Ara masih mengemudikan mobilnya menuju kediaman Mahendra, untuk mengantar pulang calon suaminya yang masih dalam keadaan tidak baik-baik saja. Ali masih terlihat waspada dan dalam ketakutan yang luar biasa, Ara yang melihat hal itu mencoba menenangkan Ali dengan cara menggenggam tangan Ali.
"Everything is fine, Danish. Tidak perlu khawatir," ucap Ara agar Ali merasa lebih baik.
Ali masih diam dengan pandangan berkeliling, memantau segala penjuru. Memastikan semua benar baik-baik saja. Lalu menatap Ara yang terlihat tenang dan tidak mengkhawatirkan apapun. "Kau tidak takut?" tanya Ali dengan lirih.
"Takut? takut kenapa Danish? kita baik baik saja 'kan," Ara tersenyum lembut menatap wajah Ali. Pria yang biasanya suka marah-marah itu, kali ini hanya diam.
"Aku antar kamu ke rumah, nanti biar aku di jemput supirku saja," putus Ara karena melihat tidak mungkin jika Ali pulang sendiri dengan keadaan seperti ini. Ali masih diam tak menjawab, hal itu membuat Ara semakin merasa bersalah.
"Jika saja, dulu aku tidak gagal, kamu tidak akan seperti ini, Danish. Maafkan aku...." batin Ara. Tidak terasa, air mata mengalir di pipinya.
"Kau menangis?" Ali menatap Ara dengan heran. Yang ketakutan dirinya, kenapa Ara yang menangis. Apakah Ara menyesal memilihnya menjadi calon suami. Ali menyentak tangan Ara yang menggenggam jemarinya, hingga terlepas . Ali merasa Ara sedang menghina dirinya.
"Kau menyesal, karena sudah memilihku, menjadi suamimu? bentak Ali dengan mata menatap tajam pada Ara.
Ara segera menepikan mobil yang di kendarainya, dan berhenti di tempat yang tidak mengganggu pengguna jalan lain.
"Aku, tidak pernah menyesal, Danish. Aku selalu mencintai kamu. Apapun keadaan kamu," jelas Ara dengan menghadap pada Ali. Sekilas Ara tersenyum samar, Ali memang lebih pantas marah-marah seperti ini.
"Tidak perlu bicara tentang cinta, karena aku sudah tidak percaya pada cinta !" sarkas Ali dengan suara lantang.
"Baiklah, terserah padamu. Aku akan diam," ujar Ara sambil menahan senyumnya. Tidak habis pikir, kenapa bisa mencintai laki laki seperti Ali, atau ini hanyalah, sebuah janji yang harus Ara tepati.
"Kau ... menertawakan aku ya?" hardik Ali saat melihat Ara berusaha menahan senyumannya.
"Ya ampun, Danish, aku salah terus ya!" Ara menggelengkan kepalanya, bagaimana bisa Ali selalu menyalahkan apapun yang di perbuat Ara.
Ara segera mengatur persnelling pada mobil dan menginjak pedal gas, mobil yang Ara kemudikan masih berjalan dengan santai hingga sampai di rumah sederhana keluarga Mahendra. Setelah sampai, Ali segera turun di ikuti oleh Ara di belakang. Saat mengejar Ali, Ara mendapatkan pesan dari seseorang.
"Danish, ini kunci mobilmu, aku pulang sekarang ya. Ada hal yang harus aku urus segera," Ara menyodorkan kunci mobil pada calon suaminya, yang masih saja bersikap datar itu.
Ali mengambil kunci itu dengan kasar, dia masih saja tidak terima Ara menertawakannya. Di pikiran Ali, Ara sudah menginjak harga dirinya sebagai laki-laki.
"Ya sudah, aku pulang. Tolong sampaikan salamku, untuk Ibu, Ayah, dan juga Syifa," Hingga Ara berjalan menjauh, Ali sama sekali tidak mengecek bagaimana calon istrinya akan pulang.
Ara berjalan hingga sampai di depan gerbang rumah Ali, di sana ada seseorang yang sudah menunggu kedatangan Ara. Ara yang mengerti siapa yang menjemputnya segera masuk ke dalam Super Car berwarna hijau di depannya.
"Kau tahu, aku ada di sini?" tanya Ara pada seseorang yang mengemudi mobil sport tersebut.
"Tentu saja, kau adikku. Kita ke Bastcamp sekarang. Ada masalah yang harus segera kita selesaikan," Pria itu segera menyalakan mesin mobil sport miliknya, mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Dengan terburu buru mereka menuju ke Bastcamp utama.
"Emm, boleh mulai sekarang, kau jangan terus memantauku? Danish ketakutan karena ulahmu!" ucap Ara pada seseorang yang sedang fokus menyetir. Pria itu menoleh sebentar dan kembali fokus pada jalan.
"Hari ini, aku tidak mengawasimu, Ara. Di Bastcamp terjadi masalah sejak tadi pagi," tutur pria yang duduk di samping Ara.
"Intinya, untuk saat ini, jangan ikuti aku terus. Oke," tawar Ara dengan menguncupkan kedua telapak tangannya, sebagai bentuk permohonan.
Pria itu menggelengkan kepalanya, "Baiklah, tapi jika suatu terjadi padamu. Aku pasti sudah di cincang oleh Mami,"
"Tenanglah, aku akan jaga diri," Ara masih saja belum menyerah. Bagi dirinya, saat ini yang terpenting adalah kenyamanan Ali.
*****
Setelah sampai di rumah, Ali segera masuk ke dalam, begitu menoleh ke arah gerbang yang sudah kosong. Ara sudah tidak ada di sana. Jadi Ali tidak perlu lagi di introgasi oleh orang tuanya. Saat Ali akan menaiki tangga, seseorang memanggilnya.
"Bang Ali," Teriak seorang gadis dengan suara nyaring, Ali berhenti sebentar dan menoleh pada si pemanggil.
"Ada apa? Syif, Abang ingin istirahat," Setelah menjawab, Ali akan beranjak, melanjutkan tujuannya untuk masuk ke dalam kamar.
"Bang Ali, sudah tidak sayang Syifa, kah?" tanya gadis remaja itu pada sang kakak. Ali menghentikan niatnya, menghembuskan nafasnya kasar, segera membalikkan badan dan mendekat pada sang adik satu satunya.
"Kenapa bicara seperti itu? Syifana Mahendra, Abang masih kurang sayang apa pada kamu?" Ali berkata dengan lembut, adiknya itu sama sekali tidak bisa mendengar suara bentakan.
"Pokoknya, Syifa mau, Abang tetap menikahi kak Ara. Titik, tanpa penawaran lagi," ucap gadis remaja yang memang sudah dekat dengan Ara.
*****
Setelah selesai dengan urusannya, Ara memutuskan untuk pulang ke rumahnya dengan mobil kesayangan pria yang menjemputnya tadi. Tentu saja pria tadi tidak bisa menolak kemauan gadis kesayangan mami dan papinya.
Ara mengemudikan mobil itu dengan kecepatan maksimum, berniat agar segera sampai ke rumah miliknya sendiri. Saat sedang mengemudikan mobil itu, tiba-tiba ada seorang wanita tua yang menyebrang. Mau tidak mau, Ara membanting stir mobilnya ke kanan, hingga mobil sport berwarna hijau itu menabrak pohon. Mengakibatkan Ara kehilangan separuh kesadarannya, dengan keadaan itu. Ara masih saja memaksakan dirinya, untuk mengecek bagaimana keadaan wanita tua yang hampir ia takbrak tadi.
Saat Ara turun dari mobilnya, tiba-tiba ada tangan yang membekap mulut Ara dengan sapu tangan. Ara meronta dan berusaha melepaskan diri, tapi luka di kepalanya mengakibatkan pandangannya kabur. Detik berikutnya, Ara sudah tidak sadarkan diri.
Seorang yang tadi membekap mulut Ara, segera melapor pada Tuannya atas keberhasilannya menculik Ara.
"Bos, saya sudah berhasil, membuat Nona Ara kehilangan kesadarannya," Lapornya pada sang ketua.
"Bagus, bawa Nona Ara ke markas Wild Wolf. Tuan pasti akan senang, jika kita mengerjakan tugas dengan benar," ujar sang pemimpin bernama Andri itu.
BERSAMBUNG...
Terima kasih sudah sempetin baca, yang enggak suka enggak apa-apa. Aku tidak pernah memaksa orang untuk memuji atau menyukai karya saya. Untuk kalian yang suka, saya persembahkan karya saya ini dengan rasa bangga. Karena memiliki pembaca setia seperti kalian. Love you gays.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 182 Episodes
Comments
Deedu Herman
aku belum ngerti alur ceritanya
2023-10-02
0
Qaisaa Nazarudin
Apa yg tlah berlaku sebenarnya???Apakah tujuan Ara menikah dgn Ali karna utk melindungi Ali?Tapi yg berlaku ini kan semua karna saat Ara memutus kan utk menikah,kalo gak mana ada berlaku apa2,,,
2022-12-31
0
vhyra
up
2022-04-04
0