My Killer Lecturer
"Anda itu sebenarnya bodoh apa bego?” teriak dosen itu seraya berkacak pinggang, tepat di hadapanku
Wusssh!
Satu kalimat yang membuat tubuhku terasa lemas seketika.
"Ma-Maaf, Pak!" Hanya itu kata yang bisa terucap dari mulutku.
"Hhh, saya sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa pada Anda? Semua cara telah saya lakukan agar Anda dapat memahami mata kuliah ini. Semua metode dan model pembelajaran telah saya terapkan, agar Anda menguasai materi yang saya ajarkan. Tapi hasilnya apa? Saya kecewa pada Anda, benar-benar kecewa! Sepanjang sejarah saya menjadi dosen. Hanya Andalah satu-satunya mahasiswa paling lemot yang saya punya!"
Dosen killer itu masih menggerutu dengan kata-kata mutiaranya. "Ya sudah, saya akan memberi nilai D untuk mata kuliah Anda kali ini," putusnya.
"Ta-Tapi Pak! Apa tidak ada pengganti tugas yang lain untuk menambah nilai saya?"
Dengan perasaan tak berbentuk, aku mengajukan penawaran. Aku pikir, gila saja! Setiap mata kuliahnya dia, nilaiku selalu jeblok. Padahal aku merasa, aku bisa mengerjakan UTS dan UAS dengan baik. Satu-satunya kelemahanku mungkin pada pertemuan dan tugas saja.
"Percuma saya memberi Anda tugas. Toh tugas saya tidak pernah Anda kerjakan tepat waktu. Sekalinya dikerjakan, jawaban Anda selalu ngawur," ucap dosen itu dengan nada sinis.
"Lagian saya heran dengan Anda. Kemana saja Anda selama ini, hingga baru sekarang Anda mengenyam bangku kuliah! Kenapa tidak dari dulu Anda melanjutkan pendidikan Anda. Tidak malu Anda, menjadi mahasiswa paling tua di kelas ini? Atau jangan-jangan, Anda mahasiswa abadi karena otak Anda yang loading-nya lambat?”
Nyess!
Sekali lagi perkataan si dosen killer itu menyayat hatiku.
Gila aja, lo pikir gue sekaya elo yang bisa lanjutin buat kuliah. Lagian nih, kalau bukan karena tuntutan pekerjaan, ogah deh gue kuliah lagi. Lo enggak nyadar apa, otak gue, tuh udah kayak perapian rumah di negeri Belanda, yang sedang dilanda musim dingin. Yang isinya bara api semua.
Eit, tentu saja aku hanya bisa memaki dia dalam hati. Aku menundukkan wajah dan menelan bulat semua perkataan dosen itu.
"Oke, saya akan memberikan Anda satu kesempatan lagi, tapi ... saya tidak yakin Anda bisa melakukannya," ucap sang dosen bermata elang dan memiliki brewos tipis yang jika memandangnya, aku bisa merinding sendiri karena merasa geli.
Senyumku seketika mengembang mendengar penawaran sang dosen.
"Bapak tidak usah khawatir, kali ini saya pasti bisa melakukannya. Akan saya pastikan jika saya akan melaksanakan tugas Bapak sebaik mungkin, sesempurna mungkin!"
Eis gila deh, kok bisa-bisanya aku bicara kek gitu ya? Enggak apa-apa deh, yang penting aku lulus di mata kuliahnya, batinku.
Sebenarnya ini pertemuanku yang ketiga dengan mata kuliah yang berlatar belakang IPA.
Tiba-tiba dosen killer itu berdiri. Dengan senyumannya yang menyeringai, dia mendekati aku. Wajah tampan nan rupawan yang pernah mematahkan hati di saat SMA, mendekati wajahku. Hembusan napasnya yang berbau aroma mint, tercium di indera penciumanku. Semakin dekat dan hatiku semakin kacau melihat tatapan mata elang sang dosen. Hingga di jarak yang hanya satu cm, entah apa yang merasuki, aku mulai memejamkan mata.
"Tidurlah denganku!” ucap dosen angkuh itu.
Seketika mulutku bungkam mendengar tawarannya. Tak ingin berdebat lebih jauh lagi, aku berlalu pergi meninggalkan pria itu.
"Tunggu!" teriaknya.
Langkah kakiku terhenti mendengar teriakan sang dosen.
Kembali laki-laki itu mendekat. Aku bisa merasakan jika tangan dosen itu mulai meraih saku jaket yang kukenakan.
"Ini kunci apartemenku. Bisa kamu gunakan jika berubah pikiran. Ingatlah, aku akan selalu menunggumu dalam setiap malamku," bisiknya tepat di telingaku.
Bulu kudukku kembali berdiri merasakan hembusan napasnya yang menyentuh kulit leher. Tanpa bertanya apa pun lagi, aku segera berlari meninggalkan ruang dosen itu.
Brakk!
Tanpa sadar aku membanting pintu ruangan itu hingga membuat Citra terkejut.
"Ada apa, Kak?" tanya Citra.
"Heh!" Wajah pilonku terlihat kentara saat menyadari pertanyaan Citra.
"Apa Kakak baik-baik saja?" tanya Citra lagi.
"I-iya ... aku ... aku baik, Cit," jawabku gugup.
"Kakak terlihat pucat, apa dosen itu mengatakan alasan yang buruk tentang nilai Kakak?" Citra kembali bertanya.
"Ti-tidak ... dia ... dia tidak mengatakan apa pun." Aku kembali dibuat gugup oleh pertanyaan Citra.
"Lalu, kenapa wajah Kakak pucat pasi begitu?" tanya Citra lagi.
"Mungkin karena lapar. Maklum, aku belum sarapan, hehehe..." jawabku, asal bicara.
"Ya sudah, kalau begitu kita ke kantin sekarang, Kak. Isi bensin dulu, biar waras," gurau Citra.
Aku mengangguk menanggapi ajakan Citra. Akhirnya kami berjalan bergandengan menuju kantin kampus.
Tiba di kantin, kami segera mencari tempat duduk yang dirasa nyaman untuk makan sekaligus berbincang. Pilihan Citra jatuh pada bangku di pojok kanan kantin. Setelah memesan dua mangkuk bakso dan dua gelas es jeruk, akhirnya kami duduk di sana.
"Sebenarnya pak Fatwa kenapa sih, Kak? Kok sepertinya dia punya dendam kesumat sama Kakak?" tanya Citra.
Pertanyaan Citra berhasil membuat jantungku berdetak tak beraturan. Jujur, aku sendiri tidak tahu apa yang terjadi pada dosen killer itu. Namun, satu yang aku tahu. Setelah pertemuan tadi, aku mulai yakin jika dosen itu hanya ingin mempersulit diriku. Namun, apa motifnya? Aku sendiri tidak tahu.
"Entahlah." Hanya itu yang bisa aku jawab.
"Terkadang aku curiga sama pak Fatwa. Apa mungkin dia menyukai Kakak?" tanya polos gadis itu.
"Ish, jangan ngaco deh ... mana ada dosen yang menyukai mahasiswa tua seperti aku," jawabku, terkejut mendengar pertanyaan Citra.
"Kalau aku lihat-lihat, kayanya kalian berdua seumuran deh. Itu, 'kan bisa terjadi, Kak?" lanjut Citra
Rasanya, aku ingin menolak pernyataan Citra. Namun, aku tidak bisa mengingkari kenyataan jika aku dan dosen gila itu masih seumuran. Dan yang lebih parah lagi, kami pernah satu sekolah dulu.
"Tapi, aku heran, loh Kak. Kenapa dia sampai tiga kali memberikan nilai jelek kepada Kakak di setiap mata kuliahnya dia? Sepertinya ada yang aneh, gitu. Terus, apa yang dia katakan tadi? Apa alasannya sampai dia memberikan nilai D. Bukankah tugas Kakak untuk semester ini, penuh?" Citra memberondongku dengan berbagai macam pertanyaan.
Aku mengangguk.
"Lalu, kenapa masih bisa jelek juga?" Kembali Citra bertanya.
"Dia bilang, aku telat mengumpulkan tugas," jawabku.
"Hanya itu?! Lalu, apa tidak ada cara lain supaya dia bisa memberikan nilai tambahan?" tanya Citra lagi.
"Ada?"
"Apa?"
"Tidur dengannya."
"What? Gila ... ini benar-benar gila! Dari semester kemarin, aku sudah menduganya. Dia sepertinya sedang mengincar Kakak. Ish, Kakak ... apa sebelumnya Kakak mengenal dia? Atau Kakak pernah membuat kesalahan kepada pak Fatwa?"
Aku bergeming. Bingung antara harus berterus terang atau tidak. Tapi Citra terus mendesakku dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat kepalaku hampir pecah.
Cit, sebenarnya ... emm, sebenarnya dia adalah cinta pertamaku yang tidak pernah bisa aku raih."
Apa?!
Aku mengangguk pasrah.
"Aku tidak mengerti Kakak. Bisakah Kakak menceritakan semua kisahnya?"
"Baiklah, akan kuceritakan...."
Hai readers semua...
Othor kembali hadir dengan cerita yang kacau balau dan membutuhkan krisan dari kalian.
Selamat membaca yaaa....
Semoga bisa menghibur kalian semua.
Jangan lupa like, vote n komennya 🙏🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
yaya
Deg2an mau baca lanjutannya🤣🤣🤣
2022-10-19
2
Astria
aku ikut mendengarrkn ya..kak
2022-10-13
2
Alleyza Azura Rinzani
oke,baru mampir thor
lanjut
2022-07-04
2