"Baiklah anak-anak, dalam memperingati hari jadi Pramuka, Bapak akan mengajak kalian untuk kamping di kawah gunung Galunggung," ujar Pak Ana, pembina Pramuka kami.
"Yeaaayyyy....!"
Semua anak menyambut gembira kabar itu. Maklumlah ini adalah kesempatan bagi para siswa untuk keluar sejenak dari zona yang selalu membuat otak mengebul akibat jejalan rumus-rumus. Mulai dari rumus asam - basa, rumus besaran - turunan, bahkan rumus sin, cos, tan. Rumus yang jika aku tidak mengingat mimih tercantikku, rasanya pen bunuh diri temen aja.... He... He...
"Kapan kita berangkat, Pak?" tanya Anjas, teman satu profesi.
"Sabtu pagi, pukul 7 kita mulai naik gunung, Oke!" jawab pembina Pramuka. "Ingat! Tidak ada kata terlambat!" sambungnya lagi.
"Siap Pak!"
Serentak kami menjawab titah pembina yang selalu membuat kami merasa enjoy dalam berlatih Praja Muda Karana itu.
............................
Waktu yang ditetapkan telah tiba. Pukul 6 pagi, kami berkumpul di lapangan sekolah. Setengah jam kemudian, truk yang membawa kami mulai melaju menuju kawasan wisata alam Gunung Galunggung.
Perhitungan pembina kami memang selalu tepat. Setelah melewati setengah jam perjalanan, akhirnya kami tiba di kawasan wisata itu. Pembina kami mulai berkoordinasi dengan penjaga setempat. Tak lama kemudian, kami pun mulai diizinkan mendaki gunung tersebut.
Pak Ana mulai mengabsen kami satu per satu. Dari 30 peserta, semuanya di bagi menjadi 6 kelompok, yang masing-masing beranggotakan 5 orang. Aku satu tim dengan, Kiki, Irma, Ade, Anjas, dan Deni. Setelah pembagian tim selesai, kami mulai mendaki.
Pembina kami sengaja mengambil jalur memutar, agar kami tidak terlalu kelelahan karena harus menaiki tangga. Akhirnya, dengan rentang waktu 5 menit per kelompok, kami mulai mengayunkan langkah kaki dengan mantap, menaiki jalanan yang sangat terjal menanjak.
"De, berhenti dulu deh! Gue capek nih!" teriak Deni, si cowok tebar pesona kepada Ade, sang ketua kelompok.
"Ah, lo mah payah, Den! Bodi aja, lo tinggi banget, napas lo, pendek!" ejekku pada si cowok sok kecakepan itu.
"Gue keringetan, Chi! Ketampanan gue bisa berkurang nih!" rengek Deni.
"Bukan ketampanan lo yang berkurang, tapi bedak lo luntur, tuh!" gurau Kiki.
Kami semua tertawa mendengar gurauan Kiki. Ya, Deni termasuk cowok yang selalu memperhatikan penampilannya. Kalau dalam dunia selebriti, dia tuh ibarat cowok metropolitan. Dia amat sangat memperhatikan perawatan tubuhnya. Dari ujung kaki hingga ujung kepala. Tak heran jika wajahnya licin, selicin penggorengan ** Imas, ibu kantin sekolah.
Deni menggerutu kesal karena mendengar tawa kami. Seperti biasanya, dia pun mulai berdemo. Satu lagi keahlian cowok sok ganteng itu, selain tebar pesona, dia juga Gampang tersinggung dan akhirnya ngambek.
Deni menghentikan langkahnya sebagai bentuk demonya. Pada akhirnya, dia tertinggal jauh dari kelompok kami. Saat menyadari Deni tak mengikuti, akhirnya Ade menyuruh kami berhenti.
"Eh, si Deni mana?" teriak Ade.
Sontak kami semua melihat ke belakang. Dan ... benar saja, si cowok metropolitan itu tak kelihatan batang hidungnya di belakang kami. Ade menyuruh kami turun kembali untuk mencari keberadaan Deni.
Dengan wajah kesal, kami semua kembali menuruni jalanan berbatu itu. Padahal jika dihitung, waktu yang kami tempuh cukup lama, sekitar 20 menit. Itu artinya, jarak yang sudah kami lalui, pun cukup jauh.
Sepanjang menuruni jalanan berbatu itu, kami semua menggerutu kesal dan mengumpat bocah tengik itu. Sobatku Kiki, tak henti-hentinya mengucapkan sumpah serapah pada tuh bocah.
"Awas ya, kalo ketemu, gue bejek-bejek tuh orang. Nyusahin aja kerjaannya. Harusnya, kalau emang nggak kuat, dia kagak usah ikut hiking. Emang dasar bocah tengil, huh! Gue sumpahin ya, lo bakalan jadi jones, jomblo ngenes yang sengenes-ngenesnnya!" gerutu Kiki seraya mengepalkan sebelah tangannya dan meninjukan ke tangan kirinya yang terbuka, berulang kali.
Tiba di tempat menghilangnya tuh bocah, kami mulai berteriak-teriak memanggil namanya.
"Den...!" teriakku
"Deniii....!" teriak Kiki.
"Den, lo di mana?" Pak Ketua ikut berteriak.
"Deeeennn.... Deniiii... Yuhuuuu.... Where are yuuuuu....!!" teriak si Anjas yang sok menirukan gerak-gerik pria kemayu.
Lama kami mencari, tapi pria jangkung itu tak kunjung ketemu. Bahkan Ade sudah menyuruh kami berpencar di sekitar wilayah ini. Hasilnya, nihil!! Si cowok metropolitan itu tetap tak kunjung terlihat muka licinnya.
"Capek nih 'Ndan, muter-muter terus!" kataku sambil mendaratkan bokong di atas tanah. Karena merasa haus, aku mengeluarkan botol air minum, dan mulai mereguknya. Saat tengah asyik menenggak minuman, tanpa sengaja, sudut mata kananku menangkap rumput yang sedang bergoyang.
Sejenak aku diam, untuk merasakan apakah ada angin yang sedang berhembus dan menerpa rumput-rumput yang tingginya sekitar 150 cm itu?
Hening.
Aku membuka ikat rambutku dan membiarkan rambutku tergerai begitu saja. Berharap rambut panjangku bisa merasakan tiupan angin.
Masih tetap hening.
Aku kembali melirik ke arah rumput yang semakin kuat bergoyang. Karena penasaran, aku mulai beranjak dan pergi menyusuri jalanan setapak yang membelah rerumputan tinggi itu.
"Kemana, Chi!" teriak Kiki.
"Ssst....!" Aku menempelkan telunjukku di bibir, memberi tanda agar dia tidak berisik. Aku melambaikan tangan sebagai isyarat agar teman-teman mengikuti aku.
Mereka mengangguk dan mulai berjalan di belakangku. Dengan langkah mengendap-endap dan penuh kewaspadaan, kami mulai memasuki kawasan rerumputan itu semakin jauh. Tiba-tiba...
Aaahh.... sshhh... Aahhh...
Kami mendengar bisikan-bisikan ghaib yang semakin lama semakin jelas terdengar. Ade, sang ketua, mulai menyibakkan rumput di depan kami. Satu meter di balik rumput yang ade sibakkan, tampak seorang pemuda setengah telanjang dari badan ke bawah, sedang bergerak naik turun di atas seorang gadis yang tersingkap roknya.
Pemuda itu terlihat begitu berirama melakukan pergerakannya. Sedangkan sang gadis menggelinjang ke sana kemari, seperti cacing yang kepanasan.
"Aaarrrhhhh.....!"
Terkejut dengan pemandangan asing yang menodai mata polos kami, serempak kami berteriak.
"Siapa di sana?" ujar si pemuda dengan suara seraknya.
Tanpa menunggu komando, kami segera lari tunggang langgang karena takut ketahuan oleh pasangan yang sedang memadu kasih di atas rerumputan itu.
"Hosh... hosh... udah... berhenti..., gue nggak kuat lagi.. !" ucapku terengah-engah.
"Ho.. hooh... hh.. gu... gue... juga... hah... ca.. capek..!" timpal Kiki.
"Gila...! Ta... tadi... a.. apaan.. ya...? Me... mere... ka.. hosh... hosh...ngapain sih..?" tanya Anjas.
Ade hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, seraya berbungkuk dan menaruh kedua tangannya di lutut.
"Ada apa, nih?"
"Aaarrrhhhh.....!"
"Kaburrrrr....!"
Kembali kami berebutan untuk segera lari dari tempat itu.
"Woooyyy....! Kalian pada kenapa? Kok malah lari...!!" teriak seseorang yang suaranya tak asing lagi di telinga kami.
Seketika, kami membalikkan badan. Hanya berjarak beberapa meter, tampak si cowok metropolitan itu berjalan berlenggak-lenggok ke arah kami.
Karena merasa kesal, aku langsung melemparkan tongkat pramuka ke arahnya.
"Dasar cowok sialan...!"
Bersambung
Jangan lupa like, vote n komennya yaa 🙏🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
Merry
astaga.
2022-05-22
3
Ern_sasori
😁😁😁😁
2022-03-13
2
Hum@yRa Nasution
Asyiiikk...👍👍👍💪💪💪
2022-03-11
2