"Kamu nggak apa-apa, Dek?" tanya Kak Lastri yang kembali mencemaskan aku, begitu tiba di rumah kontrakannya.
Kak Lastri dan Tika tinggal di sebuah desa yang cukup terpencil. Karena itu, sejak kelas 2 SMA, mereka memutuskan untuk tinggal di sebuah kontrakan yang lokasinya memang tak jauh dari sekolah kami. Jika ada waktu senggang, aku sering bermain di kontrakan mereka. Bahkan, rumah kecil yang hanya memiliki satu kamar, satu ruang tengah dan satu dapur itu, menjadi markas berkumpul kami.
Aku menggelengkan kepala untuk menjawab pertanyaan Kak Lastri. Sungguh aku tidak sanggup lagi membuka mulutku untuk berbicara. Tamparan keras Susan, membuat sudut bibirku sedikit robek.
"Sebentar!" ucap Kak Lastri seraya pergi ke kamarnya. Tak lama kemudian, dia kembali dengan membawa kotak obat. "Kakak obati ya, Dek!" ucapnya.
Aku hanya mengangguk dan membiarkan Kak Lastri mengoleskan salep di sekitar pipiku yang memerah. Rasa panas dan perih bercampur menjadi satu. Hingga tanpa sadar, aku mulai meringis.
Melihat ekspresi wajahku, Kak Lastri segera meniupi pipiku yang tampak bengkak. Ya! Siapa yang tidak mengenal Susan Danuwijaya. Seorang gadis cantik yang memiliki sabuk hitam di ekskul taekwondo. Pipiku yang tirus, seolah menjadi sasaran renyah bagi tangannya yang berotot.
"Sudah, Kak! Sudah agak mendingan, kok!" ucapku.
"Ya sudah, Kakak ke dapur dulu ya, Dek. Mau bikin mie instan buat kita," pamit Kak Lastri. Aku mengangguk.
Aku melorotkan tubuhku dan mulai tidur terlentang seraya menarik selimut. Rasa perih di pipi, membawaku ke alam bawah sadar. Saat mata mulai terpejam dan asyik merangkai mimpi bersama Bryan Westlife, sayup-sayup aku mendengar suara cempreng bak ember rombeng milik sahabat tercerewetku.
"Chichan...! Ometku... ah, lo nggak pa-pa, 'kan? Sori, tadi gua nggak tahu kalo cewek babon itu, bakalan bikin kerusuhan di UKS," ucap Irma seraya mengguncang tubuhku.
Bang Bryan yang sedang mengelus-elus pipi bengkakku, akhirnya pergi entah ke mana. Ish, dasar, nih cewek rombeng, bikin mimpiku hancur saja. Aku mengerjapkan mata. Tiba-tiba, pandanganku terkunci pada sahabatku si kalem Tika yang telah berlinang air mata. Seketika dahiku mengernyit.
"Kamu kenapa, Tik? Ish ..." ucapku seraya meringis menahan perih di sudut bibir kananku.
Tiba-tiba, Tika memelukku. "Maafkan aku, Chi! Aku tidak bisa membela kamu," ucap Tika.
"Sudahlah! Itu bukan salah kalian, kok," jawabku.
Kak Lastri datang dengan membawa dua mangkok mie instan. "Sudah-sudah, Chi-nya nggak usah diajak ngomong, kasihan ... itu sudut bibirnya terluka," ucap Kak Lastri seraya menaruh mangkok mie instan itu di lantai.
Maklumlah ... rumah ini sangat kecil, jadi tidak ada perabotan seperti meja dan kursi di rumah ini. Tika dan Kak Lastri hanya menggelar karpet bulu rasfur sebagai alas duduk tamunya.
"Eh Kak, aku dibikinin mie nggak?" tanya sobat rombengku.
"Ada tuh, di dapur!" jawab Kak Lastri. "Kakak suapin ya, Dek?" tawarnya.
"Nggak usah, Kak. Aku makan sendiri aja," jawabku.
Kak Lastri tersenyum seraya menyerahkan mangkok mie instan itu kepadaku.
Kami pun makan bersama dengan diiringi canda tawa mengghibah ketidakserasian Aji yang baik hati dengan si cewek berotot besi itu.
Senasib sepenanggungan. Mungkin itulah motto kami sebagai empat sekawan. Melihat keadaanku seperti ini, akhirnya Irma memutuskan untuk menginap juga di rumah kontrakan Kak Lastri dan Tika.
...*************...
Rembulan mulai tampak. Setelah belajar bersama, kami mulai duduk di beranda rumah seraya menikmati sinar rembulan. Malam itu, kami mulai kembali berbincang-bincang tentang cowok. Biasalah ... kalo cewek kumpul, obrolannya tak jauh dari seputar cogan-cogan. Hehehe....
...*************...
Matahari mulai keluar dari peraduannya. Kicauan burung yang bertengger di dahan pohon jambu, menjadi alarm alam bagi kami. Kak Lastri mengerjapkan matanya ketika merasa silau oleh cahaya matahari. Dia segera meraih jam tangan di meja kecil di sudut kamar.
"Astaghfirullahaladzim!" pekik suara Kak Lastri mengagetkan kami semua.
Aku mulai mengucek mataku. "Ada apa sih, Kak?" rengutku kesal karena waktu tidurku terganggu.
"Tau nih, Kak Lastri. Ngantuk, niih!" ucap Irma seraya merebahkan kembali badannya.
"Eh, bangun-bangun! Ini udah jam setengah tujuh!" teriak Kak Lastri sambil menepuk-nepuk bokong Irma.
Seketika, kami terlonjak kaget dan mulai berlarian pergi ke kamar mandi. Duh, mana kamar mandinya cuma satu lagi. Letaknya pun di luar rumah. Karena takut kesiangan, akhirnya kami memutuskan untuk mandi bersama... Wkwkwk
...**************...
Kami datang bertepatan dengan bel masuk berbunyi. Aku, Irma dan Kak Lastri, satu kelas. Hanya Tika yang berbeda kelas. Dia ditempatkan di kelas 3 IPA 3. Kami berhamburan memasuki kelas. Untunglah jam pelajaran pertama belum dimulai, hingga kami bisa terlepas dari hukuman sang guru galak dan super bawel.
Dua mata pelajaran, kami lalui dengan mata sayu karena mengantuk. Sialnya lagi, di detik-detik terakhir, sang guru galak itu melihatku menguap.
"Resti!!" Suaranya menggema di ruang kelasku.
"I-iya, Bu," jawabku terbata.
"Coba kamu jelaskan besaran turunan dari tekanan, berikut rumusnya!" perintah Bu Nana, guru Fisika.
Mati gue! Mana tadi gue nggak merhatiin lagi...
"Itu, Bu... anu–"
Teeetttt!
Ah, akhirnya bel istirahat itu menjadi dewa penolong. Seketika, anak-anak riuh begitu mendengar bel panggilan mengisi perut, berbunyi. Guru galak itu hanya bisa mengerucutkan bibirnya dan merutuki keberuntunganku.
Saat kami hendak pergi ke luar kelas, rupanya Tika telah berdiri di depan kelas kami. "Kantin, yuk!" ajaknya.
Kami mengangguk menerima ajakan Tika. Karena tak sempat sarapan, cacing-cacing di perut sudah mulai berdemo meminta jatah makanan yang bergizi.
Kami melintasi lapangan upacara. Tiba-tiba si pria innocent itu memanggilku. "Res!" teriaknya dari arah belakang.
Aku menoleh dan mendapati Aji sedang berlari kecil menghampiri. Senyumku mengembang saat dia tiba di hadapanku dengan napas yang masih tersengal.
"Kalian kok, cepet banget jalannya," gerutu Aji sambil mengatur napasnya.
"Sori Ji, kita mo ke kantin. Soalnya dah laper banget, nih! Semaleman kita ghibahin lo ampe tengah malem, jadi bangun kesiangan dan nggak sempet sarapan," ucapku, polos.
"CHI!!"
Ketiga temanku berteriak sambil menatapku dengan bola mata mereka yang hampir keluar.
Aku hanya melongo menatap mereka satu per satu. "Kenapa? Ada yang salah dengan omongan gue? Bener, 'kan, kalo semalem kita ngomongin Aji sama hummpph...."
Tiba-tiba, Irma membekap mulutku. "Udah ya, Ji. Kita permisi ke kantin dulu!" ucap Irma seraya menarik tubuhku.
Aji hanya tertawa kecil melihat tingkah kami. "Ya sudah, kalian pergilah! Aku mau ke ruangan OSIS dulu. Nanti aku nyusul deh, kalau urusanku sudah selesai!" ucap Aji.
Tika dan Kak Lastri hanya melambaikan tangan mereka kepada Aji. Sedangkan Irma masih anteng menyeret tubuhku yang terasa ringan, seringan permen kapas kesukaan kami.
Bersambung
Jangan lupa like vote n komennya yaa 🤗🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
Alleyza Azura Rinzani
kenangan itu
2022-07-04
2
Hum@yRa Nasution
Cerita masa lalu othor nih...
2022-03-11
2
Chachan
sampai sini dulu thor
2022-03-08
4