Ku tak mau lagi langkah ini terhenti. Walau tak tega, tapi bagaimana lagi. Kusudah punya janji. Wajah ceria kini terlihat murung kembali. Dengan tertunduk dia menghampiri ayahnya, untuk bermanja dan mencari sandaran.
"Maafkan ammah Anya. Ammah bukan bundamu." Bisikku dalam hati.
Wajah manis dengan lesung di pipi, sinar mata, senyum ceria telah menguasai pikiran dan perasaanku. Ada rasa iba yang menyelinap dalam relung hatiku. Ah mengapa jadi memikirkannya ....
Kukendarai motor ini dengan berlahan. Berhenti di perempatan karena lampu merah. Bayang wajahnya kembali melintas. Menari-nari mengusik ketenangan pikiran.
'Bunda' kata-kata itu selalu terngiang-ngiang di telinga. Seakan-akan menunjukkan kerinduan mendalam pada sosok yang dinantikan. Entah mengapa pikiran ini seakan melayang-layang terhanyut dalam bayangnya.
Tanpa kusadari, lampu diperempatan telah berubah warna. Kendaraan dibelakangku membunyikan klakson semua. Sangat berisik. Membuatku kembali fokus. Kujalankan motor ini dengan sedikit kencang. Melintas di jalan yang tak pernah sepi.
Hingga tak terasa aku telah sampai di depan toko roti. Berlahan aku masuk menjumpai Hani dan Silvi yang sedang mengolah adonan. Sedang mbak Mira dan Rani telah selesai membersihkan dan menata roti yang telah masak pada rak yang tersedia.
"Dinda ... tadi ada bu Leli ke sini mau pesan kue pengantin. Dan mau diambil besok pagi jam 7."
"Oke." jawabku singkat karena aku terburu-buru.
"Hani ... Sinta ... doakan aku ya ...!"
"Untuk?"
"Moga-moga bisa membuka toko baru lagi."
"Aamiin ...." Jawab mereka serempak.
"Oh ya ... aku titip toko ya ..."
"Aku mau pergi."
"Oke ... semoga berhasil."
Tergesa-gesa, aku berjalan menuju rumah di seberang jalan. Rumah mungil, penuh cerita. membuatku tentram berada di dalamnya. Tempatku berlindung dan tempatku pulang. Hanya kami berdua yang tinggal, karena kedua orang tuaku meninggal dalam kecelakan mobil, saat menuju ke Surabaya, hendak mengikuti prosesi wisuda kakak.
Hampir 5 tahun berlalu. Saat peristiwa itu terjadi, aku masih kelas 2 SMKK. Kenangan yang sulit kulupa. Gembira kakak wisuda, sekaligus sedih ayah ibu tiada.
Sesaat kami merasa terpuruk. Hingga akhirnya sadar dan kembali bangkit. Kakak melamar sebuah pekerjaan. Alhamdulillah diterima bekerja, di sebuah perusahaan yang cukup besar. Tak lama kemudian diangkat sebagai menejer pemasaran.
Atas modal dari kakak, aku membuka toko kecil mengisi waktu luang setelah lulus SMKK. Dan juga untuk menyalurkan bakatku yang terpendam . Gini-gini jurusan tata bogalah. Wkwkwk....
Hitung-hitung mengamalkan ilmu dari bapak/ibu guru.
Alhamdulillah, toko roti ini bisa berkembang pesat. Hingga bisa menambah pemasukkan rumah dan juga tambahan biaya kuliah. Bagaimanapun aku masih ingin melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
Kesibukan di toko dan kuliah banyak menyita waktu. Hingga akhirnya, aku mengajak kedua sahabatku, Silvi dan Hani untuk berkontribusi dalam membesarkan toko kue ini.
Alhamdulillah pelanggan tak pernah sepi. Bahkan di hari minggu atau hari libur lainnya, bertambah ramai. Untuk yang menjaga toko kita perkerjakan orang lain. Karena Hani dan Silvi juga sama-sama masih kuliah.
"Assalamu'laikum warohmatullahi wabarokatuh." Tanpa menunggu jawaban aku segera masuk ke dalam.
"Wa'alaikum salam warohmatullahi wabarokatuh." suara kakak dari dalam yang berpakaian santai tapi rapi.
"Dinda ... segera. Sudah hampir terlambat nich."
"Baik kakakku yang sabar. Saking sabarnya sampai sekarang masih juga joblo ..." godaku sambil berlari. Untuk menghindar dari kemarahannya, kalau lagi buat kesalahan.
Setelah membersihkan diri, segera memakai baju warna hijau botol dan kerudung bermotif sewarna yang sudah kusiapkan sejak tadi malam.
"Wah ... adik kakak ternyata cantik juga." membuat diriku tersipu.
"Dah, ayo!" Lanjutnya sambil berjalan keluar. Kuikuti langkahnya dengan segera.
Berlahan kakak mengeluarkan mobil xenia dari garasi. Kendaraan yang biasa dipakai berangkat ke kantor. Hanya kendaraan ini yang kami punya.
"Kok ... teman kakak itu tiba-tiba mengajak kerja sama."
"Darimana dia tahu kalau aku bisa masak?"
"Bukankah tiap hari kamu bikinin bekal kakak."
"Lalu?"
"Seminggu yang lalu dia coba dan suka."
"Oh ...."
Tak berapa lama, kami tiba disebuah kafe yang cukup artistik. Dominasi warna coklat dengan beberapa lembar sibetan kayu yang dihaluskan. Ditambah dengan taman kecil berhiaskan air terjun buatan yang mengalir berlahan, jatuh pada sungai-sungai kecil mengitari joglo sebagai tempat bersantai sambil menikmati hidangan.
Sekilas aku melihat gadis kecil yang bermain di taman kecil itu. Sambil memercikkan air ke arah tanaman perdu. Suaranya yang riang sepertinya kukenal. Dan familier di telinga ini. Oh iya ... inikan suara yang kudengar waktu di taman tadi pagi. Kutengok dengan seksama untuk memastikan dugaanku.
"Din, ayo ." panggil kakak sambil menepuk pundakku. Kaget aku dibuatnya.
"Ya kak ...." Jawabku mengikuti langkahnya yang cepat. Namun tak disangka, menuju sumber suara yang membuat diri ini penasaran.
"Bunda ...," sambil berlari menuju padaku. Serta memelukku dengan manja.
Kurentangkan tangan dan kupeluk dengan mesra serta kucium kedua pipinya. Dan iapun membalasnya dengan gembira seakan lama tidak berjumpa. Padahal baru sesaat lalu aku meninggalkannya.
"Anya kok di sini. Mana ayah?" tanyaku.
Dia hanya mengerlingkan matanya sambil menunjuk sebuah joglo ditengah sungai buatan. Semakin alami dengan adanya ikan koi yang cukup besar, berenang mengitari joglo.
"Bunda?" bisik kakakku membuat dahinya berkerut. Dan membuatku sedikit salah tingkah. Takut dia berfikir macam-macam pada adik tercintanya ini. Untungnya dari arah joglo ada seseorang yang melambaikan tangan memanggil.
"Alfath, sini!"
"Din, ayo ke sana!"
"Ke sana kak?"aku tertegun sejenak saat kakak melangkah ke arah yang ditunjuk Anya. Bukankah itu ayah Anya. Untuk apa di sini.
"Kakak. Kenapa kita ke sana."
"Itu boss kakak. Yang nawari kerja sama."
"Jadi itu bos kakak?"
"Sudah ayo ke sana. Kasihan dia menunggu."
"Kamu sich pakai terlambat juga." Aku hanya bisa melirik dan tersenyum, menanggapi sentilan kakak.
"Anya mau lanjut main atau ikut ammah?"
Dia hanya tersenyum menampakkan gigi putihnya yang bersih. Sambil memainkan rambutnya yang ikal terurai lepas. Dengan hiasan bando di kepala. Semakin tampak lucu. Lalu berlari kecil meninggalkan kami dengan riang. Melanjutkan bermain .
Entah mengapa aku jadi ragu melangkah. Tak kusangka orang yang mengajak kerja sama adalah bos kakak. Dan orang yang membuatku dongkol bin sebel di taman.
"Lho, Dinda itu adikmu ya ..." sapanya sambil mempersilahkan kami berdua duduk.
"Bapak sudah kenal?" tanya kakak penasaran. Namun hanya dijawab dengan senyuman.
"Belum, belum sepenuhnya." jawabnya ringan.
"Perkenalkan saya Zaidan." sapanya sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman.
"Senang berkenalan dengan Bapak." sahutku dengan mengatupkan kedua telapak tangan di dada tanpa menyentuhnya.
Sejenak terlihat kikuk. Tapi kemudian sikapnya kembali tenang. Terlihat berfikir lama.
"Saya harus panggil apa ya ..."
"Mbak ... ibu ... tante ... ammah ... atau bunda?" Maksudnya sopan, tapi wajah seriusnya malah terlihat lucu.
"Terserah bapak saja." jawabku tenang.
"Tapi saya lebih senang dipanggil ibu." jawabku tak kalah serius. Biar imbang gitu lho ....
Kalau nggak ada kakak mungkin aku sudah ngakak. Serius ... serius jangan pikir macam-macam. Dinda bukan saatnya bercanda.
Apa seperti ini ya ... kalau mau bicara bisnis . Kaku!...
Terus terang aku tak begitu tertarik dengan pembicaraan kakak dan pak Zaidan.
Oh jadi namamu Zaidan tho ... hemmm ....
Yang penting sekarang dengar dan simak. Dan aku sudah tahu posisiku sebagai chefnya, dalam restoran ini. Ternyata bukan toko melainkan restoran. Tak apalah ....
Toh, pak Zaidan sudah percaya padaku untuk mengelola dapur restoran itu. Pasti akan kuat menu-menu yang enak dan mengundang selera. Dan berkembang lebih besar. Itu sich harapan terpendam aku. Semoga tercapai ya ... aamiin.
"Dealnya kita kerja sama. Saya yang sediakan tempat dan modalnya. Bu dinda dan mas Alfath yang mengelolanya."
"Deal pak. Jangan khawatir semoga saja restoran ini bisa berkembang." Jawab kakaku sambil menyambut uluran tangan pak Zaidan. Tanda kerja sama.
"Bagaimana ibu Dinda , sanggup?!"
"Insya Allah saya akan berusaha."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
sahabat syurga
kata2nya enk di bc tdk membosankan
2021-04-17
0
Lia halim
hai bunda dan sang anak ,Dari karakternya udah keliatan cutee ya😙
2021-01-24
0
Anjelina Gulo
keren....
2021-01-01
0