Saat matahari sudah semakin terbenam dan hanya menyisakan warna jingga di langit, kami pergi menuju masjid di dekat lapang. Kami akan mengawali kegiatan dengan salat magrib berjemaah. Setelah itu acara dilanjutkan dengan pengajian dan solat isya berjemaah.
Kami tiba di masjid bertepatan dengan azan magrib dikumandangkan. Setelah menyimpan peralatan solat, kami segera pergi ke tempat wudu. Begitu mendapatkan giliran, kami menyegerakan untuk bersuci.
Saat memasuki masjid, kami mulai mengenakan mukena dan duduk bersila menunggu iqamah. Tak lama kemudian, iqamah terdengar dan setelahnya kami melakukan salat berjemaah
Selepas salat magrib, acara pengajian dimulai. Pengajian ini ternyata diselenggarakan oleh anak-anak IREMA. Setelah lantunan ayat suci Al-Quran dibacakan di masjid, tampak seorang pria berperawakan tinggi, berjalan ke arah mimbar. Saat dia menoleh, jantungku seakan ikut berhenti berdetak.
Parasnya yang putih bersih, dengan senyum tipis tergambar jelas, membuat laki-laki itu terlihat berkharisma. Mengenakan baju koko yang berwarna putih tulang dipadukan dengan kain sarung motif kotak berwarna coklat muda dan peci haji warna senada, membuat dia semakin terlihat berwibawa. Tanpa sadar, sekelumit rasa kagum mulai terselip dalam hatiku.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!"
Suara salam laki-laki itu mulai menggema di seluruh ruangan masjid. Sejurus kemudian, patah demi patah kata dia rangkai menjadi ribuan kata untuk menyampaikan pesan-pesan moral dan agama tentang Kewajiban Menjaga Orang Tua.
Semua warga masyarakat yang menjadi jemaah di Majlis Ta'lim itu terlihat terhipnotis oleh kalimat demi kalimatnya yang lugas dan mudah dicerna. Decak kagum semakin membuncah dalam dadaku. Rupanya, selain memiliki paras yang tampan, laki-laki itu memiliki pengetahuan yang luas tentang agama. Ah, tidak salah jika memang aku menyimpan kekagumanku ini untuknya.
Tak pernah ada kata bosan untuk menatap wajahnya dan mendengar suara laki-laki itu. Namun, waktu terus berlalu. Hingga tanpa terasa, 1 jam sudah dia menyampaikan materi tentang keislaman.
"Demikianlah apa yang bisa saya sampaikan. Kurang lebihnya saya ucapkan terima kasih. Mohon maaf bila ada kata-kata yang salah dari saya. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!"
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh!" jawab para jemaah, serempak.
Tak lama kemudian, Aji tampil ke depan untuk mengumandangkan azan isya. Setelah itu, kami kembali melakukan salat berjemaah.
Selesai salat, kami melakukan diskusi dengan para sesepuh desa terkait rencana yang akan kami lakukan di desa ini selama sepekan. Karena bapak kepala desa sudah cukup berumur dan memiliki gangguan di telinganya, maka diskusi berjalan cukup alot.
Rasa kantuk mulai menyerang. Berkali-kali aku menguap hingga mata ini mengeluarkan air mata. Melihat hal itu, Aji mungkin merasa prihatin, dia kemudian membisikkan sesuatu di telingaku.
"Kalau kamu sudah mengantuk, pulanglah!" perintahnya.
Aku langsung membuka mataku lebar-lebar. "Enggak kok, Ji. Res masih kuat ngikutin diskusi ini," jawabku mencoba meyakinkan Aji sang ketua regu.
Aji tersenyum. "Aku nggak mau kamu kelelahan. Pulang dan tidurlah! Besok masih banyak pekerjaan yang menanti kita," kata Aji tulus.
"Yakin?" tanyaku.
Aji hanya tersenyum sambil kembali mengacak kerudungku. Pergilah!"
Setelah mendapatkan izin dari ketua, akhirnya aku pulang ke rumah pak Karyo. Mungkin memang karena kelelahan, mataku benar-benar tidak bisa diajak kompromi malam ini.
Tiba di rumah pak Karyo, keadaan rumah tampak sepi. Mungkin pasangan itu sudah terlelap dalam mimpi indahnya. Aku pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Brrr!
Air di sini begitu dingin. Itu karena air pegunungan juga. Tapi aku tetap memaksakan diri untuk membasuh muka, tangan dan kakiku. Tak lupa aku menggosok gigi untuk menjaga kesehatan diriku. Setelah itu, aku kembali ke kamar, menarik selimut yang terlipat rapi, kemudian menyusup ke dalamnya. Aku mulai terbang ke alam mimpi. Berharap aku bisa menyapa laki-laki itu di bawah alam sadarku.
.
.
.
Entah sudah berapa lama aku tertidur hingga sayup-sayup aku mendengar gumaman seseorang di luar sana. Aku mengerjapkan mata dan mendapati temanku Irma telah terlelap. Aku meraih jam tanganku, waktu telah menunjukkan pukul 03.00 dini hari. Gumaman itu semakin lama semakin terdengar jelas. Rupanya, ada seseorang yang tengah mengaji di luar sana.
Setelah seluruh jiwaku terkumpul, aku bangun dan mendekati pintu kamar. Merdunya suara itu membuat lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an semakin terdengar syahdu. Seketika, hatiku terasa damai. Karena rasa penasaran yang semakin kuat, aku membuka pintu kamar.
Kembali jantungku berdetak dengan ritme yang tak beraturan saat melihat si pemilik suara merdu itu. Ya, siapa lagi kalau bukan Fatwa, si pria dingin bermata elang. Aku mulai terlena dalam ayat-ayat suci yang dia lanjutkan. Dan, pada akhirnya, rasa kagumku semakin tidak bisa aku ungkapkan lewat kata-kata. Aku memejamkan mata mulai melamunkan tentang sesuatu yang entah bisa aku raih atau tidak.
"Ngapain lo, Chi?"
Pertanyaan Irma sungguh membuat lamunanku tercerai-berai. Rasa terkejut menguasai, hingga membuat aku gelagapan menjawab pertanyaan Irma.
"Gue ... eh gue ma–"
"Minggir, lo!
Belum selesai aku menjawab pertanyaan Irma, dia sudah mendorong tubuhku dari daun pintu untuk melihat apa yang aku lihat.
"Lo ngintipin si Fatwa?" tanya Irma begitu melihat laki-laki itu tengah duduk bersila di atas sajadahnya di ruang tamu.
"Eng-enggak ... gu-gue cuma mau ke ka-kamar mandi saja." Aku semakin dibuat gelagapan oleh pertanyaan Irma.
Irma menarik tanganku dan membawa aku kembali ke atas kasur. "Denger ya, Chi ... lo nggak punya bakat untuk menjadi seorang pembohong. Ayo, cerita ma gue! Lo sebenarnya ada apa sama si Fatwa?" tanya Irma.
"Ish, apaan sih, Ma. Gue kagak ada hubungan pa-pa ma tuh orang. Kenal aja, kagak?" jawabku berusaha untuk menyembunyikan perasaan.
"Tapi, kok muka lo merah sih?" ucap Irma.
"Ah, masak sih!" Aku terkejut dan langsung pergi ke meja rias untuk bercermin.
"Hahaha,..." Gelak tawa Irma terdengar cukup keras di antara kesunyian malam.
"Lo ngerjain gue, resek lo, Ma!"
Aku yang tidak bisa menerima perlakuan Irma, seketika menerjang dia dan mulai memukuli wajah songongnya dengan bantal.
"Hahaha, ampun Chi ... ampun!" teriak Irma.
"Enak saja, gue nggak bakalan ngampunin lo Miss Bean!" dengusku kesal.
Aku semakin menggila, dan Irma mulai melawan, hingga beberapa menit kemudian. Seseorang mengetuk pintu kamar dan langsung menghentikan pertarungan kami.
"Kalian? Tidurlah!" perintahnya begitu dingin.
Aku dan Irma hanya saling pandang dan membekap mulut masing-masing. Sejurus kemudian kami mulai menyusup ke dalam selimut dan menutupi seluruh tubuh kami hingga ke wajah. Di balik selimut, kami mulai menahan tawa.
"Gara-gara elo nih," bisikku pelan
"Elo!" balas Irma.
"Elo!" Aku nggak mau kalah.
"Elo!" Irma semakin meninggikan suaranya satu nada.
"E–"
"Tidurlah!!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
Merry
laki-laki idaman tuh
2022-05-26
5
Ilghan
diam-diam suka tuh si chi..
2022-05-07
5
popoy
pengagum rahasia
2022-03-31
8