil mengarahkan hpnya ke arah putrinya, yang tampak masih tertidur dengan wajah cemberut. Oh rupanya ... maksudnya itu tho ....
"Waalaikum salam." jawabku tenang.
"Lho ... itu siapa yang masih tidur, siang-siang begini?"
"Masa itu Anya. Anak yang pinter, cantik dan sholihah ...?"
"Aku sudah bangun kok, Ammah." jawabnya dengan mata yang masih tertutup. Tapi sudah mulai bergerak duduk, meski terlihat malas.
"Wah, kue ini nanti diberikan kucing saja kalau begitu!"
"Tidak-tidak itu untuk Anya. Ammah sudah janji kemarin, kan?" Terlihat matanya sudah terbuka lebar.
"Mandi dulu ya ... jangan lupa gosok gigi. Nanti hadiahnya akan bertambah."
"Oke, Bunda. Anya mandi dulu."
Beeettts. Dadaku berdesir mendengar kata bunda dari bibir mungilnya. Untung lak Alfath tidak melihatnya. Kalau melihat, tak tahulah aku apa yang akan dikatakannya padaku, untuk membuatku sedikit marah.
"Terima kasih, Dinda. Jangan lupa bawa proposal ke kantor. Assalamu'alaikum." Teriak si boss Zaidan dengan keras. Seperti tergesa-gesa hendak pergi.
Kelihatan tingkah lucu mereka yang secara tidak sengaja terekam. Anya langsung turun dari tempat tidur dan berlari, lalu dengan cepat dikejar ayahnya, sampai lupa menutup hp.
"Kakak sudah selesai, tunggu aku ya, Kak." Membuat kakak yang sedang mengunyah roti itu berhenti sejenak. Sambil memperhatikanku dengan wajah bertanya-tanya.
"Itu tadi pak Zaidan nelpon, agar proposalnya dibawa saja ke kantor."
"Ya dudah kalau begitu. Segeralah bersiap. Ini sudah siang."
"Baik, Kak."
Segera ku suprut minuman lemonku hingga tetes terakhir. Dan meletakkannya di meja. Dengan berlari menuju kamar untuk berganti pakaian. Berhias sekedarnya. Agar tidak terlihat terlalu pucat. Ku ambil leptopku serta berkas-berkas yang lain. Yang sudah kusiapkan sejak tadi malam. Lalu kutemui kakak yang sedang beres-beres peralatan bekas sarapan. Serta mencuci piring dan gelas kotor dan meletakkannya kembali di rak dekat wastafel.
"Sudah?" Tanya kakak.
"Dah." Jawabku sambil memperbaiki letak jilbab ini. Rasa-rasanya kok masih kurang pas. Apa akunya yang sedang gugup ya ....
"Makasih, Kak. Sudah dicucikan gelasku." Kakakku hanya tersenyum.
"Tunggu kakak di depan. Jangan lupa bawa rantangnya."
"Oke."
Seperti ada yang kurang. Apa ya ....?
Oh ya kuenya Anya.
"Kak, tunggu sebentar. Aku ambil dulu kue Anya."
"Cepat."
Akupun berjalan menuju dapur di toko roti melalui pintu depan. Yang sudah terbuka sejak Mbak Rini datang.
"Silvi, sudah matang pizzamu?"
"Itu, sudah kusiapkan." sambil menunjuk ke arah meja. Alhamdulillah ....
Kumasukkan pizza, kue tart, dan beberapa jajanan tradisonal ke dalam paper bag. Siapa tahu Anya suka. Sedangkan bunyi klakson mobil kakak memanggil-manggil. Menyuruhku segera keluar.
"Terima kasih. Aku titip tokonya ya ..."
"Beres."
"Bagaimana, masih ada yang kurang?" Tanya kakak yang binggung melihat diriku mondar-mandir. Sepertinya ada saja yang belum beres.
"Apa ya ..." Kulihat bagasi sekali.
"Sudah, Kak." Kututup kembali bagasinya, setelah memastikan sudah kumasukan semua.
"Leptop kau?"
"Ini." Jawabku setelah duduk di samping kakak yang sedang menyetir.
"Yo berangkat ..."
Sesaat kami diam menikmati suasana jalanan yang mulai ramai dengan kendaraan. Berkejar-kejaran untuk mencapai tujuan. Kadang kala harus salip-menyalip agar tak ketinggalan, mengejar waktu yang terus berjalan.
Dalam diam melintas sebuah pikiran. Kalaulah hari ini sudah rempong sekali. Bagaimana untuk selanjutnya. Sepertinya aku butuh bantuan untuk menyelesaikan ini semua.
"Kak."
"Hem."
"Kalau bik Sumi menginap di rumah bagaimana?" usulku. Mengingat selama ini bik Sumi hanya kuminta bantuan pada hari kamis dan jum'at saja. Untuk membantu menyiapkan makanan di jum'at berkah.
"Tanyalah sama bik Sumi, bisa apa tidak?"
"Ya ... nanti aku tanya dech. Habis sepertinya makin hari makin rempong saja." jawabku sambil menikmati pagi yang cerah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Lia halim
semangat dinda ntuk usaha dagangnya
btw itu urus propasal apa thor
2021-02-05
0
Neng Yuni (Ig @nona_ale04)
Mampir lagi kak, semangat 😊
2020-11-18
0
My sister...
like
2020-10-16
0